nurcahyo
New member
Menatap Industri Cupang di Thailand
Oleh trubus
Keesokan hari, memakai mobil Ford milik Jesda, mereka memulai perjalanan ke beberapa farm cupang. ?Pertama kita ke Rayong. Di sana banyak peternak cupang berkumpul,? ucap Jesda. Mobil melaju cepat meninggalkan Bangkok menuju Rayong, di sebelah timur Thailand. Perjalanan yang berjarak 185 km dari kota Bangkok itu menempuh waktu 3 - 4 jam. Perjalanan itu tidak membosankan karena melewati beberapa tempat wisata yang menarik seperti pesisir pantai Sai Thong, Payoon, dan Pala.
Pemandangan indah itu tiba-tiba berbalik 180o saat kendaraan memasuki Amphur Muang, Rayong, Thailand. Mobil melaju di atas tanah berlubang dan penuh batu. Semak belukar dan alang-alang tampak tumbuh lebat di kiri dan kanan jalan. Namun, siapa sangka di sanalah halfmoon dan plakat berkualitas dunia dihasilkan.
Rayong
Adalah Suporn Khumhom yang mengubah wajah daerah tandus itu sehingga menjadi tersohor. Cupang ternakan Suporn acap menjuarai kontes cupang internasional seperti Aquarama di Singapura dan Aquaria di Cina. Kontes cupang di Indonesia pun tak luput dari cengkeraman halfmoon milik Suporn. ?Semua hobiis cupang dunia seperti Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, dan Indonesia berburu ke sini,? kata Jesda.
Cara Suporn menangkarkan cupang, memang berbeda dengan peternak di tanahair. Di belakang rumah seluas 200 - 500 m2 tampak 80 -100 kolam semen dinaungi net setinggi 2, 5 -3 m. Setiap kolam dirancang khusus berbentuk silinder berdiameter 1 m dengan kedalaman 40 cm. Setiap kolam dapat diisi 100 -200 ekor. ?Cara ini lebih murah dan mudah. Satu kolam hanya butuh modal 200 bath (setara Rp50. 000,red),? ujar pria yang selalu bernampilan necis itu.
Pengurasan kolam dilakukan seminggu sekali. Pakan cuk dan pelet diberikan 2 kali sehari, pagi dan sore. Agar warna ngejreng, pemilik Blue Betta Farm itu memakai daun ketapang lebih banyak, sekitar 5 - 10 lembar/kolam. Dengan cara itu ratusan halfmoon dan plakat kualitas tinggi diborong hobiis mancanegara dengan harga US$30 -US$50/ekor.
Usai mengunjungi farm Suporn, Hermanus meluncur ke kediaman Tapong, juga di Rayong. Nama Tapong terkenal sebagai pencetak plakat warna solid seperti biru, hijau, merah. Demikian pula warna copper dan blue mask. ?Plakat ternakan Tapong berwarna lebih terang dan bertubuh kekar. Ia sangat ketat menyeleksi indukan,? ujar Hermanus.
Peternak kawakan itu memanfaatkan lahan luas untuk mencetak plakat unggul. Tidak tanggung-tanggung, Tapong membangun 100 -150 kolam semen di lahan 1. 000 -1. 500 m2. Kolam semen dipakai lantaran mampu menjaga suhu di kisaran 23 -24oC. Untuk menjaga suhu ideal saat siang yang mencapai 28 -30oC, Tapong menggunakan net 75%. ?Hampir semua peternak cupang di Rayong menggunakan cara seperti ini,? kata Tapong.
Selama 1 -2 jam di tempat Tapong, Hermanus melanjutkan kunjungan ke Ploy Betta, Inter Betta, dan Bang Leang Betta. Ketiga farm itu lokasinya tak jauh dari Tapong. Setiap farm cupang di Thailand memiliki spesialisasi. Sanya, pemilik Inter Betta Farm misalnya, hanya fokus mengembangkan plakat gold. Ploy, ahli mencetak halfmoon copper. Yang lain seperti Bang Leang piawai mencetak warna gold pada halfmoon dan plakat. Kondisi itu membuat negeri tak terjajah itu dikenal sebagai pencetak strain baru berkualitas dalam waktu relatif singkat.
Industri raksasa
Tak hanya daerah Rayong yang didatangi Hermanus. Hari berikutnya giliran Nakhon Pathom yang terletak di sebelah Barat kota Bangkok, Thailand, disambangi. ?Nakhon Pathom terkenal kawasan pencetak cupang skala raksasa,? ucap Jesda.
Setelah sejam menempuh perjalanan dari Bangkok Marriot Resort &Spa Hotel, Bangkok, Hermanus tiba di kawasan yang berjuluk ?Kawasan Satu Juta Cupang?. Julukan itu disematkan lantaran dalam waktu 3 - 4 bulan puluhan peternak di Nakhon Pathom bisa menghasilkan 1-juta cupang. Pemandangan itu bukan omong kosong belaka. Setiap rumah di sepanjang jalan tampak berisi jajaran akuarium dan kolam cupang. Hebatnya, luas lahan beternak berukuran 100 kali lipat luas rumah.
Di sana Nakhun, setiap bulan menghasilkan 10.000 -15.000 halfmoon dan plakat. Di farm seluas hampir 1 ha, ayah 2 putra itu mendirikan 3 bangunan masing-masing berukuran 200 -300 m2. Uniknya, semua cupang dipelihara dalam 10.000 -15.000 botol bekas minuman anggur yang disusun rapat. ?Kita bisa jalan di atas botol itu tanpa pecah,? kata Hermanus kagum.
Untuk merawat belasan ribu cupang, Nakhun menggunakan kotak kayu sederhana sepanjang 1 -1,2 m untuk mengganti air. Di kotak itu, 15 -20 botol cupang dapat ditaruh sekaligus. Dengan sekali membalikkan kotak, semua air terbuang. Untuk mengisi ulang botol, dipakai pipa besi sepanjang 30 -40 cm yang tersambung selang. Pipa itu dibuat 6 lubang. Jarak antarlubang disesuaikan dengan mulut antarbotol. ?Praktis, cepat, dan murah,? kata Hermanus.
Untuk mengirim cupang, kelahiran Thailand 35 tahun silam itu menggunakan pengemasan berbeda. Lazimnya peternak di tanahair menggunakan plastik biasa. Nah, Nakhun menaruh cupang di dalam tabung plastik berdiameter 5 -10 cm. Tabung itu kemudian disusun rapi di dalam boks styrofoam berukuran 1 m x 0,6 m x 0,4 m. Dengan teknik itu, ia mampu mengirim 300 -400 cupang/boks.
Sang surya telah kembali ke peraduan saat Hermanus mengakhiri kunjungan. Kepuasan melongok farm cupang terkenal di Thailand tampak memancar dari raut wajahnya. Kebahagiannya kian lengkap tatkala menikmati lezatnya salah satu masakan khas Thailand, tom yam kung, sambil berlayar di atas Sungai Rayong dan membayangkan liukan cupang
Oleh trubus
Keesokan hari, memakai mobil Ford milik Jesda, mereka memulai perjalanan ke beberapa farm cupang. ?Pertama kita ke Rayong. Di sana banyak peternak cupang berkumpul,? ucap Jesda. Mobil melaju cepat meninggalkan Bangkok menuju Rayong, di sebelah timur Thailand. Perjalanan yang berjarak 185 km dari kota Bangkok itu menempuh waktu 3 - 4 jam. Perjalanan itu tidak membosankan karena melewati beberapa tempat wisata yang menarik seperti pesisir pantai Sai Thong, Payoon, dan Pala.
Pemandangan indah itu tiba-tiba berbalik 180o saat kendaraan memasuki Amphur Muang, Rayong, Thailand. Mobil melaju di atas tanah berlubang dan penuh batu. Semak belukar dan alang-alang tampak tumbuh lebat di kiri dan kanan jalan. Namun, siapa sangka di sanalah halfmoon dan plakat berkualitas dunia dihasilkan.
Rayong
Adalah Suporn Khumhom yang mengubah wajah daerah tandus itu sehingga menjadi tersohor. Cupang ternakan Suporn acap menjuarai kontes cupang internasional seperti Aquarama di Singapura dan Aquaria di Cina. Kontes cupang di Indonesia pun tak luput dari cengkeraman halfmoon milik Suporn. ?Semua hobiis cupang dunia seperti Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, dan Indonesia berburu ke sini,? kata Jesda.
Cara Suporn menangkarkan cupang, memang berbeda dengan peternak di tanahair. Di belakang rumah seluas 200 - 500 m2 tampak 80 -100 kolam semen dinaungi net setinggi 2, 5 -3 m. Setiap kolam dirancang khusus berbentuk silinder berdiameter 1 m dengan kedalaman 40 cm. Setiap kolam dapat diisi 100 -200 ekor. ?Cara ini lebih murah dan mudah. Satu kolam hanya butuh modal 200 bath (setara Rp50. 000,red),? ujar pria yang selalu bernampilan necis itu.
Pengurasan kolam dilakukan seminggu sekali. Pakan cuk dan pelet diberikan 2 kali sehari, pagi dan sore. Agar warna ngejreng, pemilik Blue Betta Farm itu memakai daun ketapang lebih banyak, sekitar 5 - 10 lembar/kolam. Dengan cara itu ratusan halfmoon dan plakat kualitas tinggi diborong hobiis mancanegara dengan harga US$30 -US$50/ekor.
Usai mengunjungi farm Suporn, Hermanus meluncur ke kediaman Tapong, juga di Rayong. Nama Tapong terkenal sebagai pencetak plakat warna solid seperti biru, hijau, merah. Demikian pula warna copper dan blue mask. ?Plakat ternakan Tapong berwarna lebih terang dan bertubuh kekar. Ia sangat ketat menyeleksi indukan,? ujar Hermanus.
Peternak kawakan itu memanfaatkan lahan luas untuk mencetak plakat unggul. Tidak tanggung-tanggung, Tapong membangun 100 -150 kolam semen di lahan 1. 000 -1. 500 m2. Kolam semen dipakai lantaran mampu menjaga suhu di kisaran 23 -24oC. Untuk menjaga suhu ideal saat siang yang mencapai 28 -30oC, Tapong menggunakan net 75%. ?Hampir semua peternak cupang di Rayong menggunakan cara seperti ini,? kata Tapong.
Selama 1 -2 jam di tempat Tapong, Hermanus melanjutkan kunjungan ke Ploy Betta, Inter Betta, dan Bang Leang Betta. Ketiga farm itu lokasinya tak jauh dari Tapong. Setiap farm cupang di Thailand memiliki spesialisasi. Sanya, pemilik Inter Betta Farm misalnya, hanya fokus mengembangkan plakat gold. Ploy, ahli mencetak halfmoon copper. Yang lain seperti Bang Leang piawai mencetak warna gold pada halfmoon dan plakat. Kondisi itu membuat negeri tak terjajah itu dikenal sebagai pencetak strain baru berkualitas dalam waktu relatif singkat.
Industri raksasa
Tak hanya daerah Rayong yang didatangi Hermanus. Hari berikutnya giliran Nakhon Pathom yang terletak di sebelah Barat kota Bangkok, Thailand, disambangi. ?Nakhon Pathom terkenal kawasan pencetak cupang skala raksasa,? ucap Jesda.
Setelah sejam menempuh perjalanan dari Bangkok Marriot Resort &Spa Hotel, Bangkok, Hermanus tiba di kawasan yang berjuluk ?Kawasan Satu Juta Cupang?. Julukan itu disematkan lantaran dalam waktu 3 - 4 bulan puluhan peternak di Nakhon Pathom bisa menghasilkan 1-juta cupang. Pemandangan itu bukan omong kosong belaka. Setiap rumah di sepanjang jalan tampak berisi jajaran akuarium dan kolam cupang. Hebatnya, luas lahan beternak berukuran 100 kali lipat luas rumah.
Di sana Nakhun, setiap bulan menghasilkan 10.000 -15.000 halfmoon dan plakat. Di farm seluas hampir 1 ha, ayah 2 putra itu mendirikan 3 bangunan masing-masing berukuran 200 -300 m2. Uniknya, semua cupang dipelihara dalam 10.000 -15.000 botol bekas minuman anggur yang disusun rapat. ?Kita bisa jalan di atas botol itu tanpa pecah,? kata Hermanus kagum.
Untuk merawat belasan ribu cupang, Nakhun menggunakan kotak kayu sederhana sepanjang 1 -1,2 m untuk mengganti air. Di kotak itu, 15 -20 botol cupang dapat ditaruh sekaligus. Dengan sekali membalikkan kotak, semua air terbuang. Untuk mengisi ulang botol, dipakai pipa besi sepanjang 30 -40 cm yang tersambung selang. Pipa itu dibuat 6 lubang. Jarak antarlubang disesuaikan dengan mulut antarbotol. ?Praktis, cepat, dan murah,? kata Hermanus.
Untuk mengirim cupang, kelahiran Thailand 35 tahun silam itu menggunakan pengemasan berbeda. Lazimnya peternak di tanahair menggunakan plastik biasa. Nah, Nakhun menaruh cupang di dalam tabung plastik berdiameter 5 -10 cm. Tabung itu kemudian disusun rapi di dalam boks styrofoam berukuran 1 m x 0,6 m x 0,4 m. Dengan teknik itu, ia mampu mengirim 300 -400 cupang/boks.
Sang surya telah kembali ke peraduan saat Hermanus mengakhiri kunjungan. Kepuasan melongok farm cupang terkenal di Thailand tampak memancar dari raut wajahnya. Kebahagiannya kian lengkap tatkala menikmati lezatnya salah satu masakan khas Thailand, tom yam kung, sambil berlayar di atas Sungai Rayong dan membayangkan liukan cupang