spirit
Mod
Bagi seorang sufi, Tuhan bukanlah konsep, karena itu memperdebatkan konsep
tentang Tuhan berdasar logika hanya akan melelahkan; bahkan menyesatkan.
Karena itu, Tuhan harus menjadi bagian pengalaman hidup nyata dan dapat
dijalankan dalam praktik hidup sehari-hari. Jika tidak ada kehidupan sama
sekali di luar Tuhan, maka kehidupan hanya ada dalam Tuhan sendiri. Ini
berarti dalam setiap kehidupan selalu ada Tuhan.
Kesadaran demikian, akan membangkitkan semangat untuk memelihara dan tidak
merusak kehidupan bersama. Jalan sufi adalah jalan menuju Ilahi, dengan
mulai dari dalam diri sendiri, karena keyakinan bahwa Tuhan ada dalam
dirinya, sehingga orang yang tahu dirinya, akan tahu tentang Tuhan-nya,
"man 'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu'.
Dalam praktik sufi, Tuhan adalah pengalaman hidup nyata, karena itu ke mana
saja arah mukamu menghadap, di sanalah wajah Tuhanmu menatap, "wa ainama
tuwallu wujuhakum fatsamma wajhullah". Seorang sufi sejati bukanlah mereka
yang mengelak dan lari dari tanggung jawab di dunia, tetapi seseorang yang
dapat menaklukkan dunia dengan menaklukkan egoismenya sendiri.
Dunia ini akan binasa, jika egoisme dibiarkan merajalela menguasainya, baik
yang berupa kekuasaan, kekayaan maupun kekuatan. Ancaman kerusakan dunia
dengan kekerasan dan peperangan, apalagi dengan persenjataan mutakhir, akan
melahirkan penderitaan dan luka kemanusiaan yang panjang.
Dalam praktik hidup sufi, egoisme harus ditaklukkan dan bila mungkin
ditekan ke titik nol, karena energi dan Nur Ilahi akan terserap dalam diri
manusia yang sudah terbebas dari kekuasaan egoisme dan hawa nafsu
destruktif. Mungkin kita perlu belajar dari dunia sufi guna keluar dari
krisis multi-dimensi yang mengancam eksistensi manusia dan kehidupan di
dunia ini secara keseluruhan, agar Tuhan hadir secara nyata melalui kasih
dan rahmat-Nya merengkuh, menyelamatkan, dan memberi rasa damai bagi semua
yang hidup.
Pesan perdamaian dan resolusi konflik, baik sosial, politik, ekonomi,
budaya, dan agama yang melanda dunia modern, tidak mungkin jika egoisme
masih menguasai pribadi pemimpin bangsa, terutama yang terlibat konflik.
Egoisme membuat para pemimpin bertindak seperti tuhan-tuhan kecil, seakan
dapat menggenggam kebenaran mutlak dan menjadi kemutlakan, dan kehendaknya
harus diikuti, dijadikan rujukan dan menjadi ukuran kebenaran.
Pengalaman sufi menjalani hidup dalam Tuhan adalah kedamaian, keselamatan,
dan cinta kasih, tidak akan pernah menghalalkan kekerasan; jangankan
menumpahkan darah manusia, menebang pohon pun diharamkannya, karena pohon,
binatang, lautan, dan hutan adalah Tuhan, sebagai bentuk eksistensi-Nya,
sekaligus menyadari bahwa Tuhan bukanlah pohon, binatang, lautan, hutan,
apalagi karya cipta manusia.
tentang Tuhan berdasar logika hanya akan melelahkan; bahkan menyesatkan.
Karena itu, Tuhan harus menjadi bagian pengalaman hidup nyata dan dapat
dijalankan dalam praktik hidup sehari-hari. Jika tidak ada kehidupan sama
sekali di luar Tuhan, maka kehidupan hanya ada dalam Tuhan sendiri. Ini
berarti dalam setiap kehidupan selalu ada Tuhan.
Kesadaran demikian, akan membangkitkan semangat untuk memelihara dan tidak
merusak kehidupan bersama. Jalan sufi adalah jalan menuju Ilahi, dengan
mulai dari dalam diri sendiri, karena keyakinan bahwa Tuhan ada dalam
dirinya, sehingga orang yang tahu dirinya, akan tahu tentang Tuhan-nya,
"man 'arafa nafsahu faqad 'arafa Rabbahu'.
Dalam praktik sufi, Tuhan adalah pengalaman hidup nyata, karena itu ke mana
saja arah mukamu menghadap, di sanalah wajah Tuhanmu menatap, "wa ainama
tuwallu wujuhakum fatsamma wajhullah". Seorang sufi sejati bukanlah mereka
yang mengelak dan lari dari tanggung jawab di dunia, tetapi seseorang yang
dapat menaklukkan dunia dengan menaklukkan egoismenya sendiri.
Dunia ini akan binasa, jika egoisme dibiarkan merajalela menguasainya, baik
yang berupa kekuasaan, kekayaan maupun kekuatan. Ancaman kerusakan dunia
dengan kekerasan dan peperangan, apalagi dengan persenjataan mutakhir, akan
melahirkan penderitaan dan luka kemanusiaan yang panjang.
Dalam praktik hidup sufi, egoisme harus ditaklukkan dan bila mungkin
ditekan ke titik nol, karena energi dan Nur Ilahi akan terserap dalam diri
manusia yang sudah terbebas dari kekuasaan egoisme dan hawa nafsu
destruktif. Mungkin kita perlu belajar dari dunia sufi guna keluar dari
krisis multi-dimensi yang mengancam eksistensi manusia dan kehidupan di
dunia ini secara keseluruhan, agar Tuhan hadir secara nyata melalui kasih
dan rahmat-Nya merengkuh, menyelamatkan, dan memberi rasa damai bagi semua
yang hidup.
Pesan perdamaian dan resolusi konflik, baik sosial, politik, ekonomi,
budaya, dan agama yang melanda dunia modern, tidak mungkin jika egoisme
masih menguasai pribadi pemimpin bangsa, terutama yang terlibat konflik.
Egoisme membuat para pemimpin bertindak seperti tuhan-tuhan kecil, seakan
dapat menggenggam kebenaran mutlak dan menjadi kemutlakan, dan kehendaknya
harus diikuti, dijadikan rujukan dan menjadi ukuran kebenaran.
Pengalaman sufi menjalani hidup dalam Tuhan adalah kedamaian, keselamatan,
dan cinta kasih, tidak akan pernah menghalalkan kekerasan; jangankan
menumpahkan darah manusia, menebang pohon pun diharamkannya, karena pohon,
binatang, lautan, dan hutan adalah Tuhan, sebagai bentuk eksistensi-Nya,
sekaligus menyadari bahwa Tuhan bukanlah pohon, binatang, lautan, hutan,
apalagi karya cipta manusia.