Mengubur Jenazah di Laut

imnanay

New member
Mengubur Jenazah di Laut​




Assalamualaikum Wr Wb
Ustaz, bolehkah mengubur jenazah d laut sebagaimana dalam kasus Usamah bin Ladin? Dulu, saat masih bekerja sebagai nakhoda kapal antara tahun 1961-1967, suami saya selalu membawa jamaah haji ke Makkah. Kalau ada yang meninggal dalam perjalanan, jenazah akan dikubur di laut dengan cara diberi beban besi. Mohon penjelasan, terima kasih.
Ibu Dini, Jakarta

Waalaikumussalam Wr Wb
Mengubur (ad-dafn) adalah memendam mayat ke dalam tanah. Makna mengubur mayat adalah melindungi jasadnya dari celaan fisik dan menutupi aib kepribadiannya. Hukumnya fardu kifayah (jika salah seorang telah melakukannya, gugurlah kewajiban bagi orang lain). Dalil penguburan menurut fuqaha (ulama fikih) adalah warisan nenek moyang manusia dart Adam AS hingga zaman kita, berikut sanksi bagi yang meninggalkannya. Sebagaimana tergambar dalam kasus Qabit yang membunuh Habit dalam QS al-Maidah: 31.

Sebaik-baik tempat menguburkan adalah di pemakaman yang telah dikhususkan, agar sesuai sunah dan senantiasa didoakan oleh orang yang melintasinya. Namun, jika meninggal di kapal/perahu yang sedang berada di tengah lautan, para ulama sepakat agar diupayakan terlebih dahulu mencari daratan terdekat untuk dikuburkan dengan tanah. Apabila tidak memungkinkan dikubur dengan tanah karena jauh dari daratan,

penyelenggaraan jenazahnya adalah:
1) Dimandikan,
2) Dikafani,
3) Dishalatkan, dan
4) Diarungkan ke laut.

Batasan jarak dekat atau jauhnya adalah waktu yang dapat mengubah kondisi mayat (membusuk).

Adapun cara menguburkan di laut/menenggelamkannya adalah dengan mengikatkan beban beret yang dapat menenggelamkan mayat. Imam Syafi’i berpen dapat, prosesi dengan pola menenggelamkan menggunakan beban beret dapat dilakukan jika daratan terdekat merupakan wilayah/zona peperangan. Namun jika daratan terdekat itu bukan wilayah peperangan, mayat diikatkan di atas papan/kayu/sesuatu yang dapat mendamparkan mayat ke tepi pantai daratan Jakarta dekat, dengan harapan akan ditemukan oleh penduduk setempat kemudian dikuburkan dengan tanah oleh mereka. Namun jika penduduk pulau/daratan terdekat berpenduduk kafir, menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, lebih baik ditenggelamkan ke taut saja.

Dalam kasus Usamah bin Ladin, seandainya memang ‘kabar burung’ ini kita asumsikan benar, menurut saya, tidak beradab bagi marinir Navy SEALs melemparkan jenazahnya ke laut. Karena Usamah mereka bunuh di daratan, maka tidak ada alasan untuk melemparnya ke taut. Dalam menyikapi persoalan yang di luar kemampuan dan wilayah kita itu, mungkin hadis shahih berikut ini dapat manenangkan kita dari emosi dan rasa dendam.

Dari Hudzaifah dan Nabi SAW beliau bersabda: “Sebelum kalian ada seseorang yang berburuk sangka dengan amalannya, lalu dia berkata kepada keluarganya, apabila aku mati, ambillah jasadku, lalu sebarkan (abu) di laut pada saat hari sangat panas.” Saat Ia mati, keluarganya melaksanakan pesan itu. Lalu Allah menyatukannya, den berfirman padanya: “Apa yang membuatmu melakukan hal itu?” Orang itu menjawab: “Aku tidak melakukan hal itu kecuali karena takut kepada-Mu.” Maka, Allah mengampuninya. (HR Bukhari-5999). Waliahu a’Iam bish showab. s

Republika, 7 Mai 2011, Ustaz Bachtiar Nasir
 
Mengubur Jenazah di Laut​




Assalamualaikum Wr Wb
Ustaz, bolehkah mengubur jenazah d laut sebagaimana dalam kasus Usamah bin Ladin? Dulu, saat masih bekerja sebagai nakhoda kapal antara tahun 1961-1967, suami saya selalu membawa jamaah haji ke Makkah. Kalau ada yang meninggal dalam perjalanan, jenazah akan dikubur di laut dengan cara diberi beban besi. Mohon penjelasan, terima kasih.
Ibu Dini, Jakarta

Waalaikumussalam Wr Wb
Mengubur (ad-dafn) adalah memendam mayat ke dalam tanah. Makna mengubur mayat adalah melindungi jasadnya dari celaan fisik dan menutupi aib kepribadiannya. Hukumnya fardu kifayah (jika salah seorang telah melakukannya, gugurlah kewajiban bagi orang lain). Dalil penguburan menurut fuqaha (ulama fikih) adalah warisan nenek moyang manusia dart Adam AS hingga zaman kita, berikut sanksi bagi yang meninggalkannya. Sebagaimana tergambar dalam kasus Qabit yang membunuh Habit dalam QS al-Maidah: 31.

Sebaik-baik tempat menguburkan adalah di pemakaman yang telah dikhususkan, agar sesuai sunah dan senantiasa didoakan oleh orang yang melintasinya. Namun, jika meninggal di kapal/perahu yang sedang berada di tengah lautan, para ulama sepakat agar diupayakan terlebih dahulu mencari daratan terdekat untuk dikuburkan dengan tanah. Apabila tidak memungkinkan dikubur dengan tanah karena jauh dari daratan,

penyelenggaraan jenazahnya adalah:
1) Dimandikan,
2) Dikafani,
3) Dishalatkan, dan
4) Diarungkan ke laut.

Batasan jarak dekat atau jauhnya adalah waktu yang dapat mengubah kondisi mayat (membusuk).

Adapun cara menguburkan di laut/menenggelamkannya adalah dengan mengikatkan beban beret yang dapat menenggelamkan mayat. Imam Syafi’i berpen dapat, prosesi dengan pola menenggelamkan menggunakan beban beret dapat dilakukan jika daratan terdekat merupakan wilayah/zona peperangan. Namun jika daratan terdekat itu bukan wilayah peperangan, mayat diikatkan di atas papan/kayu/sesuatu yang dapat mendamparkan mayat ke tepi pantai daratan Jakarta dekat, dengan harapan akan ditemukan oleh penduduk setempat kemudian dikuburkan dengan tanah oleh mereka. Namun jika penduduk pulau/daratan terdekat berpenduduk kafir, menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, lebih baik ditenggelamkan ke taut saja.

Dalam kasus Usamah bin Ladin, seandainya memang ‘kabar burung’ ini kita asumsikan benar, menurut saya, tidak beradab bagi marinir Navy SEALs melemparkan jenazahnya ke laut. Karena Usamah mereka bunuh di daratan, maka tidak ada alasan untuk melemparnya ke taut. Dalam menyikapi persoalan yang di luar kemampuan dan wilayah kita itu, mungkin hadis shahih berikut ini dapat manenangkan kita dari emosi dan rasa dendam.

Dari Hudzaifah dan Nabi SAW beliau bersabda: “Sebelum kalian ada seseorang yang berburuk sangka dengan amalannya, lalu dia berkata kepada keluarganya, apabila aku mati, ambillah jasadku, lalu sebarkan (abu) di laut pada saat hari sangat panas.” Saat Ia mati, keluarganya melaksanakan pesan itu. Lalu Allah menyatukannya, den berfirman padanya: “Apa yang membuatmu melakukan hal itu?” Orang itu menjawab: “Aku tidak melakukan hal itu kecuali karena takut kepada-Mu.” Maka, Allah mengampuninya. (HR Bukhari-5999). Waliahu a’Iam bish showab. s

Republika, 7 Mai 2011, Ustaz Bachtiar Nasir

nice =b=
 
Back
Top