Tren usia penderita kanker paru semakin muda. Itu akibat semakin mudanya usia ketika mengisap rokok. "Terus terang, saya sangat prihatin atas fenomena ini. Tak hanya mengalami pergeseran usia, tapi jumlah penderitanya juga bertambah banyak,"'kata'dr Isnu Pradjoko SpP(K), dokter spesialis paru di RSU dr Soetomo. Mayoritas penderita kanker paru, lanjut dia, adalah pria dan perokok berat.
Dia menyatakan, ada beberapa penyebab munculnya pergeseran usia penderita kanker paru. Pertama, kebiasaan merokok mulai muncul pada anak-anak dan remaja. "Semakin muda mulai mencicipi rokok, kemungkinan terkena kanker akan lebih cepat," tuturnya. Sebab, kanker tidak muncul setahun-dua tahun setelah merokok. Tapi, bisa 15-20 tahun mendatang.
Faktor berikutnya, jumlah batang rokok yang diisap tiap hari serta kadar nikotin yang melekat di paru. Bila menghabiskan 1-4 batang rokok setiap hari, risiko terkena kanker tiga kali lipat. Tapi, bila menghabiskan 2-3 pak tiap hari, risikonya meningkat menjadi 23 kali lipat. "Ada juga faktor keturunan. Kemungkinannya dua kali lipat dari yang tidak memiliki riwayat kesehatan kanker," tegas Isnu.
Dari fenomena tersebut, dia meminta agar masyarakat lebih berhati-hati. Terutama yang punya riwayat keluarga terkena kanker paru.
Rokok juga berpengaruh terhadap janin di kandungan. Bagi ibu perokok, anaknya akan lebih berpeluang terkena asma dibanding ibu yang tidak merokok. "Ini juga berlaku jika ibu perokok pasif atau banyak terkena paparan asap rokok. Karena itu, suami-suami yang merokok'bisa membuat si anak mengalami asma karena sang istri menjadi perokok pasif," tutur dr Oktiningsih SpP, spesialis penyakit paru dari RS Mitra Keluarga Surabaya.
Prof dr Mohammad Yogiantoro SpPD KGEH mengungkapkan, peningkatan penyakit akibat rokok disebabkan tak berjalannya program WHO. Sebab, banyak ditemukan iklan rokok terpampang di pinggir jalan. Kondisi tersebut membuat remaja dan anak di bawah umur sudah terbiasa dengan rokok.
"Makin dini mulai merokok, kemungkinan terjadinya penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah) tambah tinggi," lanjutnya. Sebab, rokok membuat pembuluh darah menyempit. Termasuk pembuluh darah menuju ginjal. Itu pula alasan banyaknya kalangan usia produktif yang mengidap penyakit kardiovaskuler dan ginjal.
Berdasar data Badan Pusat Statistik dua tahun lalu, populasi perokok pada usia anak-anak cukup tinggi. Yakni, perokok aktif usia 13-15 tahun-mencapai-26,8 persen dan usia 5-9 tahun 2,8 persen.
Sementara itu, Global Youth Tobbaco Survey (GYTS) WHO juga melaporkan, lebih dari 37,3 persen pelajar di Indonesia adalah perokok aktif. Tiga di antara sepuluh pelajar mengaku mengenal rokok sejak berusia kurang dari 10 tahun dan 61,3 persen dari populasi perokok remaja adalah laki-laki.
Dia menyatakan, ada beberapa penyebab munculnya pergeseran usia penderita kanker paru. Pertama, kebiasaan merokok mulai muncul pada anak-anak dan remaja. "Semakin muda mulai mencicipi rokok, kemungkinan terkena kanker akan lebih cepat," tuturnya. Sebab, kanker tidak muncul setahun-dua tahun setelah merokok. Tapi, bisa 15-20 tahun mendatang.
Faktor berikutnya, jumlah batang rokok yang diisap tiap hari serta kadar nikotin yang melekat di paru. Bila menghabiskan 1-4 batang rokok setiap hari, risiko terkena kanker tiga kali lipat. Tapi, bila menghabiskan 2-3 pak tiap hari, risikonya meningkat menjadi 23 kali lipat. "Ada juga faktor keturunan. Kemungkinannya dua kali lipat dari yang tidak memiliki riwayat kesehatan kanker," tegas Isnu.
Dari fenomena tersebut, dia meminta agar masyarakat lebih berhati-hati. Terutama yang punya riwayat keluarga terkena kanker paru.
Rokok juga berpengaruh terhadap janin di kandungan. Bagi ibu perokok, anaknya akan lebih berpeluang terkena asma dibanding ibu yang tidak merokok. "Ini juga berlaku jika ibu perokok pasif atau banyak terkena paparan asap rokok. Karena itu, suami-suami yang merokok'bisa membuat si anak mengalami asma karena sang istri menjadi perokok pasif," tutur dr Oktiningsih SpP, spesialis penyakit paru dari RS Mitra Keluarga Surabaya.
Prof dr Mohammad Yogiantoro SpPD KGEH mengungkapkan, peningkatan penyakit akibat rokok disebabkan tak berjalannya program WHO. Sebab, banyak ditemukan iklan rokok terpampang di pinggir jalan. Kondisi tersebut membuat remaja dan anak di bawah umur sudah terbiasa dengan rokok.
"Makin dini mulai merokok, kemungkinan terjadinya penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah) tambah tinggi," lanjutnya. Sebab, rokok membuat pembuluh darah menyempit. Termasuk pembuluh darah menuju ginjal. Itu pula alasan banyaknya kalangan usia produktif yang mengidap penyakit kardiovaskuler dan ginjal.
Berdasar data Badan Pusat Statistik dua tahun lalu, populasi perokok pada usia anak-anak cukup tinggi. Yakni, perokok aktif usia 13-15 tahun-mencapai-26,8 persen dan usia 5-9 tahun 2,8 persen.
Sementara itu, Global Youth Tobbaco Survey (GYTS) WHO juga melaporkan, lebih dari 37,3 persen pelajar di Indonesia adalah perokok aktif. Tiga di antara sepuluh pelajar mengaku mengenal rokok sejak berusia kurang dari 10 tahun dan 61,3 persen dari populasi perokok remaja adalah laki-laki.