Mengilik Sejarah Adu Jangkrik

Status
Not open for further replies.

spirit

Mod
369140105_Adu-Jangkrik.jpg

Adu jangkrik. Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon.

ADU jangkrik sebagai permainan rakyat sudah dikenal lama di Indonesia. Adu jangkrik dimainkan seluruh lapisan masyarakat, terutama anak-anak. Dulu mereka mencari sendiri, kini membeli dari penjual yang biasa mangkal di sekolah-sekolah.

Menurut buku Permainan Tradisional Indonesia, terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998), permainan ini biasanya muncul secara musiman, khususnya pada musim gadon yaitu saat sawah ditanami palawija untuk menyelingi tanaman padi. Jenis jangkrik yang diadu adalah jangkrik kalung jantan, berwarna hitam legam, dan ada hiasan kalung pada lehernya. Jangkrik ini digemari anak-anak karena suaranya nyaring dan gerak-geriknya lincah.

Menurut Denys Lombard, adu jangkrik tampaknya merupakan kegemaran khas masyarakat Jawa namun juga didapati di kalangan orang Tionghoa; dan kaum peranakan memudahkan penyebarannya. “Itulah yang terjadi pada adu jangkrik yang dewasa ini sudah langka, namun pada zaman Hamengku Buwono VII (1877-1921) telah merasuki seluruh kraton Yogyakarta,” tulis Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya Jilid 2, Jaringan Asia. Para bangsawan dan pedagang kaya di Kota Gede mengadakan pertandingan setiap Selasa dan Jumat.

Adu jangkrik lebih dikenal di Jawa Tengah, sedangkan di Bali terkenal adu ayam, Jawa Barat adu domba, dan Toraja adu kerbau. Kendati demikian, di Bali juga ada adu jangkrik, disebut maluan; dan di Aceh disebut daruet kleng. Adu jangkrik dianggap sebagai hiburan anak kecil. Ini tidak berarti orang dewasa menampik permainan itu.

“Konon calon Sultan adalah seorang penggemar daruet kleng dan kadang-kadang memasang taru_han besar,” tulis Snouck Hurgronje dalam Aceh: Rakyat dan Adat Istiadatnya Volume 2. “Konon kegemaran bertaruh itu karena pertarungan diadakan di kalangan terbatas.”

Permainan maluan memiliki sifat sekuler (keduniawian) sekaligus sakral karena “si pemain (seorang anak berumur tujuh tahun), sewaktu hendak menggalakkan jangkriknya, akan mengucapkan mantra dengan suara seperti yang dikeluarkan oleh seorang balian,” tulis James Danandjaja dalam Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali.

Bacaan mantra agar jangkrik kuat dan menang, juga disinggung Tjan Tjoe Siem dalam artikelnya “Adoe Jangkrik” yang dimuat majalah Djawa tahun 1940. Sebelum masuk arena, jangkrik biasanya diberi mantra (dijantur): Jantur, jantur, musuhmu gedhe dhuwur, cokoten ngasi anjur. Janti, janti, musuhmu kecil belaga, gigitlah sampai mati.

Setelah dijantur, jangkrik lantas lebih berani menghadapi lawannya. Bahkan dengan menggunakan obat-obatan Tionghoa, jangkrik aduan menjadi perkasa dan senantiasa menang. Peristiwa itu terjadi pada pertandingan besar di Semarang pada 1901. Ampuhnya ramuan itu diungkapkan Siem dengan “sekali gigit akan lekas lari tiada mau berhadapan lagi.”

Seperti halnya adu ayam, adu jangkrik pun menjadi ajang taru_han. Menurut Siem, adu jangkrik sebagai praktik perju_dian ramai dilakukan di Jawa Tengah, dan tidak sedikit orang Tionghoa ikut pat-sik-soet (adu jangkrik) pada musim jangkrik. “Pusat-pusat aduan jangkrik yang taru_hannya tiada kecil adalah kota Magelang, Yogyakarta, dan Solo,” tulis Siem.

Menurut Permainan Tradisional Indonesia, cara taru_hannya tak jauh berbeda dengan taru_han adu ayam. Ada satu lawan satu, satu lawan dua (apit), dua lawan tiga dan sebagainya. “Di samping mati, ada jangkrik yang putus giginya, perutnya yang keluar, sayapnya putus, kakinya putus akibat gigitan lawan.”

sumber: historia.co.id
 
jangkrik biasanya diberi mantra (dijantur): Jantur, jantur, musuhmu gedhe dhuwur, cokoten ngasi anjur. Janti, janti, musuhmu kecil belaga, gigitlah sampai mati.
he lalu hasilnya dibacain mantra ini emangnya ampuh? mungkin lebih sekedar sugesti kali ya, yang juga berkaitan dengan alam bawah sadar manusianya & mungkin jangkriknya sebagai hewan, logikanya
kalau mantra ini benar2 works, kasih tahu saya lagi & jelaskan how its works sebenarnya :D


Bahkan dengan menggunakan obat-obatan Tionghoa, jangkrik aduan menjadi perkasa dan senantiasa menang. Peristiwa itu terjadi pada pertandingan besar di Semarang pada 1901. Ampuhnya ramuan itu diungkapkan Siem dengan “sekali gigit akan lekas lari tiada mau berhadapan lagi.”
kalau ini masih masuk akal, bisa semacam obat perangsang, obat bius atau zat adiktif lainnya
 
wow, ternyata adu jangkrik aja pake mantra2 yah.. tapi kasian kalau sampe mati dan luka2 kayak gitu :'(
 
daerah Kolaka dan Pomalaa, Sulawesi tenggara masih ada tuh yg adu jangkrik. Kadang juga jual beli anakan
 
dikirain udah gak ada yang adu jangkrik, mungkin lama-lama bisa pindah jadi game di hp kali ye :D
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top