agen_pale
New member
Kurikulum 2006, atau yang dikenal dengan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menarik) menuntut guru menyajikan pembelajaran yang menyenangkan. Guru, diposisikan sebagai orang sangat menentukan kesuksesan siswa. Hal ini, dikarenakan guru dipercaya dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan.
Namun demikian, hal tersebut baru dapat terlaksana manakala guru telah memosisikan dirinya lebih dari sekadar pemberi ilmu pengetahuan, tetapi sebagai rekan belajar, model, pembimbing, fasilitator, bahkan penggubah kesuksesan siswa. Hal itu, akan mudah terlaksana sebab pada dasarnya semua anak didik ingin berhasil dalam belajarnya dan dia pun punya keyakinan bahwa ia dapat berhasil serta akan berhasil.
Pernyataan itu, sedikit banyak memberikan inner power bagi seorang guru. Di tengah suka dan duka menunaikan amanah sebagai seorang pendidik, pernyataan tersebut telah memberikan angin segar, walaupun dalam hati kecil kadang bergejolak satu pertanyaan sekaligus keragu-raguan, bagaimana menjadi seorang guru yang aktif, kreatif, efektif, dan menarik dalam proses pembelajaran?
Apa pun jawabannya, seorang guru harus memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Percaya diri merupakan satu keharusan bagi setiap orang. Seperti yang pernah dikatakan Bandura (1988) bahwa keyakinan seseorang akan kemampuan dirinya, sangat berpengaruh pada kemampuan itu sendiri. Keyakinan seorang guru terhadap tugas yang diembannya adalah sesuatu yang mesti.
Langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengubah persepsi kita terhadap anak didik, maka segalanya akan berubah. Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka.
Tampak di sini adalah peran emosi yang begitu dominan. Hal ini, dapat dimafhumi sebab peran emosi sangat menentukan dalam proses pembelajaran. Antara emosi, memori jangka panjang, dan belajar, merupakan tiga hal yang tidak dapat dipisahkan.
Melaksanakan prosesi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menarik, sekilas terkesan gampang-gampang susah. Akan tetapi, walau bagaimanapun harus dilaksanakan. Mengapa? Karena, guru dituntut mencari tahu bagaimana seharusnya anak didik itu tetap belajar, dalam keadaan yang menggairahkan. Maka, apabila ada kegagalan anak didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama dengan anak didik.
Proses mendampingi anak didik adalah proses belajar, karena sekolah merupakan medan belajar, baik untuk guru maupun anak didik. Guru harus terpanggil untuk bersedia belajar bagaimana mendampingi atau mengajar dengan baik dan menyenangkan. Sebaliknya, peserta didik terpanggil untuk menemukan cara belajar yang tepat. Sebab menurut dia, guru profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu bahwa dirinya adalah pribadi yang terpanggil untuk mendampingi peserta didik untuk atau dalam belajar.
Ingatlah! Medan belajar adalah medan yang menyenangkan, bukan tempat “penyiksaan” atau mengancam. Oleh karena itu, yang harus terlibat dalam medan belajar adalah hati. Jadi, perkara belajar adalah perkara hati dan budi.
Kerangka yang dapat dibangun dalam menyajikan situasi belajar yang aktif, kreatif dan menyenangkan, salah satunya dengan pola TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan).
Pertama, tumbuhkan, artinya mampu menyertakan dan memikat siswa dalam situasi khidmatnya belajar. Kedua, alami, artinya berilah pengalaman belajar kepada siswa sehingga tidak terjadi verbalisme. Ketiga, namai, yakni menamai suatu istilah saat minat memuncak. Keempat, demonstrasikan, maksudnya upaya pengaitan pengalaman dengan data dan kemudian dihayati. Kelima, ulangi dengan fungsi sebagai penguatan dan upaya merekatkan satu gambaran dalam suatu pembelajaran. Keenam, rayakan, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan.
Dengan metode tersebut, diharapkan lambat laun akan membawa perubahan dalam kegiatan belajar. Kekurangan demi kekurangan akan semakin terhindarkan. Proses belajar menjadi sistematis dan menyenangkan, karena akan tercipta ide-ide baru.
Perubahan tersebut dapat diwujudkan melalui upaya perbaikan karakter pada diri kita, yakni jadilah guru yang antusias, berwibawa, selalu menetapkan, dan memelihara harapan tinggi, positif thinking, supel, humoris, luwes, melihat siswa secara positif, menarik dan tertarik, spontan, fasih dan terbuka. Dengan begitu, maka secara tidak langsung kita telah meratapkan paradigma PAKEM. ***
sumber : dokumentssdi pribadi, dikumpulkan dari berbagai sumber
Namun demikian, hal tersebut baru dapat terlaksana manakala guru telah memosisikan dirinya lebih dari sekadar pemberi ilmu pengetahuan, tetapi sebagai rekan belajar, model, pembimbing, fasilitator, bahkan penggubah kesuksesan siswa. Hal itu, akan mudah terlaksana sebab pada dasarnya semua anak didik ingin berhasil dalam belajarnya dan dia pun punya keyakinan bahwa ia dapat berhasil serta akan berhasil.
Pernyataan itu, sedikit banyak memberikan inner power bagi seorang guru. Di tengah suka dan duka menunaikan amanah sebagai seorang pendidik, pernyataan tersebut telah memberikan angin segar, walaupun dalam hati kecil kadang bergejolak satu pertanyaan sekaligus keragu-raguan, bagaimana menjadi seorang guru yang aktif, kreatif, efektif, dan menarik dalam proses pembelajaran?
Apa pun jawabannya, seorang guru harus memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Percaya diri merupakan satu keharusan bagi setiap orang. Seperti yang pernah dikatakan Bandura (1988) bahwa keyakinan seseorang akan kemampuan dirinya, sangat berpengaruh pada kemampuan itu sendiri. Keyakinan seorang guru terhadap tugas yang diembannya adalah sesuatu yang mesti.
Langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengubah persepsi kita terhadap anak didik, maka segalanya akan berubah. Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka.
Tampak di sini adalah peran emosi yang begitu dominan. Hal ini, dapat dimafhumi sebab peran emosi sangat menentukan dalam proses pembelajaran. Antara emosi, memori jangka panjang, dan belajar, merupakan tiga hal yang tidak dapat dipisahkan.
Melaksanakan prosesi pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menarik, sekilas terkesan gampang-gampang susah. Akan tetapi, walau bagaimanapun harus dilaksanakan. Mengapa? Karena, guru dituntut mencari tahu bagaimana seharusnya anak didik itu tetap belajar, dalam keadaan yang menggairahkan. Maka, apabila ada kegagalan anak didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama dengan anak didik.
Proses mendampingi anak didik adalah proses belajar, karena sekolah merupakan medan belajar, baik untuk guru maupun anak didik. Guru harus terpanggil untuk bersedia belajar bagaimana mendampingi atau mengajar dengan baik dan menyenangkan. Sebaliknya, peserta didik terpanggil untuk menemukan cara belajar yang tepat. Sebab menurut dia, guru profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu bahwa dirinya adalah pribadi yang terpanggil untuk mendampingi peserta didik untuk atau dalam belajar.
Ingatlah! Medan belajar adalah medan yang menyenangkan, bukan tempat “penyiksaan” atau mengancam. Oleh karena itu, yang harus terlibat dalam medan belajar adalah hati. Jadi, perkara belajar adalah perkara hati dan budi.
Kerangka yang dapat dibangun dalam menyajikan situasi belajar yang aktif, kreatif dan menyenangkan, salah satunya dengan pola TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan).
Pertama, tumbuhkan, artinya mampu menyertakan dan memikat siswa dalam situasi khidmatnya belajar. Kedua, alami, artinya berilah pengalaman belajar kepada siswa sehingga tidak terjadi verbalisme. Ketiga, namai, yakni menamai suatu istilah saat minat memuncak. Keempat, demonstrasikan, maksudnya upaya pengaitan pengalaman dengan data dan kemudian dihayati. Kelima, ulangi dengan fungsi sebagai penguatan dan upaya merekatkan satu gambaran dalam suatu pembelajaran. Keenam, rayakan, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan.
Dengan metode tersebut, diharapkan lambat laun akan membawa perubahan dalam kegiatan belajar. Kekurangan demi kekurangan akan semakin terhindarkan. Proses belajar menjadi sistematis dan menyenangkan, karena akan tercipta ide-ide baru.
Perubahan tersebut dapat diwujudkan melalui upaya perbaikan karakter pada diri kita, yakni jadilah guru yang antusias, berwibawa, selalu menetapkan, dan memelihara harapan tinggi, positif thinking, supel, humoris, luwes, melihat siswa secara positif, menarik dan tertarik, spontan, fasih dan terbuka. Dengan begitu, maka secara tidak langsung kita telah meratapkan paradigma PAKEM. ***
sumber : dokumentssdi pribadi, dikumpulkan dari berbagai sumber