Kalina
Moderator
SURABAYA - Semakin banyak pasien yang anggota tubuhnya rusak setelah menjalani bedah plastik di salon-salon kecantikan. Diduga, kasus itu terjadi karena penanganan bedah plastik yang tidak benar.
Menurut dr Sjaifuddin Noer SpBP, dokter bedah plastik RSU dr Soetomo, dalam setahun terakhir, tiap bulan, dirinya menerima 2-3 pasien yang wajahnya rusak setelah "dipermak" di salon-salon kecantikan. "Padahal, sebelumnya saya jarang menerima pasien seperti itu. Kalaupun ada, paling hanya satu pasien tiap bulan," katanya.
Kebanyakan pasien bermasalah tersebut adalah kaum wanita. Mereka umumnya mengeluhkan wajahnya jadi tak karuan setelah menjalani operasi plastik di salon kecantikan. Di antaranya, hidung dan posisi mata tidak simetris. "Karena hasilnya jelek, mereka kecewa. Akhirnya, mereka ke dokter bedah plastik minta dikembalikan ke kondisi semula," ungkap Sjaifuddin kemarin.
Fenomena tersebut, kata dia, sangat mengkhawatirkan. Salon-salon itu tidak seharusnya melakukan praktik bedah plastik. Operasi plastik di salon-salon masih banyak dilakukan para ahli kecantikan. Padahal, semestinya operasi plastik hanya boleh dilakukan dokter ahli yang berkompeten. "Kasihan masyarakat dibohongi," tegasnya.
Menurut dia, untuk melakukan bedah estetik, dibutuhkan keahlian khusus. Sjaifuddin mencontohkan soal tindakan liposuction (operasi sedot lemak). Untuk melakukan prosedur tersebut, pasien harus dibius lokal atau umum. Pembiusan lokal diberikan bila lemak yang disedot sekitar 1.000 cc. Namun, bila penyedotan lemak mencapai 3.000 cc atau maksimal enam persen dari berat badan semula, harus dilakukan pembiusan umum. "Karena itu, sebaiknya dilakukan di rumah sakit," ujarnya.
Liposuction membutuhkan kamar operasi khusus. Di ruang tersebut, standardisasi, kesterilan, dan kelengkapan alat terjamin. Pasien yang mengidap penyakit degeneratif seperti hipertensi (tekanan darah tinggi) dan diabetes melitus (tingginya kadar gula dalam darah) disarankan tidak melakukan liposuction.
"Jadi, operasi estetik tidak bisa dilakukan di sembarang tempat. Dokter yang menangani pasti juga akan memeriksa riwayat kesehatan pasien sebelum melakukan liposuction," kata ketua tim dokter face off RSU dr Soetomo tersebut.
Karena itu, Sjaifuddin berharap masyarakat tidak tertipu dan terkecoh beragam sponsor mengenai bedah estetik yang ditawarkan salon-salon kecantikan, apalagi dengan iming-iming harga murah.
Putra mantan gubernur Jatim H M. Noer tersebut menyatakan, masyarakat harus memperhatikan tiga hal sebelum menjalani bedah estetik. Yakni, kompetensi ahli bedah estetik, lokasi operasi, dan profesionalitas. "Jika tidak memenuhi tiga hal itu, sebaiknya jangan memaksakan diri. Utamakan kualitas daripada menyesal di kemudian hari," tegasnya.
Menurut dr Sjaifuddin Noer SpBP, dokter bedah plastik RSU dr Soetomo, dalam setahun terakhir, tiap bulan, dirinya menerima 2-3 pasien yang wajahnya rusak setelah "dipermak" di salon-salon kecantikan. "Padahal, sebelumnya saya jarang menerima pasien seperti itu. Kalaupun ada, paling hanya satu pasien tiap bulan," katanya.
Kebanyakan pasien bermasalah tersebut adalah kaum wanita. Mereka umumnya mengeluhkan wajahnya jadi tak karuan setelah menjalani operasi plastik di salon kecantikan. Di antaranya, hidung dan posisi mata tidak simetris. "Karena hasilnya jelek, mereka kecewa. Akhirnya, mereka ke dokter bedah plastik minta dikembalikan ke kondisi semula," ungkap Sjaifuddin kemarin.
Fenomena tersebut, kata dia, sangat mengkhawatirkan. Salon-salon itu tidak seharusnya melakukan praktik bedah plastik. Operasi plastik di salon-salon masih banyak dilakukan para ahli kecantikan. Padahal, semestinya operasi plastik hanya boleh dilakukan dokter ahli yang berkompeten. "Kasihan masyarakat dibohongi," tegasnya.
Menurut dia, untuk melakukan bedah estetik, dibutuhkan keahlian khusus. Sjaifuddin mencontohkan soal tindakan liposuction (operasi sedot lemak). Untuk melakukan prosedur tersebut, pasien harus dibius lokal atau umum. Pembiusan lokal diberikan bila lemak yang disedot sekitar 1.000 cc. Namun, bila penyedotan lemak mencapai 3.000 cc atau maksimal enam persen dari berat badan semula, harus dilakukan pembiusan umum. "Karena itu, sebaiknya dilakukan di rumah sakit," ujarnya.
Liposuction membutuhkan kamar operasi khusus. Di ruang tersebut, standardisasi, kesterilan, dan kelengkapan alat terjamin. Pasien yang mengidap penyakit degeneratif seperti hipertensi (tekanan darah tinggi) dan diabetes melitus (tingginya kadar gula dalam darah) disarankan tidak melakukan liposuction.
"Jadi, operasi estetik tidak bisa dilakukan di sembarang tempat. Dokter yang menangani pasti juga akan memeriksa riwayat kesehatan pasien sebelum melakukan liposuction," kata ketua tim dokter face off RSU dr Soetomo tersebut.
Karena itu, Sjaifuddin berharap masyarakat tidak tertipu dan terkecoh beragam sponsor mengenai bedah estetik yang ditawarkan salon-salon kecantikan, apalagi dengan iming-iming harga murah.
Putra mantan gubernur Jatim H M. Noer tersebut menyatakan, masyarakat harus memperhatikan tiga hal sebelum menjalani bedah estetik. Yakni, kompetensi ahli bedah estetik, lokasi operasi, dan profesionalitas. "Jika tidak memenuhi tiga hal itu, sebaiknya jangan memaksakan diri. Utamakan kualitas daripada menyesal di kemudian hari," tegasnya.