Kalina
Moderator
Terguncang Gerbong, Ketua KNKT Pegangan Rak Bagasi
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengadakan rapat koordinasi dengan para menteri dan jajaran Dephub di Kereta Kepresidenan. Apa yang menarik dari rapat di bawah guncangan gerbong yang melaju dari Jakarta ke Jogja itu?
HENDROMASTO P., Jogja
ADA pemandangan berbeda di Stasiun Gambir, Jakarta, pagi kemarin. Stasiun yang saat Lebaran biasanya dipenuhi pemudik itu sepi penumpang. Para sopir taksi yang biasanya sibuk menawarkan jasa kepada penumpang yang baru turun dari kereta tak tampak.
Polisi dan petugas tramtib yang menjaga di sana juga terlihat lebih ketat daripada biasanya. Mereka tidak sendirian. Pasukan Pengawal Presiden (Paspampres) ikut berseliweran.
Beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu berdatangan. Mereka adalah Menteri Perhubungan Hatta Rajasa, Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto, Menteri BUMN Sugiharto, Menristek Kusmayanto Kadiman, Menteri PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris.
Selain mereka, tampak pejabat dari Departemen Perhubungan. Misalnya, Dirjen Perhubungan Darat Iskandar Abubakar, Dirjen Perkeretaapian Sumino Eko Saputro, Dirjen Perhubungan Udara Iksan Tatang, dan Dirjen Kelautan H. Hari Joki. Juga hadir Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi Setyo Rahardjo.
Beberapa direktur BUMN yang terkait dengan perhubungan juga hadir. Salah satunya Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI) Roni Waluyo. Acara pagi itu adalah rapat koordinasi dengan Wakil. Tempat rapat bukan di peron stasiun Gambir. Tapi, di atas Kereta Api Luar Biasa (KLB) atau biasa disebut Kereta Kepresidenan. Kereta ini khusus digunakan untuk presiden dan wakil presiden.
Tepat pukul 07.00 lokomotif dengan enam gerbong penumpang, satu gerbong restorasi, dan satu gerbong mesin pembangkit meninggalkan Gambir. Seperti halnya pengamanan di jalan dengan mobil, sebelum kereta meluncur, sebuah lokomotif khusus berangkat lebih dulu (dua kilometer di depan). Loko tanpa gerbong dengan dua serine berwarna biru itu berfungsi seperti kendaraan penyapu atau voorrijder.
Sebelum dipakai Wapres, kereta khusus itu disiapkan sejak beberapa hari lalu. Untuk membersihkan -dicuci dan digosok- rangkaian kereta, termasuk interior, butuh empat hari. Maklum, sejak Presiden SBY menggunakannya beberapa bulan lalu, kereta ini hanya parkir manis di depo KA Manggarai.
Sejak berangkat dari Gambir, pengamanan di kereta sangat ketat. Rangkaian gerbong yang diberi nama Nusantara, Bali, Toraja, K I, KE I, dan KE II dikawal penuh oleh 30 anggota Paspampres. Satu tim kawal pribadi Wapres berada di gerbong Bali, tempat Jusuf Kalla beristirahat, dan satu tim kawal khusus di gerbong Nusantara.
Tak cukup itu. Ada satu tim anti-sniper (penembak jitu) yang berjaga-jaga di gerbong KI yang berada di rangkaian paling buncit (belakang gerbong Nusantara). Anggota Paspampres juga tersebar di gerbong-gerbong lain.
Interior gerbong sama dengan kereta kelas eksekutif seperti Argo Anggrek dan variannya. Namun, khusus gerbong Bali dengan kapasitas 14 tempat duduk, kekhususan kereta kepresidenan terasa mencolok. Ruang itu dilengkapi sofa dengan busa super yang sangat empuk, ornamen ukiran, dan televisi layar datar ukuran 29 inci. Di tempat itu pula terdapat dua bilik (berukuran sama) tempat presiden dan wakil presiden beristirahat.
Tapi, kemarin fasilitas itu justru tak digunakan Kalla. Sejak kereta melaju meninggalkan Gambir, Kalla langsung menggelar rapat dengan jajaran Departemen Perhubungan dan para menteri. Rapat berlangsung di gerbong Nusantara.
Gerbong itu didesain secara khusus. Dua unit sofa berwarna merah maron dipasang dengan posisi berhadapan. Panjang sofa hampir mencapai separo gerbong. Kalla duduk bersama Fahmi Idris dan Kepala BPN Joyo Winoto di sofa kiri. Di depannya, duduk berjejer Hatta Rajasa, Joko Kirmanto, Sugiharto, dan Kusmayanto Kadiman.
Di ruangan yang tersisa di gerbong Nusantara, sederet kursi -sekitar 15 buah- tertata rapi menghadap ke dua deret sofa atau ke arah lokomotif. Satu unit kamera video dan proyektor berada di antara sofa dan deretan kursi paling depan. Sebuah TV layar datar 29 inci ditempatkan di ujung gerbong. Dari layar TV, tampak Hatta Rajasa dan jajarannya melakukan presentasi kepada Jusuf Kalla.
Dari kamera video di gerbong, rapat itu bisa ditangkap lewat TV layar datar 29 inci di gerbong Toraja. Gerbong berkapasitas 20 tempat duduk itu diisi pejabat eselon II Dephub. Lewat layar tersebut, para pejabat di gerbong Toraja bisa mengikuti rapat. Tentu dengan suasana yang lebih santai karena tak langsung bertatap muka dengan Wapres, para menteri, dan pejabat eselon I.
Rombongan wartawan berada di gerbong paling belakang dilarang keras mengikuti rapat tertutup itu. Beruntung, Jawa Pos sempat mencuri lihat jalannya rapat dari gerbong Toraja (dengan kesepakatan tak membocorkan isi rapat).
Kereta kepresidenan yang melaju dengan kecepatan 90 km per jam itu sempat berhenti di beberapa stasiun. Stasiun pemberhentian pertama Kalla dan rombongan adalah Cikampek (pukul 09.00), Jawa Barat. Di stasiun itu Kalla disambut ratusan anak-anak SD dan SMP. Mereka melambaikan bendera kecil Merah Putih. Khas gaya Soeharto zaman Orde Baru.
Singgah 30 menit Kalla berkeliling stasiun. Rencana pembangunan Stasiun Cikampek yang terpadu dengan kawasan di sekitarnya ditinjau pria yang mengawali karir sebagai pengusaha di Makassar itu. Kalla sempat tak bisa bergerak saat kerumunan anak-anak SD dan SMP mengerubuti
Dari Cikampek kereta kepresidenan melaju ke Cirebon. Di tempat itu Kalla menyatakan ingin mencicipi makanan khas Cirebon. "Wah, bisa mencicipi empal gentong nggak, ya," kata Kalla spontan saat turun dari kereta.
Terang saja permintaan menu mendadak itu membuat staf protokol Setwapres kalang kabut. Setelah keliling mencari di sekitar stasiun, sekotak empal gentong (daging yang dimasak di kuali dari tanah liat) akhirnya didapat.
Di gerbong Nusantara, rapat berjalan cukup rileks. Dengan gaya khasnya yang praktis, Kalla langsung memberondongkan beragam pertanyaan kepada para petinggi Dephub. Dirjen Perkeretaapian Soemino Eko Saputro yang sempat menyampaikan presentasi kondisi dunia kereta api langsung disergah Kalla. "Tak usahlah pidato. Apa masalahnya," kata Kalla memotong Soemino yang baru memulai presentasi.
Rapat pun berubah menjadi semacam dialog. Para petinggi menyampaikan masalah, lalu Kalla berusaha memberikan tawaran solusi bersama-sama.
Begitu juga saat Ketua KNKT Setyo Rahardjo mendapat giliran. Akibat guncangan kereta, Setyo sempat kerepotan berdiri saat menggambarkan peta kecelakaan transportasi nasional. Sembari berpegangan pada bagasi di atas tempat duduk, dia berusaha tetap berdiri tegak. Melihat kerepotan itu, spontan Kalla memintanya duduk. "Sambil duduk saja Pak," kata Kalla.
Tiba di Purwokerto, Jawa Tengah, kereta berhenti sejenak. Dia melihat-lihat kondisi stasiun. Pemberhentian selanjutnya adalah Stasiun Kroya. Duduk bersebelahan dengan Menhub Hatta Rajasa, Kalla naik lori (kereta pengangkut tebu). Dia meninjau persinyalan dan titik double track yang akan dibangun dari Kroya menuju Purwokerto.
Sekitar 30 menit Kalla singgah di tempat itu. Kereta lalu melaju menuju Jogja. Sebelum tiba di Stasiun Tugu, Jogja, kereta berhenti di Stasiun Kutoarjo. Kalla hanya melihat galian yang akan menjadi jalur double track. Hanya berhenti sekitar 10 menit, rombongan langsung meluncur ke Jogjakarta.
Perjalanan dengan kereta kepresidenan akhirnya selesai di Stasiun Tugu. Tentu saja perjalanan itu super lancar. Kalla pun mengaku puas. "Believing by seeing. Kita bisa melihat langsung perkembangan dan masalah di lapangan," kata Kalla kepada wartawan.
Bersama Menhub dan para pejabat lain, Kalla menuju Madiun. "Kita akan lihat sampai Madiun," katanya. Namun, perjalanan menuju Madiun tidak dilakukan dengan kereta kepresidenan. Kalla memilih menggunakan pesawat dari pangkalan udara Adi Sucipto.
Kereta kepresidenan memang nyaman; meluncur tanpa hambatan. Tapi, bagi penumpang kereta api biasa, kereta itu sangat menjengkelkan. Jadwal perjalanan kereta reguler yang setujuan harus mengalah. Kereta bisnis Fajar Utama jurusan Pasar Senen-Jogja, misalnya. Kereta itu baru tiba di Stasiun Tugu pukul 17.00 dari jadwal pukul 15.00. Begitu juga kereta eksekutif Argo Dwipangga jurusan Jakarta-Solo. Kereta itu tiba di stasiun Solo Balapan pukul 18.00 dari jadwal kedatangan pukul 16.00.
Itu belum termasuk kelas ekonomi atau bisnis jarak pendek, seperti Purwojaya jurusan Purwokerto-Cilacap dan beberapa kereta lain. Andai rapat itu dilakukan di kereta ekonomi seperti Senja Bengawan, barangkali Kalla lebih bisa memahami makna believing by seeing atas kondisi perkeretaapian Indonesia.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengadakan rapat koordinasi dengan para menteri dan jajaran Dephub di Kereta Kepresidenan. Apa yang menarik dari rapat di bawah guncangan gerbong yang melaju dari Jakarta ke Jogja itu?
HENDROMASTO P., Jogja
ADA pemandangan berbeda di Stasiun Gambir, Jakarta, pagi kemarin. Stasiun yang saat Lebaran biasanya dipenuhi pemudik itu sepi penumpang. Para sopir taksi yang biasanya sibuk menawarkan jasa kepada penumpang yang baru turun dari kereta tak tampak.
Polisi dan petugas tramtib yang menjaga di sana juga terlihat lebih ketat daripada biasanya. Mereka tidak sendirian. Pasukan Pengawal Presiden (Paspampres) ikut berseliweran.
Beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu berdatangan. Mereka adalah Menteri Perhubungan Hatta Rajasa, Menteri Pekerjaan Umum Joko Kirmanto, Menteri BUMN Sugiharto, Menristek Kusmayanto Kadiman, Menteri PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris.
Selain mereka, tampak pejabat dari Departemen Perhubungan. Misalnya, Dirjen Perhubungan Darat Iskandar Abubakar, Dirjen Perkeretaapian Sumino Eko Saputro, Dirjen Perhubungan Udara Iksan Tatang, dan Dirjen Kelautan H. Hari Joki. Juga hadir Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi Setyo Rahardjo.
Beberapa direktur BUMN yang terkait dengan perhubungan juga hadir. Salah satunya Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI) Roni Waluyo. Acara pagi itu adalah rapat koordinasi dengan Wakil. Tempat rapat bukan di peron stasiun Gambir. Tapi, di atas Kereta Api Luar Biasa (KLB) atau biasa disebut Kereta Kepresidenan. Kereta ini khusus digunakan untuk presiden dan wakil presiden.
Tepat pukul 07.00 lokomotif dengan enam gerbong penumpang, satu gerbong restorasi, dan satu gerbong mesin pembangkit meninggalkan Gambir. Seperti halnya pengamanan di jalan dengan mobil, sebelum kereta meluncur, sebuah lokomotif khusus berangkat lebih dulu (dua kilometer di depan). Loko tanpa gerbong dengan dua serine berwarna biru itu berfungsi seperti kendaraan penyapu atau voorrijder.
Sebelum dipakai Wapres, kereta khusus itu disiapkan sejak beberapa hari lalu. Untuk membersihkan -dicuci dan digosok- rangkaian kereta, termasuk interior, butuh empat hari. Maklum, sejak Presiden SBY menggunakannya beberapa bulan lalu, kereta ini hanya parkir manis di depo KA Manggarai.
Sejak berangkat dari Gambir, pengamanan di kereta sangat ketat. Rangkaian gerbong yang diberi nama Nusantara, Bali, Toraja, K I, KE I, dan KE II dikawal penuh oleh 30 anggota Paspampres. Satu tim kawal pribadi Wapres berada di gerbong Bali, tempat Jusuf Kalla beristirahat, dan satu tim kawal khusus di gerbong Nusantara.
Tak cukup itu. Ada satu tim anti-sniper (penembak jitu) yang berjaga-jaga di gerbong KI yang berada di rangkaian paling buncit (belakang gerbong Nusantara). Anggota Paspampres juga tersebar di gerbong-gerbong lain.
Interior gerbong sama dengan kereta kelas eksekutif seperti Argo Anggrek dan variannya. Namun, khusus gerbong Bali dengan kapasitas 14 tempat duduk, kekhususan kereta kepresidenan terasa mencolok. Ruang itu dilengkapi sofa dengan busa super yang sangat empuk, ornamen ukiran, dan televisi layar datar ukuran 29 inci. Di tempat itu pula terdapat dua bilik (berukuran sama) tempat presiden dan wakil presiden beristirahat.
Tapi, kemarin fasilitas itu justru tak digunakan Kalla. Sejak kereta melaju meninggalkan Gambir, Kalla langsung menggelar rapat dengan jajaran Departemen Perhubungan dan para menteri. Rapat berlangsung di gerbong Nusantara.
Gerbong itu didesain secara khusus. Dua unit sofa berwarna merah maron dipasang dengan posisi berhadapan. Panjang sofa hampir mencapai separo gerbong. Kalla duduk bersama Fahmi Idris dan Kepala BPN Joyo Winoto di sofa kiri. Di depannya, duduk berjejer Hatta Rajasa, Joko Kirmanto, Sugiharto, dan Kusmayanto Kadiman.
Di ruangan yang tersisa di gerbong Nusantara, sederet kursi -sekitar 15 buah- tertata rapi menghadap ke dua deret sofa atau ke arah lokomotif. Satu unit kamera video dan proyektor berada di antara sofa dan deretan kursi paling depan. Sebuah TV layar datar 29 inci ditempatkan di ujung gerbong. Dari layar TV, tampak Hatta Rajasa dan jajarannya melakukan presentasi kepada Jusuf Kalla.
Dari kamera video di gerbong, rapat itu bisa ditangkap lewat TV layar datar 29 inci di gerbong Toraja. Gerbong berkapasitas 20 tempat duduk itu diisi pejabat eselon II Dephub. Lewat layar tersebut, para pejabat di gerbong Toraja bisa mengikuti rapat. Tentu dengan suasana yang lebih santai karena tak langsung bertatap muka dengan Wapres, para menteri, dan pejabat eselon I.
Rombongan wartawan berada di gerbong paling belakang dilarang keras mengikuti rapat tertutup itu. Beruntung, Jawa Pos sempat mencuri lihat jalannya rapat dari gerbong Toraja (dengan kesepakatan tak membocorkan isi rapat).
Kereta kepresidenan yang melaju dengan kecepatan 90 km per jam itu sempat berhenti di beberapa stasiun. Stasiun pemberhentian pertama Kalla dan rombongan adalah Cikampek (pukul 09.00), Jawa Barat. Di stasiun itu Kalla disambut ratusan anak-anak SD dan SMP. Mereka melambaikan bendera kecil Merah Putih. Khas gaya Soeharto zaman Orde Baru.
Singgah 30 menit Kalla berkeliling stasiun. Rencana pembangunan Stasiun Cikampek yang terpadu dengan kawasan di sekitarnya ditinjau pria yang mengawali karir sebagai pengusaha di Makassar itu. Kalla sempat tak bisa bergerak saat kerumunan anak-anak SD dan SMP mengerubuti
Dari Cikampek kereta kepresidenan melaju ke Cirebon. Di tempat itu Kalla menyatakan ingin mencicipi makanan khas Cirebon. "Wah, bisa mencicipi empal gentong nggak, ya," kata Kalla spontan saat turun dari kereta.
Terang saja permintaan menu mendadak itu membuat staf protokol Setwapres kalang kabut. Setelah keliling mencari di sekitar stasiun, sekotak empal gentong (daging yang dimasak di kuali dari tanah liat) akhirnya didapat.
Di gerbong Nusantara, rapat berjalan cukup rileks. Dengan gaya khasnya yang praktis, Kalla langsung memberondongkan beragam pertanyaan kepada para petinggi Dephub. Dirjen Perkeretaapian Soemino Eko Saputro yang sempat menyampaikan presentasi kondisi dunia kereta api langsung disergah Kalla. "Tak usahlah pidato. Apa masalahnya," kata Kalla memotong Soemino yang baru memulai presentasi.
Rapat pun berubah menjadi semacam dialog. Para petinggi menyampaikan masalah, lalu Kalla berusaha memberikan tawaran solusi bersama-sama.
Begitu juga saat Ketua KNKT Setyo Rahardjo mendapat giliran. Akibat guncangan kereta, Setyo sempat kerepotan berdiri saat menggambarkan peta kecelakaan transportasi nasional. Sembari berpegangan pada bagasi di atas tempat duduk, dia berusaha tetap berdiri tegak. Melihat kerepotan itu, spontan Kalla memintanya duduk. "Sambil duduk saja Pak," kata Kalla.
Tiba di Purwokerto, Jawa Tengah, kereta berhenti sejenak. Dia melihat-lihat kondisi stasiun. Pemberhentian selanjutnya adalah Stasiun Kroya. Duduk bersebelahan dengan Menhub Hatta Rajasa, Kalla naik lori (kereta pengangkut tebu). Dia meninjau persinyalan dan titik double track yang akan dibangun dari Kroya menuju Purwokerto.
Sekitar 30 menit Kalla singgah di tempat itu. Kereta lalu melaju menuju Jogja. Sebelum tiba di Stasiun Tugu, Jogja, kereta berhenti di Stasiun Kutoarjo. Kalla hanya melihat galian yang akan menjadi jalur double track. Hanya berhenti sekitar 10 menit, rombongan langsung meluncur ke Jogjakarta.
Perjalanan dengan kereta kepresidenan akhirnya selesai di Stasiun Tugu. Tentu saja perjalanan itu super lancar. Kalla pun mengaku puas. "Believing by seeing. Kita bisa melihat langsung perkembangan dan masalah di lapangan," kata Kalla kepada wartawan.
Bersama Menhub dan para pejabat lain, Kalla menuju Madiun. "Kita akan lihat sampai Madiun," katanya. Namun, perjalanan menuju Madiun tidak dilakukan dengan kereta kepresidenan. Kalla memilih menggunakan pesawat dari pangkalan udara Adi Sucipto.
Kereta kepresidenan memang nyaman; meluncur tanpa hambatan. Tapi, bagi penumpang kereta api biasa, kereta itu sangat menjengkelkan. Jadwal perjalanan kereta reguler yang setujuan harus mengalah. Kereta bisnis Fajar Utama jurusan Pasar Senen-Jogja, misalnya. Kereta itu baru tiba di Stasiun Tugu pukul 17.00 dari jadwal pukul 15.00. Begitu juga kereta eksekutif Argo Dwipangga jurusan Jakarta-Solo. Kereta itu tiba di stasiun Solo Balapan pukul 18.00 dari jadwal kedatangan pukul 16.00.
Itu belum termasuk kelas ekonomi atau bisnis jarak pendek, seperti Purwojaya jurusan Purwokerto-Cilacap dan beberapa kereta lain. Andai rapat itu dilakukan di kereta ekonomi seperti Senja Bengawan, barangkali Kalla lebih bisa memahami makna believing by seeing atas kondisi perkeretaapian Indonesia.