rahwana
New member
Dalam sebuah majalah komunitas agama saya membaca sebuah kesaksian tentang seorang cewek yang hamil diluar nikah. Dia merasa pacarnya baik dan bertanggung jawab sehingga bersedia untuk berhubungan seks dan hamil. Sayangnya, kegembiraannya karena hamil tidak disambut positif oleh sang pacar yang ternyata meminta dia menggugurkan kandungan. Ironisnya lagi, sang cowok kemudian memilih untuk menikah dengan cewek yang dijodohkan oleh orang tua si cowok.
Dalam kepanikannya, sang cewek mendapat kabar bahwa ada sebuah panti di Jakarta yang bersedia melindungi wanita2 yang hamil diluar nikah seperti dia. Namun salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah surat izin orang tua. Ketika orang tuanya dengar anaknya hamil, si orang tua marah besar. Dan mereka meminta setelah anak itu lahir, anak itu 'dibuang' atau dititipkan pada orang lain sehingga 'seakan2' aib itu hilang. Dan si cewek setuju.
Setelah dia masuk ke Panti tersebut, para suster menerima dia dengan penuh kasih sayang, dan melindungi dia dan janinnya dengan penuh perhatian. Rasa sayang yang ditunjukkan oleh para suster dan penguatan iman yang diberikan selama di panti itu akhirnya lambat laun menciptakan rasa cinta kepada sang janin. Dan si cewek akhirnya mulai merasakan naluri kehidupan seorang ibu untuk melindungi anaknya.
Dan akhirnya, sampai anak itu lahir, sang cewek tidak mau membuang anaknya. Dia siap untuk menjadi orang tua tunggal untuk anaknya. Dia tidak peduli gunjingan masyarakat atas status kehidupannya dan anaknya, namun dia lebih peduli karena dia telah menjaga satu nyawa yang dititipkan Tuhan kepadanya dan dia merasa telah berbuat benar dengan lebih mencintai kehidupan yang diberikan Tuhan kepadanya.
--------------------
Ternyata memang masyarakat kita lebih sering lebih peduli pada status sosial dibanding menghargai pemberian Tuhan kepada kita. Segelap apapun kehidupan masa lalu kita, tidak sepantasnya kita menambah gelapnya masa itu dengan memikirkan norma2 masyarakat yang tidak mentaati hukum cinta kasih dari Tuhan yang memberi kita hidup karena cintanya.
Dalam kepanikannya, sang cewek mendapat kabar bahwa ada sebuah panti di Jakarta yang bersedia melindungi wanita2 yang hamil diluar nikah seperti dia. Namun salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah surat izin orang tua. Ketika orang tuanya dengar anaknya hamil, si orang tua marah besar. Dan mereka meminta setelah anak itu lahir, anak itu 'dibuang' atau dititipkan pada orang lain sehingga 'seakan2' aib itu hilang. Dan si cewek setuju.
Setelah dia masuk ke Panti tersebut, para suster menerima dia dengan penuh kasih sayang, dan melindungi dia dan janinnya dengan penuh perhatian. Rasa sayang yang ditunjukkan oleh para suster dan penguatan iman yang diberikan selama di panti itu akhirnya lambat laun menciptakan rasa cinta kepada sang janin. Dan si cewek akhirnya mulai merasakan naluri kehidupan seorang ibu untuk melindungi anaknya.
Dan akhirnya, sampai anak itu lahir, sang cewek tidak mau membuang anaknya. Dia siap untuk menjadi orang tua tunggal untuk anaknya. Dia tidak peduli gunjingan masyarakat atas status kehidupannya dan anaknya, namun dia lebih peduli karena dia telah menjaga satu nyawa yang dititipkan Tuhan kepadanya dan dia merasa telah berbuat benar dengan lebih mencintai kehidupan yang diberikan Tuhan kepadanya.
--------------------
Ternyata memang masyarakat kita lebih sering lebih peduli pada status sosial dibanding menghargai pemberian Tuhan kepada kita. Segelap apapun kehidupan masa lalu kita, tidak sepantasnya kita menambah gelapnya masa itu dengan memikirkan norma2 masyarakat yang tidak mentaati hukum cinta kasih dari Tuhan yang memberi kita hidup karena cintanya.