dujanah
New member
Musibah Hercules
Peti Mati Hercules
Selama sewindu, banyak pesawat milik TNI berjatuhan. Terbentur rahasia militer.
Jum'at, 22 Mei 2009, 20:22 WIB
Nurlis E. Meuko
Evakuasi pesawat Hercules C-130 Alpha 1325 di Magetan (Antara/ Arief Priyono)
Rangkaian Kecelakaan Pesawat dalam Lima Bulan Terakhir
ARTIKEL TERKAIT
* Jatuhnya Pesawat Militer
* Sudah Uzur, Kurang Gizi Pula
web tools
smaller normal bigger
VIVAnews – SAAT tersadar, Bambang Saputro, mendapatkan dirinya tergeletak di tengah sawah. Darah mengucur dari kepalanya. Badannya luka-luka. Dia tak kuat berdiri. Beberapa puluh langkah dari tempatnya, ada rerimbunan bambu. Saputro menoleh: satu pesawat remuk sedang terbakar.
Asap hitam menggumpal di udara.
Tak jauh dari Saputro, ada rekannya Purwanto. Lelaki itu juga tergeletak di tengah sawah. Dua anggota TNI-AU berpangkat prajurit ini ingat, setengah jam lalu mereka naik Hercules C-130. Berangkat dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta . Tujuannya Biak. Bersama mereka, ada 99 penumpang dan 13 kru.
Cuaca pada pagi Rabu, 20 Mei 2009 itu sebetulnya cerah. Setengah jam terbang, Saputro mendengar ledakan keras di udara. “Kemudian pesawat melayang rendah, dan terasa oleng,” kata Saputro. Selanjutnya, Saputro tak ingat apa-apa lagi.
Adapun Purwanto masih merasakan pesawat bernomor ekor A-1325 terguncang begitu hebatnya. Penumpang lain terjaga dari lelapnya. Teriakan kepanikan membahana saat pesawat menukik tajam.
Purwanto tak berdaya, tubuhnya terlempar ke sana ke mari membentur dinding pesawat. "Tiba-tiba saya tercampak ke sawah,” katanya. “Saya melihat mayat bergelimpangan dan pesawat terpotong menjadi dua, bagian depan dan ekornya," katanya.
Setelah beberapa saat, warga setempat mengevakuasi dua tentara ini. Mereka dibawa Rumah Sakit Lanud Iswajudin, Madiun, Jakarta Timur. Di sinilah mereka baru tahu pesawat yang mereka tumpangi jatuh di desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan, Jawa Timur, pada 06.25 WIB.
Ketika terjatuh, pesawat juga menimpa dua rumah penduduk. Menurut informasi TNI-AU, kecelakaan itu menewaskan 99 orang, termasuk dua penghuni rumah itu. Lokasi musibah lima kilometer dari Lanud Iswahyudi, tempat mereka hendak mendarat. Menurut jadwal, Hercules naas itu akan melanjutkan terbang ke Makassar dan Biak , Papua.
Evakuasi korban sudah dilakukan. Begitu juga puing-puing badan pesawat. Memang setelah jatuh, badan pesawat panjangnya 15 meter itu patah dua. Bagian kepala masuk ke dalam lumpur. Puing-puing inilah yang diangkut dengan truk TNI Angkatan Udara (AU).
***
Penyelidikan sebab musabab jatuhnya Hercules itu sedang dilakukan TNI Angkatan Udara. Panitia Penyidik Kecelakan Pesawat Udara TNI AU sampai kemarin masih berada di lokasi jatuhnya pesawat.
Biasanya, penyebab kecelakaan pesawat –komersial—akan terungkap setelah kotak hitam (black box) ditemukan. Kotak itu merekam informasi percakapan pilot dengan awak pesawat sebelum terjadinya kecelakaan.
Tapi, pesawat militer tak mengenal black box. “Kalau ada black box-nya, misalnya ketika perang, kemudian pesawat jatuh ditembak musuh, mereka akan mencari black box dan akan diketahui kekuatan kita," kata Kapuspen TNI Marsekal Muda Sagoem Tamboen.
Kendati begitu, kata Sagoem, TNI tetap menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat. “Tim kami akan mengumpulkan puing sebagai bukti untuk bahan analisa," katanya. Selain itu, kata Sagoem, TNI juga akan meminta keterangan warga setempat, para saksi langsung inseiden tersebut.
TNI-AU juga mengumpulkan riwayat pesawat. Menurut Sagoem, seluruh fakta dilihat, mulai laporan orang yang memelihara (maintenance), dan kesaksian warga. Soal perawatan, Sagoem sudah ada jawaban. “Sehari sebelum terbang, pesawat itu mendapat perawatan. Dan layak terbang,” katanya.
Marsekal Muda TNI Purnawirawan Tarigan Siberu, dia mantan Pilot Hercules pada 1989, menilai penyebab jatuhnya Hercules C-130 akibat terbang terlalu rendah sekitar lima kilometer mendekati ujung landasan. Pesawat itu melayang lebih rendah dari 1.500 kaki. “Itu bukan hal biasa,” katanya. "Tidak mungkin pesawat serendah itu.”
Selama menerbangkan Hercules, pesawat umumnya berada pada jarak di atas 1.500 kaki. Kalau lebih rendah, kemungkinan ada yang salah. Tapi Tarigan tak bisa menyimpulkan. “ Ada kemungkinan udara kosong, atau lost power," katanya.
Tapi, pada satu peristiwa kecelakaan ada banyak mata rantai yang perlu ditelusuri. “Jangan hanya berpatokan kurang pemeliharaan atau pesawat tidak layak terbang,” katanya. "Saya kira, kalau pesawat tak layak terbang maka pesawat tidak akan diterbangkan.”
***
Akrab disapa si Herky, Hercules adalah burung besi multiguna dengan empat engine turbo propeller berkekuatan 4000 tenaga kuda. Ia dapat terbang di ketinggian 6000 meter dengan kecepatan 300-400 mil per jam.
Dengan panjang antara 30-40 meter, serta tinggi sekitar 12 meter, ke dalam perutnya bisa dijejali pasukan, dan beragam peralatan militer. Semuanya masuk: dari jip, panser, hingga helikopter. Total angkutan mencapai 20 ton.
Di udara, Herky juga cukup tangguh. Burung besi yang gendut itu bisa menembus daerah terpencil. Kelebihannya, dia mampu tinggal landas, dan mendarat di medan yang sulit. Bahkan terbang rendah yang tak terjangkau radar musuh.
Pertama kali mengudara pada 23 Agustus 1954 di Amerika, pesawat produksi Lockheed Martin ini sudah dipakai Indonesia sejak 18 Maret 1960. Indonesia menjadi negara pertama di luar Amerika yang menggunakan C-130. Armada Herky awalnya di tempatkan di Skadron 31 di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta dan Skadron 32 di Lanud Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur.
Dari segi usia, Hercules memang sudah tua. Kondisi ini kian parah karena dana pemeilihartaan kurang. Perawatan pun seadaanya. Akibatnya, sudah enam kali Hercules kecelakaan.
Pertama kali terjadi pada saat Operasi Dwikora, sepanjang 1963-1965. Satu Hercules nomor registrasi T-1307 yang dipiloti Letkol Djalaludin Tantu jatuh. Korban 47 orang. Pasukan Gerak Tjepat yang dipimpin Kolonel S. Sukani hilang.
Pada masa operasi militer itu, kecelakaaan kedua terjadi di Long Bawang, Kalimantan , pada 17 September 1965. Pesawat nomor registrasi T-1306 itu dipiloti oleh Mayor Soehardjo dan Kapten Erwin Santoso. Lalu, musibah berikutnya menimpa pesawat nomor AI-1322. Pesawat intai maritim ini jatuh di Pegunungan Sibayak, Sumatera Utara.
Pada 5 Oktober 1991, terjadi kecelakaan cukup banyak menelan korban. Hercules jatuh bernomor A-1234 jatuh di Condet, setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma. Kecelakaan pesawat yang dipiloti Mayor Syamsul ini menelan korban 119 penumpang, dan 11 kru serta dua penduduk.
Lalu pada 20 Desember 2001, Hercules kecelakaan di Lhokseumawe, Aceh Utara, karena overshoot di landasan. Tak ada korban jiwa di sini. Kecelakaan yang terbaru terjadi di Magetan, Jawa Timur, pada Rabu 20 Mei 2009.
Barangkali karena riwayat buruk inilah, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengutarakan niatnya “mengandangkan” Hercules tua dan tak layak terbang lagi. Ini sepertinya potret dari alat perang udara yang dimiliki TNI-AU. Seorang perwira tinggi di Departemen Pertahanan, pernah menyebutkan, “Seperti menerbangkan peti mati”.
Tapi, pengamat politik militer Agus Widjoyo, berharap Departemen Pertahanan tidak buru-buru memutuskan status grounded bagi sisa Hercules yang masih bisa dioperasikan TNI. Menurut dia, “Harus ada keputusan lebih komprehensif untuk melihat kebutuhan TNI,” katanya. Jangan sampai, ketika telah banyak kasus kecelakaan, dan Hercules dikandangkan, maka terjadi kerugian lebih besar.
Sebab jatuhnya pesawat, kata Agus, mungkin tak akan dibuka kepada publik. Sebab selama ini militer jarang sekali menuntaskan penyelidikan sampai selesai. "Kami juga tidak tahu banyak, karena memang hasil penyelidikan biasanya tidak dipublikasikan, " kata Agus.
Selama ini, penyelidikan itu bersifat internal. Alasannya, mencegah beredarnya cerita penyebab kecelakaan yang masuk kategori "harus dirahasiakan" . Itulah sebabnya, tak pernah terungkap penyebab kecelakaan.
Padahal, kata Agus, hasil penyelidikan penting untuk mendapatkan kesimpulan akar penyebab kecelakaan. Apalagi kecelakaan ini bukan pertama kali. Tanpa data, maka pengamat, atau siapa pun tidak akan berani menyimpulkan. "Kalau hasilnya hanya rekaan, siapa pun bisa saja menyimpulkannya.”
Peti Mati Hercules
Selama sewindu, banyak pesawat milik TNI berjatuhan. Terbentur rahasia militer.
Jum'at, 22 Mei 2009, 20:22 WIB
Nurlis E. Meuko
Evakuasi pesawat Hercules C-130 Alpha 1325 di Magetan (Antara/ Arief Priyono)
Rangkaian Kecelakaan Pesawat dalam Lima Bulan Terakhir
ARTIKEL TERKAIT
* Jatuhnya Pesawat Militer
* Sudah Uzur, Kurang Gizi Pula
web tools
smaller normal bigger
VIVAnews – SAAT tersadar, Bambang Saputro, mendapatkan dirinya tergeletak di tengah sawah. Darah mengucur dari kepalanya. Badannya luka-luka. Dia tak kuat berdiri. Beberapa puluh langkah dari tempatnya, ada rerimbunan bambu. Saputro menoleh: satu pesawat remuk sedang terbakar.
Asap hitam menggumpal di udara.
Tak jauh dari Saputro, ada rekannya Purwanto. Lelaki itu juga tergeletak di tengah sawah. Dua anggota TNI-AU berpangkat prajurit ini ingat, setengah jam lalu mereka naik Hercules C-130. Berangkat dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta . Tujuannya Biak. Bersama mereka, ada 99 penumpang dan 13 kru.
Cuaca pada pagi Rabu, 20 Mei 2009 itu sebetulnya cerah. Setengah jam terbang, Saputro mendengar ledakan keras di udara. “Kemudian pesawat melayang rendah, dan terasa oleng,” kata Saputro. Selanjutnya, Saputro tak ingat apa-apa lagi.
Adapun Purwanto masih merasakan pesawat bernomor ekor A-1325 terguncang begitu hebatnya. Penumpang lain terjaga dari lelapnya. Teriakan kepanikan membahana saat pesawat menukik tajam.
Purwanto tak berdaya, tubuhnya terlempar ke sana ke mari membentur dinding pesawat. "Tiba-tiba saya tercampak ke sawah,” katanya. “Saya melihat mayat bergelimpangan dan pesawat terpotong menjadi dua, bagian depan dan ekornya," katanya.
Setelah beberapa saat, warga setempat mengevakuasi dua tentara ini. Mereka dibawa Rumah Sakit Lanud Iswajudin, Madiun, Jakarta Timur. Di sinilah mereka baru tahu pesawat yang mereka tumpangi jatuh di desa Geplak, Kecamatan Karas, Magetan, Jawa Timur, pada 06.25 WIB.
Ketika terjatuh, pesawat juga menimpa dua rumah penduduk. Menurut informasi TNI-AU, kecelakaan itu menewaskan 99 orang, termasuk dua penghuni rumah itu. Lokasi musibah lima kilometer dari Lanud Iswahyudi, tempat mereka hendak mendarat. Menurut jadwal, Hercules naas itu akan melanjutkan terbang ke Makassar dan Biak , Papua.
Evakuasi korban sudah dilakukan. Begitu juga puing-puing badan pesawat. Memang setelah jatuh, badan pesawat panjangnya 15 meter itu patah dua. Bagian kepala masuk ke dalam lumpur. Puing-puing inilah yang diangkut dengan truk TNI Angkatan Udara (AU).
***
Penyelidikan sebab musabab jatuhnya Hercules itu sedang dilakukan TNI Angkatan Udara. Panitia Penyidik Kecelakan Pesawat Udara TNI AU sampai kemarin masih berada di lokasi jatuhnya pesawat.
Biasanya, penyebab kecelakaan pesawat –komersial—akan terungkap setelah kotak hitam (black box) ditemukan. Kotak itu merekam informasi percakapan pilot dengan awak pesawat sebelum terjadinya kecelakaan.
Tapi, pesawat militer tak mengenal black box. “Kalau ada black box-nya, misalnya ketika perang, kemudian pesawat jatuh ditembak musuh, mereka akan mencari black box dan akan diketahui kekuatan kita," kata Kapuspen TNI Marsekal Muda Sagoem Tamboen.
Kendati begitu, kata Sagoem, TNI tetap menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat. “Tim kami akan mengumpulkan puing sebagai bukti untuk bahan analisa," katanya. Selain itu, kata Sagoem, TNI juga akan meminta keterangan warga setempat, para saksi langsung inseiden tersebut.
TNI-AU juga mengumpulkan riwayat pesawat. Menurut Sagoem, seluruh fakta dilihat, mulai laporan orang yang memelihara (maintenance), dan kesaksian warga. Soal perawatan, Sagoem sudah ada jawaban. “Sehari sebelum terbang, pesawat itu mendapat perawatan. Dan layak terbang,” katanya.
Marsekal Muda TNI Purnawirawan Tarigan Siberu, dia mantan Pilot Hercules pada 1989, menilai penyebab jatuhnya Hercules C-130 akibat terbang terlalu rendah sekitar lima kilometer mendekati ujung landasan. Pesawat itu melayang lebih rendah dari 1.500 kaki. “Itu bukan hal biasa,” katanya. "Tidak mungkin pesawat serendah itu.”
Selama menerbangkan Hercules, pesawat umumnya berada pada jarak di atas 1.500 kaki. Kalau lebih rendah, kemungkinan ada yang salah. Tapi Tarigan tak bisa menyimpulkan. “ Ada kemungkinan udara kosong, atau lost power," katanya.
Tapi, pada satu peristiwa kecelakaan ada banyak mata rantai yang perlu ditelusuri. “Jangan hanya berpatokan kurang pemeliharaan atau pesawat tidak layak terbang,” katanya. "Saya kira, kalau pesawat tak layak terbang maka pesawat tidak akan diterbangkan.”
***
Akrab disapa si Herky, Hercules adalah burung besi multiguna dengan empat engine turbo propeller berkekuatan 4000 tenaga kuda. Ia dapat terbang di ketinggian 6000 meter dengan kecepatan 300-400 mil per jam.
Dengan panjang antara 30-40 meter, serta tinggi sekitar 12 meter, ke dalam perutnya bisa dijejali pasukan, dan beragam peralatan militer. Semuanya masuk: dari jip, panser, hingga helikopter. Total angkutan mencapai 20 ton.
Di udara, Herky juga cukup tangguh. Burung besi yang gendut itu bisa menembus daerah terpencil. Kelebihannya, dia mampu tinggal landas, dan mendarat di medan yang sulit. Bahkan terbang rendah yang tak terjangkau radar musuh.
Pertama kali mengudara pada 23 Agustus 1954 di Amerika, pesawat produksi Lockheed Martin ini sudah dipakai Indonesia sejak 18 Maret 1960. Indonesia menjadi negara pertama di luar Amerika yang menggunakan C-130. Armada Herky awalnya di tempatkan di Skadron 31 di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta dan Skadron 32 di Lanud Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur.
Dari segi usia, Hercules memang sudah tua. Kondisi ini kian parah karena dana pemeilihartaan kurang. Perawatan pun seadaanya. Akibatnya, sudah enam kali Hercules kecelakaan.
Pertama kali terjadi pada saat Operasi Dwikora, sepanjang 1963-1965. Satu Hercules nomor registrasi T-1307 yang dipiloti Letkol Djalaludin Tantu jatuh. Korban 47 orang. Pasukan Gerak Tjepat yang dipimpin Kolonel S. Sukani hilang.
Pada masa operasi militer itu, kecelakaaan kedua terjadi di Long Bawang, Kalimantan , pada 17 September 1965. Pesawat nomor registrasi T-1306 itu dipiloti oleh Mayor Soehardjo dan Kapten Erwin Santoso. Lalu, musibah berikutnya menimpa pesawat nomor AI-1322. Pesawat intai maritim ini jatuh di Pegunungan Sibayak, Sumatera Utara.
Pada 5 Oktober 1991, terjadi kecelakaan cukup banyak menelan korban. Hercules jatuh bernomor A-1234 jatuh di Condet, setelah lepas landas dari Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma. Kecelakaan pesawat yang dipiloti Mayor Syamsul ini menelan korban 119 penumpang, dan 11 kru serta dua penduduk.
Lalu pada 20 Desember 2001, Hercules kecelakaan di Lhokseumawe, Aceh Utara, karena overshoot di landasan. Tak ada korban jiwa di sini. Kecelakaan yang terbaru terjadi di Magetan, Jawa Timur, pada Rabu 20 Mei 2009.
Barangkali karena riwayat buruk inilah, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengutarakan niatnya “mengandangkan” Hercules tua dan tak layak terbang lagi. Ini sepertinya potret dari alat perang udara yang dimiliki TNI-AU. Seorang perwira tinggi di Departemen Pertahanan, pernah menyebutkan, “Seperti menerbangkan peti mati”.
Tapi, pengamat politik militer Agus Widjoyo, berharap Departemen Pertahanan tidak buru-buru memutuskan status grounded bagi sisa Hercules yang masih bisa dioperasikan TNI. Menurut dia, “Harus ada keputusan lebih komprehensif untuk melihat kebutuhan TNI,” katanya. Jangan sampai, ketika telah banyak kasus kecelakaan, dan Hercules dikandangkan, maka terjadi kerugian lebih besar.
Sebab jatuhnya pesawat, kata Agus, mungkin tak akan dibuka kepada publik. Sebab selama ini militer jarang sekali menuntaskan penyelidikan sampai selesai. "Kami juga tidak tahu banyak, karena memang hasil penyelidikan biasanya tidak dipublikasikan, " kata Agus.
Selama ini, penyelidikan itu bersifat internal. Alasannya, mencegah beredarnya cerita penyebab kecelakaan yang masuk kategori "harus dirahasiakan" . Itulah sebabnya, tak pernah terungkap penyebab kecelakaan.
Padahal, kata Agus, hasil penyelidikan penting untuk mendapatkan kesimpulan akar penyebab kecelakaan. Apalagi kecelakaan ini bukan pertama kali. Tanpa data, maka pengamat, atau siapa pun tidak akan berani menyimpulkan. "Kalau hasilnya hanya rekaan, siapa pun bisa saja menyimpulkannya.”