spirit
Mod
Relationship
Mempertahankan atau melepaskan nama gadis setelah menikah menjadi pilihan sulit bagi perempuan yang telah menikah. Dilansir dari Wall Street Journal, para perempuan cenderung menggunakan nama suaminya. Namun hal ini pun menimbulkan banyak debat dan kebingungan sendiri bagi kaum hawa.
Sebuah studi yang diteliti selama 35 tahun dan dipublikasikan pada 2009 silam dalam jurnal Social Behavior and Personality seperti dikutip dari ghiboo menyatakan, banyak perempuan di tahun 1990-an mempertahankan nama gadisnya setelah menikah. Ini meningkat hingga sebanyak 23 persen perempuan. Hal tersebut menurun secara berkala menjadi 18 persen pada 2000-an.
Keputusan mana yang dipilih bukan berdasarkan pada faktor politik ataupun religius, seperti yang selama ini dipikirkan. Faktor penentu utama adalah pendidikan. Penelitian menunjukkan, perempuan berpendidikan tinggi yang memiliki penghasilan besar lebih banyak yang tetap menggunakan nama gadis mereka. Umur pun menentukan. Berdasarkan penelitian pada 2010 di sebuah jurnal berjudul 'Names: A Journal of Onomastics' menyebutkan, perempuan yang menikah di usia 35-39 tahun akan 6,4 kali lebih mempertahankan nama gadis masing-masing, dibanding mereka yang berusia 20-24.
Perempuan yang tetap memakai nama gadisnya dijadikan stereotip bagi banyak orang untuk menggambarkan perempuan tersebut sebagai pencari nafkah yang lebih baik dibanding suaminya di dalam keluarga. Kemampuannya dianggap mumpuni.
Sebuah penelitian Belanda yang dipublikasikan tahun lalu dalam jurnal Basic and Applied Social Psychology mengerahkan 90 siswa menilai perempuan-perempuan yang hadir dalam sebuah pesta. Semua dikaitkan dengan keputusan sang perempuan menggunakan nama suaminya atau tidak. Dikatakan, mereka yang memakai nama suami, adalah perempuan yang lebih perhatian, penyayang, ketergantungan, dan emosional. Sementara itu, perempuan yang mempertahankan nama gadisnya cenderung lebih pintar dan lebih ambisius.
Disebutkan juga, bahwa perempuan dengan nama gadisnya akan lebih banyak dipekerjakan dan diberikan gaji 40 persen lebih banyak dibanding mereka yang memilih menggunakan nama suaminya.
Sementara itu, banyak juga perempuan Amerika yang memutuskan untuk tetap mempertahankan nama gadisnya dengan mulai menggunakan nama sang suami. Hal ini membingungkan para klien mereka, rekan bisnis, teman, dan orang-orang di sekitarnya. Teman-teman kuliah mengenalnya dengan nama gadis, sedang rekan bisnis hanya mengenalnya sebagai nyonya A, misal.
Bagaimana dengan Anda sendiri? Akankah Anda melepaskan nama gadis Anda kelak?
Mempertahankan atau melepaskan nama gadis setelah menikah menjadi pilihan sulit bagi perempuan yang telah menikah. Dilansir dari Wall Street Journal, para perempuan cenderung menggunakan nama suaminya. Namun hal ini pun menimbulkan banyak debat dan kebingungan sendiri bagi kaum hawa.
Sebuah studi yang diteliti selama 35 tahun dan dipublikasikan pada 2009 silam dalam jurnal Social Behavior and Personality seperti dikutip dari ghiboo menyatakan, banyak perempuan di tahun 1990-an mempertahankan nama gadisnya setelah menikah. Ini meningkat hingga sebanyak 23 persen perempuan. Hal tersebut menurun secara berkala menjadi 18 persen pada 2000-an.
Keputusan mana yang dipilih bukan berdasarkan pada faktor politik ataupun religius, seperti yang selama ini dipikirkan. Faktor penentu utama adalah pendidikan. Penelitian menunjukkan, perempuan berpendidikan tinggi yang memiliki penghasilan besar lebih banyak yang tetap menggunakan nama gadis mereka. Umur pun menentukan. Berdasarkan penelitian pada 2010 di sebuah jurnal berjudul 'Names: A Journal of Onomastics' menyebutkan, perempuan yang menikah di usia 35-39 tahun akan 6,4 kali lebih mempertahankan nama gadis masing-masing, dibanding mereka yang berusia 20-24.
Perempuan yang tetap memakai nama gadisnya dijadikan stereotip bagi banyak orang untuk menggambarkan perempuan tersebut sebagai pencari nafkah yang lebih baik dibanding suaminya di dalam keluarga. Kemampuannya dianggap mumpuni.
Sebuah penelitian Belanda yang dipublikasikan tahun lalu dalam jurnal Basic and Applied Social Psychology mengerahkan 90 siswa menilai perempuan-perempuan yang hadir dalam sebuah pesta. Semua dikaitkan dengan keputusan sang perempuan menggunakan nama suaminya atau tidak. Dikatakan, mereka yang memakai nama suami, adalah perempuan yang lebih perhatian, penyayang, ketergantungan, dan emosional. Sementara itu, perempuan yang mempertahankan nama gadisnya cenderung lebih pintar dan lebih ambisius.
Disebutkan juga, bahwa perempuan dengan nama gadisnya akan lebih banyak dipekerjakan dan diberikan gaji 40 persen lebih banyak dibanding mereka yang memilih menggunakan nama suaminya.
Sementara itu, banyak juga perempuan Amerika yang memutuskan untuk tetap mempertahankan nama gadisnya dengan mulai menggunakan nama sang suami. Hal ini membingungkan para klien mereka, rekan bisnis, teman, dan orang-orang di sekitarnya. Teman-teman kuliah mengenalnya dengan nama gadis, sedang rekan bisnis hanya mengenalnya sebagai nyonya A, misal.
Bagaimana dengan Anda sendiri? Akankah Anda melepaskan nama gadis Anda kelak?