nurcahyo
New member
Mensesneg Era Pemerintahan Abdurrahman Wahid Dirikan Partai Perserikatan Rakyat
Kapanlagi.com - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) era pemerintahan Presiden Abdurrahman "Gus Dur" Wahid, Bondan Gunawan, bersama multi-unsur dengan latar-belakang beragam, akhirnya "kepincut" pada kekuasaan dengan mendirikan partai politik (Parpol) yang diberi nama "Partai Perserikatan Rakyat" (PPR).
Diwawancarai disela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakerna) I PPR di Kota Bogor, Jawa Barat (Jabar), Jumat, ia menjelaskan bahwa PPR yang didirikan bersama multi-unsur dengan beragam latar-belakang itu punya paradigma "tidak semata-mata untuk kekuasaan".
"Berpartai bagi kami bukan semata-mata untuk kekuasaan, tapi memberikan pendidikan politik pada masyarakat yang ada saat ini, apalagi partai butuh konstituen ketika mendekati Pemilu, tapi ketika Pemilu usai, kita perhatikan mana sih yang punya kepedulian?," katanya disela-sela Rakernas yang dimulai sejak Kamis (30/11) malam.
Dalam profil Dewan Pleno yang ada di PPR, selain Bondan Gunawan, fungsironaris lainnya diantaranya adalah Muspani, SH, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Bengkulu, Pengurus Dewan Mahasiswa (Dema) Universitas Hasanuddin 1974-1977 yang juga pendiri Walhi, Ir M Natsir Abbas, MS, mantan Direktur INSIST Yogyakarta, Don Marut, dan Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional (DPN) PPR, Syaiful Bahri, aktivis gerakan reformasi 1998 yang pernah menjadi Ketua Umum Front Nasional Demokratik (FND) 2000-2003.
Selain itu, mantan aktivis kepecintalaman "Wanadri", Nia Syarifuddin, aktivis mahasiswa era 80-an, Tri Heru Wardoyo, dan juga Teddy Wibisana, yang saat ini ikut mengelola Kantor Berita Radio 68-H dan pernah ikut berperan saat berdirinya Partai Amanat Nasional (PAN) bersama salah satu tokoh reformasi, M Amien Rais.
Menurut Bondan Gunawan, mengapa akhirnya ia kemudian harus ikut berpartai --dari semula dirinya dikenal sebagai orang yang non-partai--karena ada kondisi dimana partai politik yang ada di Indonesia saat ini, dilihatnya bukan organisasi yang memediasi antara kepentingan rakyat dan penguasa.
"Semuanya (Parpol yang ada saat ini) hanya untuk kepentingan elit partai, sehingga banyak teman-teman di daerah merasa tidak ikut memiliki partai," katanya.
Karena melihat keadaan seperti itulah --walaupun baru tercium akhir-akhir ini-- namun unsur yang semula bernama "Perserikatan Rakyat" sebenarnya sudah berkelompok sejak empat tahun lalu, dan terus mencari bentuk.
"Sehingga mengapa sampai hari ini (PPR) belum dideklarasikan (sebagai Parpol), karena kita mulai dari bawah dulu, yakni dari tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten, kemudian mereka membentuk di provinsi, baru membentuk pengurus nasional. Jadi kami ini (melalui Rakeras) adalah embrio yang memfasilitasi terselenggaranya kongres," katanya.
Mengenai basis massa dari PPR, ia menyatakan bahwa elemen lokal menjadi kekuatan utama, baik dari kalangan intelektual, buruh, petani, nelayan, mahasiswa, serta mereka yang merasa membutuhkan sesuatu.
Kemudian, dibentuklah apa yang disebut "Perserikatan Rakyat", dan berangkat dari perserikatan itu yang terdiri dari berbagai macam, maka bila ditinjau dari asal-usulnya ada kelompok beragam, mulai dari nasionalis, sosialis, Masyumi, non partisan dan anak-anak muda yang sama sekali belum terlibat dalam kepartaian.
Tentang mengapa ia akhirnya mempunyai perhatian pada PPR, karena dirinya menilai ada gerakan anak-anak muda yang cukup berani berbeda dan bukan asal berbeda, dimana yang tertua belum 40 tahun, dan mereka menyatakan diri untuk tidak turut campur untuk urusan caleg maupun jabatan eksekufif selama masa bakti.
"Tentu, saya sebagai orang tua kan jadi tertarik pada anak-anak muda `ajaib` ini. Ternyata masih banyak anak muda yang tidak mengutamakan kepentingan atau mengurus dirinya sendiri dalam berpartai, dan ternyata muncul juga tokoh tua (untuk ikut bergabung), padahal apa kepentingan mereka (kalangan tua) selain memikirkan masa depan bangsa ini," katanya.
Pasca Rakernas di Bogor ini, menurut Bondan Gunawan, pihaknya akan mendorong daerah untuk secepatnya menyusun kelengkapan organisasi bila menghendaki PPR menjadi organisasi politik yakni melengkapi diri dengan persyaratan yang ada untuk jadi parpol, hingga kemudian menyiapkan kongres.
"Tentu kami ingin melakukan ujicoba pada Pemilu 2009, tapi apakah itu menjadi hasil yang mencapai harapan sebagai partai yang lolos atau tidak electoral treshold, bagi kami tidak masalah, tapi kami ingin mengajak kepada semuanya dan tanpa menjelekkan yang lain, mari berbuat yang benar, dan kami meyakini formula yang kami susun dalam PPR ini adalah formula parpol yang mendekati semua keinginan masyarakat," katanya.
Kapanlagi.com - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) era pemerintahan Presiden Abdurrahman "Gus Dur" Wahid, Bondan Gunawan, bersama multi-unsur dengan latar-belakang beragam, akhirnya "kepincut" pada kekuasaan dengan mendirikan partai politik (Parpol) yang diberi nama "Partai Perserikatan Rakyat" (PPR).
Diwawancarai disela-sela Rapat Kerja Nasional (Rakerna) I PPR di Kota Bogor, Jawa Barat (Jabar), Jumat, ia menjelaskan bahwa PPR yang didirikan bersama multi-unsur dengan beragam latar-belakang itu punya paradigma "tidak semata-mata untuk kekuasaan".
"Berpartai bagi kami bukan semata-mata untuk kekuasaan, tapi memberikan pendidikan politik pada masyarakat yang ada saat ini, apalagi partai butuh konstituen ketika mendekati Pemilu, tapi ketika Pemilu usai, kita perhatikan mana sih yang punya kepedulian?," katanya disela-sela Rakernas yang dimulai sejak Kamis (30/11) malam.
Dalam profil Dewan Pleno yang ada di PPR, selain Bondan Gunawan, fungsironaris lainnya diantaranya adalah Muspani, SH, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Bengkulu, Pengurus Dewan Mahasiswa (Dema) Universitas Hasanuddin 1974-1977 yang juga pendiri Walhi, Ir M Natsir Abbas, MS, mantan Direktur INSIST Yogyakarta, Don Marut, dan Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional (DPN) PPR, Syaiful Bahri, aktivis gerakan reformasi 1998 yang pernah menjadi Ketua Umum Front Nasional Demokratik (FND) 2000-2003.
Selain itu, mantan aktivis kepecintalaman "Wanadri", Nia Syarifuddin, aktivis mahasiswa era 80-an, Tri Heru Wardoyo, dan juga Teddy Wibisana, yang saat ini ikut mengelola Kantor Berita Radio 68-H dan pernah ikut berperan saat berdirinya Partai Amanat Nasional (PAN) bersama salah satu tokoh reformasi, M Amien Rais.
Menurut Bondan Gunawan, mengapa akhirnya ia kemudian harus ikut berpartai --dari semula dirinya dikenal sebagai orang yang non-partai--karena ada kondisi dimana partai politik yang ada di Indonesia saat ini, dilihatnya bukan organisasi yang memediasi antara kepentingan rakyat dan penguasa.
"Semuanya (Parpol yang ada saat ini) hanya untuk kepentingan elit partai, sehingga banyak teman-teman di daerah merasa tidak ikut memiliki partai," katanya.
Karena melihat keadaan seperti itulah --walaupun baru tercium akhir-akhir ini-- namun unsur yang semula bernama "Perserikatan Rakyat" sebenarnya sudah berkelompok sejak empat tahun lalu, dan terus mencari bentuk.
"Sehingga mengapa sampai hari ini (PPR) belum dideklarasikan (sebagai Parpol), karena kita mulai dari bawah dulu, yakni dari tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten, kemudian mereka membentuk di provinsi, baru membentuk pengurus nasional. Jadi kami ini (melalui Rakeras) adalah embrio yang memfasilitasi terselenggaranya kongres," katanya.
Mengenai basis massa dari PPR, ia menyatakan bahwa elemen lokal menjadi kekuatan utama, baik dari kalangan intelektual, buruh, petani, nelayan, mahasiswa, serta mereka yang merasa membutuhkan sesuatu.
Kemudian, dibentuklah apa yang disebut "Perserikatan Rakyat", dan berangkat dari perserikatan itu yang terdiri dari berbagai macam, maka bila ditinjau dari asal-usulnya ada kelompok beragam, mulai dari nasionalis, sosialis, Masyumi, non partisan dan anak-anak muda yang sama sekali belum terlibat dalam kepartaian.
Tentang mengapa ia akhirnya mempunyai perhatian pada PPR, karena dirinya menilai ada gerakan anak-anak muda yang cukup berani berbeda dan bukan asal berbeda, dimana yang tertua belum 40 tahun, dan mereka menyatakan diri untuk tidak turut campur untuk urusan caleg maupun jabatan eksekufif selama masa bakti.
"Tentu, saya sebagai orang tua kan jadi tertarik pada anak-anak muda `ajaib` ini. Ternyata masih banyak anak muda yang tidak mengutamakan kepentingan atau mengurus dirinya sendiri dalam berpartai, dan ternyata muncul juga tokoh tua (untuk ikut bergabung), padahal apa kepentingan mereka (kalangan tua) selain memikirkan masa depan bangsa ini," katanya.
Pasca Rakernas di Bogor ini, menurut Bondan Gunawan, pihaknya akan mendorong daerah untuk secepatnya menyusun kelengkapan organisasi bila menghendaki PPR menjadi organisasi politik yakni melengkapi diri dengan persyaratan yang ada untuk jadi parpol, hingga kemudian menyiapkan kongres.
"Tentu kami ingin melakukan ujicoba pada Pemilu 2009, tapi apakah itu menjadi hasil yang mencapai harapan sebagai partai yang lolos atau tidak electoral treshold, bagi kami tidak masalah, tapi kami ingin mengajak kepada semuanya dan tanpa menjelekkan yang lain, mari berbuat yang benar, dan kami meyakini formula yang kami susun dalam PPR ini adalah formula parpol yang mendekati semua keinginan masyarakat," katanya.