Mewujudkan Partisipasi Publik Membangun Jakarta

andree_erlangga

New member
Pesona Jakarta yang menawarkan kehidupan gemerlap membuat kota ini semakin menarik di usianya yang mendekati setengah milenium. Namun, di balik gairah kehidupan yang tampak, Jakarta juga menyimpan sejumlah persoalan yang harus dibenahi untuk menunjang citranya sebagai ibu kota negara.

Persoalan kemiskinan dan pengangguran, lalu lintas dan trasportasi, layanan kesehatan, layanan publik dan fasilitas umum, keamanan dan ketertiban, serta tata kota dan permukiman. Hingga saat ini, persoalan-persoalan tersebut belum mampu dipecahkan pemimpin Jakarta. Kebijakan pembangunan yang dijalankan tidak pernah menunjukkan visi yang jelas dan cenderung inkonsisten.

Sebagai contoh, Pemprov DKI giat mengembangkan transportasi publik massal seperti busway dan monorel. Namun di saat bersamaan, ia berencana membangun enam ruas tol dalam kota dan membangun area parkir di jantung kota tepatnya di eks Stadion Menteng.

Dalam banyak kasus, program pembangunan yang dilakukan seolah ingin menunjukkan bahwa pemerintah sedang "bekerja". Pemerintah Provinsi DKI mungkin tidak menyadari bahwa masyarakat Jakarta makin sadar akan masalah-masalah yang kini mereka hadapi. Masyarakat Jakarta juga makin tahu alternatif solusi untuk kotanya.

Ketidakpuasan yang ditunjukkan masyarakat terhadap kepemimpinan Jakarta saat ini, seperti ditunjukkan sejumlah jajak pendapat, menyiratkan pesan bahwa sudah tiba waktunya untuk lahirnya perubahan yang mendasar.

Di mata pengamat perkotaan, Marco Kusumawijaya, Jakarta membutuhkan pemimpin baru yang mampu menggalang dan menggerakkan kemampuan kolektif untuk memperbaiki Jakarta, melebihi kemampuan masing-masing individu. Jakarta yang baru memerlukan gubernur yang inovatif, khususnya dalam membangun sinergi antara kepala daerah sebagai pemimpin pucuk, birokrasi sebagai mesin pemerintahan, dan rakyat yang telah memilihnya.

Pemilihan langsung dalam pemilihkan kepala daerah (pilkada) DKI 2007 ini membuat siapapun yang terpilih punya kesempatan luas melakukan hal itu. "Selama ini, rakyat Jakarta belum menjadi bagian penting dari setiap pengambilan keputusan dan kebijakan pembangunan di Jakarta," kata Marco dalam satu diskusi di Jakarta, pekan lalu.

Mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Parahiyangan, Bandung ini percaya selalu ada solusi teknis bagi kota Jakarta. Selama ini, lanjutnya, publik juga lupa mengkritik birokrasi. Jakarta yang baru memerlukan perubahan birokrasi dalam artian birokrasi yang mampu melahirkan kebijakan alternatif dan kreatif.

berpolitik.com
 
Back
Top