Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

Redbastard

New member
Di era persaingan bisnis yang makin terbuka, di mana merek-merek asing dengan bebasnya saling berlomba memikat konsumen di dalam negeri, tantangan yang dihadapi merek-merek lokal untuk menjadi pilihan di negerinya sendiri semakin berat. Tetapi, merek-merek yang terpilih ke dalam Top 250 Original Brands sanggup melakukannya. Mereka membuktikan bahwa mereka mampu menjadi tuan rumah di negerinya sendiri :finger:


1. Pakalolo

Menjadi Merek Terhormat

Nama merek Pakalolo, sepintas seperti nama sebuah merek asal Italia. Terlebih digunakan untuk merek sepatu pria, di mana negeri asal Valentino Rossi itu menjadi salah satu kiblatnya, makin mengesankan keasingannya.

Padahal, semua salah adanya. Pakalolo merupakan merek asli Indonesia. Kata pakalolo diambil dari bahasa Bugis yang artinya: orang muda suka jalan-jalan.

Pakalolo dibuat oleh PT Teguh Murni Perdana (TMP), perusahaan yang sejak lama sudah bergelut di bisnis sepatu. Di tahun 1960-an, TMP sudah masuk pasar dengan menggunakan merek Enny Shoes. Memasuki tahun 1980-an, perusahaan yang didirikan oleh Husein Pangestu ini pun meluncurkan merek terbarunya, Grado. Sayangnya, Enny Shoes kini tidak dikembangkan lagi, sedangkan Grado difokuskan untuk produk sandal dan sepatu dari bahan sintetis. Adapun merek Pakalolo sendiri baru hadir tahun 1990-an.

Sampai sekarang, Pakalolo menjadi flagship bagi TMP. Maka, kualitas produk ini sangat dijaga. Mulai dari bahan baku kulit, proses pembuatan sampai kenyamanan saat digunakan oleh konsumen menjadi perhatian utamanya.



2. Excel

Lawan Produk Tiruan dengan Mutu dan Inovasi

Memiliki tangki penampungan air kini sudah jadi kebutuhan penduduk, khususnya di kota-kota besar. Dan, merek yang cukup diminati, selain Penguin, adalah Excel.

PT Grahaexcel Plastindo (GP), produsen penampung air (toren) merek Excel, mengklaim produknya sebagai pionir dalam penerapan Triple Construction System dan teknologi Rotamould, plus penggunaan polietilena di Indonesia. Dengan Triple Construction System, GP mampu membuat tangki air plastik dengan tiga lapisan. Adapun dengan teknologi Rotamould, GP bisa membuat tangki air tanpa sambungan.

Menurut Yanny Teguh, Direktur Utama GP, semua produk Excel sudah sesuai dengan standar Food and Drugs Administration dari Amerika Serikat dan Japan Industrial Standard. Kami kirim tenaga ke luar negeri dan mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri untuk meningkatkan teknologi kami. Bahkan, cetakannya pun dari luar negeri, ujarnya bangga.

Melihat eksistensi Excel yang kuat di pasar, Istijanto melihat merek ini punya potensi lebih luas lagi ke depan. Menurutnya, jika Excel semakin kuat menancap di benak kontraktor, GP dapat mengekstensi merek ini: untuk pengembangan produk yang berkaitan dengan air seperti pompa air serta pipa PVC untuk air dan keran. Karena itu, Excel dapat melakukan terobosan pemasaran seperti layanan pascajual dan edukasi tentang air sehat. Ia meyakini cara ini akan membuat Excel mendapat pasar yang lebih luas dari replacement market (penggantian tangki air merek lain dengan Excel.



3. Tessa:

Tisunya Indonesia

Meski sempat sulit memenetrasi pasar modern, saat ini di industri converting tissue, merek Tessa berhasil menjadi top of mind. Ini dibuktikan dengan keberhasilannya menyabet Top Brand selama tiga tahun terakhir. Dari sisi penjualan pun, merek yang dikembangkan PT Graha Kerindo Utama (GKU) ini terus melesat dan kini berada di peringkat pertama di industri tisu Tanah Air.

Berdasarkan data internal GKU, saat ini perusahaan di bawah payung Kelompok Kompas-Gramedia (KKG) ini menguasai 54% pangsa pasar tisu di Indonesia untuk tiga merek yang diusungnya: Tessa, Multi dan Dynasti. Kontribusi Tessa di perusahaan sebesar 60% atau mengambil hampir 30% pangsa pasar dari total pasar tisu nasional.

Seiring dengan peningkatan penjualan, kapasitas produksi pun makin digenjot GKU. Sebelumnya, GKU hanya memiliki pabrik pemotongan kertas di Cibitung seluas 6 hektare. Sejak 2006, GKU telah memiliki pabrik penggilingan di Cikampek seluas 5 ha. Alhasil, terjadi peningkatan volume produksi sampai tiga kali lipat. Di awal produksi, hanya 30 ton/bulan, kemudian naik menjadi 500 ton, dan kini mencapai 2 ribu ton/bulan.



4. GT Man

Tekad Menjadi The Real King

Berbicara tentang produk celana dalam pria, setiap negara mempunyai merek yang kuat. Amerika Serikat, misalnya, mempunyai merek Jockey, Taiwan terkenal dengan cap tiga pistol, dan Jepang mempunyai merek Gunze. Indonesia? Tampaknya, kaum Adam di Tanah Air akan sepakat menyebut GT Man.

Tak salah, saat ini merek lokal GT Man menguasai pangsa pasar celana dalam pria di Indonesia, mengalahkan merek luar, seperti Hing’s, Jockey, Piere Cardin dan Crocodile. GT Man menjadi market leader dengan menguasai lebih dari 50% pangsa pasar. GT Man belum menjadi king, tapi sedang menuju ke sana. Saat ini market share kami lebih dari 50%. Untuk menjadi king, harus menguasai 70%-80% pasar, ujar Ricky Gunawan, Presdir PT Ricky Putra Globalindo Tbk. (RPG) produsen GT Man.

Keperkasaan GT Man menjadi penguasa pasar celana dalam pria, diakui pula pengamat pemasaran dari Southeast Asia dm-IDHolland Daniel Surya. Menurut Daniel, kekuatan GT Man sebagai salah satu pelopor dengan keberanian membangun merek sendiri di kategori industri yang dulu tidak pernah terpikirkan oleh produsen lain.


sumber : swa.co.id
 
Last edited:
Di era persaingan bisnis yang makin terbuka, di mana merek-merek asing dengan bebasnya saling berlomba memikat konsumen di dalam negeri, tantangan yang dihadapi merek-merek lokal untuk menjadi pilihan di negerinya sendiri semakin berat. Tetapi, merek-merek yang terpilih ke dalam Top 250 Original Brands sanggup melakukannya. Mereka membuktikan bahwa mereka mampu menjadi tuan rumah di negerinya sendiri :finger:


1. Pakalolo

Menjadi Merek Terhormat

Nama merek Pakalolo, sepintas seperti nama sebuah merek asal Italia. Terlebih digunakan untuk merek sepatu pria, di mana negeri asal Valentino Rossi itu menjadi salah satu kiblatnya, makin mengesankan keasingannya.

Padahal, semua salah adanya. Pakalolo merupakan merek asli Indonesia. Kata pakalolo diambil dari bahasa Bugis yang artinya: orang muda suka jalan-jalan.

Pakalolo dibuat oleh PT Teguh Murni Perdana (TMP), perusahaan yang sejak lama sudah bergelut di bisnis sepatu. Di tahun 1960-an, TMP sudah masuk pasar dengan menggunakan merek Enny Shoes. Memasuki tahun 1980-an, perusahaan yang didirikan oleh Husein Pangestu ini pun meluncurkan merek terbarunya, Grado. Sayangnya, Enny Shoes kini tidak dikembangkan lagi, sedangkan Grado difokuskan untuk produk sandal dan sepatu dari bahan sintetis. Adapun merek Pakalolo sendiri baru hadir tahun 1990-an.

Sampai sekarang, Pakalolo menjadi flagship bagi TMP. Maka, kualitas produk ini sangat dijaga. Mulai dari bahan baku kulit, proses pembuatan sampai kenyamanan saat digunakan oleh konsumen menjadi perhatian utamanya.




sumber : swa.co.id


nama yang keren
 
Back
Top