nurcahyo
New member
Memisahkan Sampah: Belajar dari Jepang
Oleh Bambang Setia Budi
[SIZE=-2]
[/SIZE]Pemisahan sampah dalam kategori Okina Gomi atau sampah berukuran besar (Bulky Waste). Sampah kategori ini mungkin yang paling menarik baik dilihat dari jenis barang maupun prosedur membuangnya. Yang menarik dari di antara prosedur membuang itu adalah kewajiban membayar setiap item dari semua barang yang akan dibuang. Peraturan ini sebenarnya belum terlalu lama, namun telah diberlakukan di seluruh kota di Jepang, dan di Kota Toyohashi menurut beberapa sumber dimulai sekitar awal tahun 2000-an. Adapun jenis-jenis barang dan prosedur membuangnya akan dijelaskan berikut ini.
Okina Gomi (大きなごみ) atau Sampah besar (Bulky Waste)
Seperti namanya juga, yang dimaksud dengan Okina Gomi ini adalah sampah-sampah yang berukuran besar. Secara umum ada standar ukuran, bentuk, dan jenis tersendiri yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota. Umumnya adalah barang-barang elektronik yang besar seperti komputer, TV, kulkas, mesin cuci, freezer, mesin AC, mesin jahit, mesin pemotong rumput, mesin pemanas air, fan, alat-alat musik (orgen, gitar) dan lain sebagainya. Di samping itu juga barang-barang rumah tangga seperti meja, dipan, sofa, sepeda, futon (selimut tebal Jepang), tatami (tikar Jepang), bak mandi, dan sebagainya (lihat Gambar 9).
Mungkin timbul pertanyaan bagi kita, kenapa barang-barang khususnya elektronik seperti di atas harus dibuang sebagai sampah? Lebih mengherankan lagi, banyak juga barang-barang besar yang dibuang itu bukan dalam kondisi rusak tapi misalnya karena sudah dianggap furui (tua) atau modelnya sudah kuno (out of date). Ada banyak faktor, di antaranya tentu karena tingkat ekonomi masyarakat (daya beli) yang relatif cukup tinggi. Lebih dari itu kalau barang-barang itu sudah rusak, ongkos perbaikannya umumnya juga sangat mahal.
Mahalnya ongkos perbaikan itu terutama untuk membayar tenaga kerja, selain dari harga elemen barang pengganti yang rusak itu sendiri. Dalam banyak kasus jika dibandingkan dengan membeli barang baru, harganya bisa saja sama atau relatif tidak terpaut jauh. Oleh karenanya ada kecenderungan dimana masyarakat mungkin lebih menyukai membeli yang baru karena selain lebih bagus kondisinya juga dilengkapi dengan garansi. Hal-hal itulah yang menjadi sebagian penyebab sampah besar khususnya elektronik ini cukup banyak jumlahnya dan menuntut pengaturan tersendiri.
Cara membuangnya ada dua metode, yakni pertama, menghubungi nomor telepon/fax tertentu yang sudah ditetapkan. Cara ini disebut door-to-door collection. Meski bisa kapan saja membuangnya, namun kantor door-to-door collection center hanya menerima jam hari kerja dan maksimal 5 item untuk setiap satu rumah tangga dalam sebulannya. Lebih dari itu, penduduk yang mau membuang barangnya harus mengajukan paling sedikit seminggu sebelum hari pembuangan yang diinginkan karena perlu waktu pemrosesan, seperti pencatatan/pengecekan nama/identitas, alamat dan nomor telpon, pemberian nomor register, pengukuran barang, kuantitas, penentuan di mana tempat mengambilnya, dan berapa total fee/bayaran yang mesti dikeluarkan.
Seperti disebutkan dalam pengantar, membuang sampah besar melalui door-to-door collection ini memang diharuskan membayar sejumlah uang tertentu untuk setiap item. Masing-masing harganya telah ditentukan oleh pemerintah kota, sebagai contoh membuang TV ukuran lebih kecil dari 20 inch diharuskan membayar 1000 yen (75-85 ribu rupiah), 20-30 inch membayar sebesar 2000 yen, 30 inch atau ke atas adalah 3000 yen, kulkas berkapasitas 100 liter adalah 1500 yen, antara 100-250 liter 2500 yen, sama atau di atas 250 liter 3000 yen. Untuk mesin cuci dan mesin AC, harganya sama untuk semua ukuran, yakni 2000 yen. Pembayaran ini sebenarnya untuk membeli stiker/seal (official mark) yang dijual pada banyak toko seperti "Kombini" (convenience store). Karena setelah proses selesai, barang yang akan dibuang tersebut harus ditempeli stiker yang telah diisi nama dan nomor register pembuangan lebih dulu sebelum diambil oleh petugas. Contoh stikernya dapat dilihat pada gambar 10.
Cara kedua adalah membawa sendiri sampah besarnya ke tempat fasilitas pembuangan sampah besar yang disebut Shigenka Center atau Gomi Centa pada jam kerja. Pada cara kedua ini pembuang barang tidak perlu membayar untuk berbagai item, namun khusus untuk TV, kulkas, freezer, mesin cuci, mesin AC, dan komputer tidak diterima atau tetap harus membayar yang besarnya sama dengan metode door-to-door collection. Satu hal lagi, pembuang barang besar ini haruslah penduduk kota itu, artinya sampah dari penduduk kota lain tidak akan diterima. Khusus untuk personal komputer (PC), sampahnya tidak diterima oleh Shigenka Center tetapi diterima oleh berbagai perusahaan/pabrik komputer untuk didaur ulang. Sudah tentu wajib membayar juga dan punya cara/aturan tersendiri. Sebagai misal, membuang satu unit PC wajib membayar rata-rata sebesar 3150 yen (235-270 ribu rupiah).
Di samping ketujuh kategori yang telah dipaparkan dalam rangkaian tulisan ini, sebenarnya ada satu lagi kategori sampah namun ini tidak dikelola oleh pemerintah kota. Kelompok sampah ini disebut "barang-barang yang sulit dibuang/diproses" (difficult to dispose of items) kecuali oleh perusahaan swasta/pembuat atau dealer-nya sendiri. Barang-barang itu antara lain: sepeda motor, mobil, perahu, jet ski, bahan-bahan kimia, cat, kerosene, oli bekas, bahan beracun mematikan, alat pemadam kebakaran, piano, ban, dan accu (lihat Gambar 11). Teknis pembuangannya adalah harus menghubungi toko atau dealer tempat membeli barang tersebut atau yang melayani pembuangannya. Dan untuk barang besar sudah tentu juga wajib membayar, seperti contohnya penulis pernah punya pengalaman membuang Okina Kuruma (大きな車) atau mobil besar seukuran mobil Kijang di Indonesia, dikenai kewajiban membayar 20.000 yen atau 1,5-1,7 juta rupiah.
Begitulah kira-kira mereka mengatur pemisahan sampah dan cara pembuangannya sejak awal pengelolaannya. Hampir semua item dari A sampai Z sudah disebutkan dan diklasifikasikan dalam daftar yang dibukukan lengkap dengan petunjuk pembuangannya. Seperti telah disebut sebelumnya, selain buku berisi daftar jenis sampah dan petunjuknya ini, pemerintah kota juga selalu mengeluarkan poster dan kalender khusus yang mengatur semua jadwal pembuangan sampah setiap setahunnya. Paket berupa buku, poster dan kalender ini dibagikan kepada seluruh warga untuk memudahkan warga kota mengingat berbagai jenis dan jadwal pembuangan sampahnya.
Kalau Indonesia memang tidak bisa atau terlalu jauh untuk dibandingkan, karena semuanya masih dijadikan sampah urug (Land-fill Waste). Secara teoritis adalah Sanitary Land-fill, namun cara kuno ini pun hampir tidak ada yang berjalan dengan baik. Lebih dari itu, warga pun bisa membuang sampah kapan saja. Masih lebih baik kalau membuang sampahnya itu di tempat yang benar atau pada tempat yang disediakan, banyak yang masih di mana saja dan sering pula di sungai-sungai yang mengalir dalam kota. Wajar saja tidak satu pun sungai di dalam kota yang bersih airnya dan bahkan menimbulkan bau tak sedap.
Itu baru kekeliruan proses pembuangannya karena belum adanya kesadaran dan kejelasan pengaturannya, belum lagi kelemahan dari proses pengolahannya. Di negeri kita, kenyataan sebenarnya yang terjadi bukanlah mengolah sampah, namun hanya "mengangkut" atau "menimbun" sampah karena sampah-sampah itu hanya dibawa dan ditumpuk dari tempat-tempat pembuangan sementara (TPS) di kota ke tempat pembuangan akhir (TPA). Akibatnya, sampah dengan segala jenisnya yang bercampur itu menumpuk berpuluh-puluh meter ketinggiannya hingga mengundang bahaya tersendiri. Lebih parahnya lagi, soal "mengangkutnya" saja, selain selalu tertunda berhari-hari, juga tidak pernah bisa terangkut semuanya. Wajar saja sampah menjadi pemandangan biasa yang menghiasi wajah kota-kota kita setiap hari. Dengan kenyataan ini, jelaslah banyak sekali titik-titik yang mesti segera dibenahi.
Kembali pada bahasan pemisahan sampah di Jepang, sebagai tambahan dan sekaligus penutup, bagaimana kalau ada di antara mereka yang ketahuan seenaknya melanggar aturan pembuangan sampah ini? Biasanya pelanggaran itu memang masih terjadi dalam beberapa kasus khususnya pada Okina Gomi (sampah besar/Bulky Waste) oleh sebab pelakunya ingin menghindar dari kewajiban membayar saat membuangnya. Dalam peraturan pemerintah kota disebutkan, bagi siapa saja yang membuang sampah sembarangan tanpa izin/secara liar, dapat dikenai pasal telah melakukan kejahatan lingkungan (environmental crime) dan dapat dijebloskan ke penjara dengan masa kurungan hingga 5 tahun serta denda 10 juta yen (sekitar 750-850 juta rupiah). Nah!
Bambang Setia Budi, Pengkaji Tata Kota pada Institute for Science and Technology Studies (ISTECS) Chapter Jepang dan Dosen pada Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (ITB)
Oleh Bambang Setia Budi
[SIZE=-2]
[/SIZE]Pemisahan sampah dalam kategori Okina Gomi atau sampah berukuran besar (Bulky Waste). Sampah kategori ini mungkin yang paling menarik baik dilihat dari jenis barang maupun prosedur membuangnya. Yang menarik dari di antara prosedur membuang itu adalah kewajiban membayar setiap item dari semua barang yang akan dibuang. Peraturan ini sebenarnya belum terlalu lama, namun telah diberlakukan di seluruh kota di Jepang, dan di Kota Toyohashi menurut beberapa sumber dimulai sekitar awal tahun 2000-an. Adapun jenis-jenis barang dan prosedur membuangnya akan dijelaskan berikut ini.
Okina Gomi (大きなごみ) atau Sampah besar (Bulky Waste)
Seperti namanya juga, yang dimaksud dengan Okina Gomi ini adalah sampah-sampah yang berukuran besar. Secara umum ada standar ukuran, bentuk, dan jenis tersendiri yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota. Umumnya adalah barang-barang elektronik yang besar seperti komputer, TV, kulkas, mesin cuci, freezer, mesin AC, mesin jahit, mesin pemotong rumput, mesin pemanas air, fan, alat-alat musik (orgen, gitar) dan lain sebagainya. Di samping itu juga barang-barang rumah tangga seperti meja, dipan, sofa, sepeda, futon (selimut tebal Jepang), tatami (tikar Jepang), bak mandi, dan sebagainya (lihat Gambar 9).
Mungkin timbul pertanyaan bagi kita, kenapa barang-barang khususnya elektronik seperti di atas harus dibuang sebagai sampah? Lebih mengherankan lagi, banyak juga barang-barang besar yang dibuang itu bukan dalam kondisi rusak tapi misalnya karena sudah dianggap furui (tua) atau modelnya sudah kuno (out of date). Ada banyak faktor, di antaranya tentu karena tingkat ekonomi masyarakat (daya beli) yang relatif cukup tinggi. Lebih dari itu kalau barang-barang itu sudah rusak, ongkos perbaikannya umumnya juga sangat mahal.
Mahalnya ongkos perbaikan itu terutama untuk membayar tenaga kerja, selain dari harga elemen barang pengganti yang rusak itu sendiri. Dalam banyak kasus jika dibandingkan dengan membeli barang baru, harganya bisa saja sama atau relatif tidak terpaut jauh. Oleh karenanya ada kecenderungan dimana masyarakat mungkin lebih menyukai membeli yang baru karena selain lebih bagus kondisinya juga dilengkapi dengan garansi. Hal-hal itulah yang menjadi sebagian penyebab sampah besar khususnya elektronik ini cukup banyak jumlahnya dan menuntut pengaturan tersendiri.
Cara membuangnya ada dua metode, yakni pertama, menghubungi nomor telepon/fax tertentu yang sudah ditetapkan. Cara ini disebut door-to-door collection. Meski bisa kapan saja membuangnya, namun kantor door-to-door collection center hanya menerima jam hari kerja dan maksimal 5 item untuk setiap satu rumah tangga dalam sebulannya. Lebih dari itu, penduduk yang mau membuang barangnya harus mengajukan paling sedikit seminggu sebelum hari pembuangan yang diinginkan karena perlu waktu pemrosesan, seperti pencatatan/pengecekan nama/identitas, alamat dan nomor telpon, pemberian nomor register, pengukuran barang, kuantitas, penentuan di mana tempat mengambilnya, dan berapa total fee/bayaran yang mesti dikeluarkan.
Seperti disebutkan dalam pengantar, membuang sampah besar melalui door-to-door collection ini memang diharuskan membayar sejumlah uang tertentu untuk setiap item. Masing-masing harganya telah ditentukan oleh pemerintah kota, sebagai contoh membuang TV ukuran lebih kecil dari 20 inch diharuskan membayar 1000 yen (75-85 ribu rupiah), 20-30 inch membayar sebesar 2000 yen, 30 inch atau ke atas adalah 3000 yen, kulkas berkapasitas 100 liter adalah 1500 yen, antara 100-250 liter 2500 yen, sama atau di atas 250 liter 3000 yen. Untuk mesin cuci dan mesin AC, harganya sama untuk semua ukuran, yakni 2000 yen. Pembayaran ini sebenarnya untuk membeli stiker/seal (official mark) yang dijual pada banyak toko seperti "Kombini" (convenience store). Karena setelah proses selesai, barang yang akan dibuang tersebut harus ditempeli stiker yang telah diisi nama dan nomor register pembuangan lebih dulu sebelum diambil oleh petugas. Contoh stikernya dapat dilihat pada gambar 10.
Cara kedua adalah membawa sendiri sampah besarnya ke tempat fasilitas pembuangan sampah besar yang disebut Shigenka Center atau Gomi Centa pada jam kerja. Pada cara kedua ini pembuang barang tidak perlu membayar untuk berbagai item, namun khusus untuk TV, kulkas, freezer, mesin cuci, mesin AC, dan komputer tidak diterima atau tetap harus membayar yang besarnya sama dengan metode door-to-door collection. Satu hal lagi, pembuang barang besar ini haruslah penduduk kota itu, artinya sampah dari penduduk kota lain tidak akan diterima. Khusus untuk personal komputer (PC), sampahnya tidak diterima oleh Shigenka Center tetapi diterima oleh berbagai perusahaan/pabrik komputer untuk didaur ulang. Sudah tentu wajib membayar juga dan punya cara/aturan tersendiri. Sebagai misal, membuang satu unit PC wajib membayar rata-rata sebesar 3150 yen (235-270 ribu rupiah).
Di samping ketujuh kategori yang telah dipaparkan dalam rangkaian tulisan ini, sebenarnya ada satu lagi kategori sampah namun ini tidak dikelola oleh pemerintah kota. Kelompok sampah ini disebut "barang-barang yang sulit dibuang/diproses" (difficult to dispose of items) kecuali oleh perusahaan swasta/pembuat atau dealer-nya sendiri. Barang-barang itu antara lain: sepeda motor, mobil, perahu, jet ski, bahan-bahan kimia, cat, kerosene, oli bekas, bahan beracun mematikan, alat pemadam kebakaran, piano, ban, dan accu (lihat Gambar 11). Teknis pembuangannya adalah harus menghubungi toko atau dealer tempat membeli barang tersebut atau yang melayani pembuangannya. Dan untuk barang besar sudah tentu juga wajib membayar, seperti contohnya penulis pernah punya pengalaman membuang Okina Kuruma (大きな車) atau mobil besar seukuran mobil Kijang di Indonesia, dikenai kewajiban membayar 20.000 yen atau 1,5-1,7 juta rupiah.
Begitulah kira-kira mereka mengatur pemisahan sampah dan cara pembuangannya sejak awal pengelolaannya. Hampir semua item dari A sampai Z sudah disebutkan dan diklasifikasikan dalam daftar yang dibukukan lengkap dengan petunjuk pembuangannya. Seperti telah disebut sebelumnya, selain buku berisi daftar jenis sampah dan petunjuknya ini, pemerintah kota juga selalu mengeluarkan poster dan kalender khusus yang mengatur semua jadwal pembuangan sampah setiap setahunnya. Paket berupa buku, poster dan kalender ini dibagikan kepada seluruh warga untuk memudahkan warga kota mengingat berbagai jenis dan jadwal pembuangan sampahnya.
Kalau Indonesia memang tidak bisa atau terlalu jauh untuk dibandingkan, karena semuanya masih dijadikan sampah urug (Land-fill Waste). Secara teoritis adalah Sanitary Land-fill, namun cara kuno ini pun hampir tidak ada yang berjalan dengan baik. Lebih dari itu, warga pun bisa membuang sampah kapan saja. Masih lebih baik kalau membuang sampahnya itu di tempat yang benar atau pada tempat yang disediakan, banyak yang masih di mana saja dan sering pula di sungai-sungai yang mengalir dalam kota. Wajar saja tidak satu pun sungai di dalam kota yang bersih airnya dan bahkan menimbulkan bau tak sedap.
Itu baru kekeliruan proses pembuangannya karena belum adanya kesadaran dan kejelasan pengaturannya, belum lagi kelemahan dari proses pengolahannya. Di negeri kita, kenyataan sebenarnya yang terjadi bukanlah mengolah sampah, namun hanya "mengangkut" atau "menimbun" sampah karena sampah-sampah itu hanya dibawa dan ditumpuk dari tempat-tempat pembuangan sementara (TPS) di kota ke tempat pembuangan akhir (TPA). Akibatnya, sampah dengan segala jenisnya yang bercampur itu menumpuk berpuluh-puluh meter ketinggiannya hingga mengundang bahaya tersendiri. Lebih parahnya lagi, soal "mengangkutnya" saja, selain selalu tertunda berhari-hari, juga tidak pernah bisa terangkut semuanya. Wajar saja sampah menjadi pemandangan biasa yang menghiasi wajah kota-kota kita setiap hari. Dengan kenyataan ini, jelaslah banyak sekali titik-titik yang mesti segera dibenahi.
Kembali pada bahasan pemisahan sampah di Jepang, sebagai tambahan dan sekaligus penutup, bagaimana kalau ada di antara mereka yang ketahuan seenaknya melanggar aturan pembuangan sampah ini? Biasanya pelanggaran itu memang masih terjadi dalam beberapa kasus khususnya pada Okina Gomi (sampah besar/Bulky Waste) oleh sebab pelakunya ingin menghindar dari kewajiban membayar saat membuangnya. Dalam peraturan pemerintah kota disebutkan, bagi siapa saja yang membuang sampah sembarangan tanpa izin/secara liar, dapat dikenai pasal telah melakukan kejahatan lingkungan (environmental crime) dan dapat dijebloskan ke penjara dengan masa kurungan hingga 5 tahun serta denda 10 juta yen (sekitar 750-850 juta rupiah). Nah!
Bambang Setia Budi, Pengkaji Tata Kota pada Institute for Science and Technology Studies (ISTECS) Chapter Jepang dan Dosen pada Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (ITB)