Sebenarnya lihat lawan jenis, berduaan, bersentuhan, udah cukup jelas dilarang, namun itu dalam kondisi normal (tidak ada hajat yang bisa dibenarkan oleh syariat). Dan semua itu memiliki tujuan untuk mencegah terjadinya fitnah (kuatir terjadinya zina). Tentu saja itu adalah langkah pertama. Sebab, presentasi terjadinya perzinahan hanya dari melihat, ngobrol, berboncengan, yang hanya dilakukan sekali dua kali jelas sangat rendah.
Nah untuk masalah hal2 seperti ini, syariat memiliki toleransi yang harus dikondisikan dengan besar kecilnya kemungkinan terjadinya perzinahan, kebutuhan masyarakat dan pertimbangan2 lain.
Beberapa buktinya adalah, diperbolehkan (bahkan dianjurkan/sunnah) melihat wanita yang mau dijadikan istri, meskipun hukum asal melihat wanita bukan mahram adalah haram, dengan alasan, hajat agar nantinya tidak menyesal/kecewa dengan pilihannya. Juga, diperbolehkan melihat wanita saat mengadakan jual beli atau yang lain, bahkan boleh melihat kemaluan wanita jika itu dibutuhkan dalam sebuah kesaksian perzinahan misalnya.
Jadi apakah fatwa MUI sudah mempertimbangkan hal2 ini atau belum? I don't think so, karena informasi yang sampai ke saya, tidak menunjukkan hal2 itu