JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah Myanmar optimistis pembuatan konstitusi baru akan bisa diselesaikan pada tahun ini. Di dalam konstitusi itu terkandung prinsip pembagian kekuasaan antara militer dan sipil.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda seusai bertemu dengan Menteri Luar Negeri Myanmar U Nyan Win, Kamis (15/2) di Departemen Luar Negeri, Jakarta.
Pertemuan itu merupakan pertemuan pertama Komisi Bersama RI-Myanmar yang disepakati kedua negara pada kunjungan Presiden Yudhoyono ke Myanmar, tahun lalu. Sedangkan pertemuan kedua komisi itu akan dilaksanakan tahun depan di Myanmar.
Menlu Hassan yang melayani tanya jawab dengan wartawan tanpa didampingi Menlu Myanmar menjelaskan, pada pertemuan empat mata memang Menlu RI menanyakan sejauh mana kemajuan proses demokratisasi di Myanmar.
Atas pertanyaan itu, Menlu Myanmar menjawab optimistis penyusunan konstitusi baru yang sudah dimulai sejak 2003 itu akan selesai pada tahun ini. Selain masalah pembagian kekuasaan antara sipil dan militer di negara itu, disampaikan juga mengenai rencana memberikan otonomi penuh kepada tujuh wilayah sehingga Myanmar pun diproyeksikan akan memiliki parlemen-parlemen di daerah.
"Kalau itu benar terjadi, sedikit banyak itu akan menampilkan kemajuan dari proses yang selama ini diakui banyak pihak sebagai lambat. Kalau konstitusi itu betul-betul bisa dirampungkan pada tahun ini, saya kira itu suatu langkah maju," ungkap Hassan.
Terkait pembebasan para tahanan politik, sebagaimana juga dimintakan oleh ASEAN, Menlu Hassan menjelaskan, U Nyan Win tidak bisa memastikannya.
"Pihak Myanmar tidak dapat memastikan kapan Ibu Aung San Suu Kyi dan tahanan lainnya akan dibebaskan, tetapi menjamin bahwa kunjungan dokter bagi Aung San Suu Kyi selama ini juga terus diberikan," ujarnya.
Usulan Indonesia
Terkait usulan Indonesia yang disampaikan pada Pertemuan Tingkat Tinggi ASEAN bulan lalu untuk dibentuknya Komisi Tiga Negara di ASEAN guna mencermati kemajuan di Myanmar, Menlu Hassan menjawab, tidak ada respons yang definitif dari pihak Myanmar. Hal itu kemungkinan terkait dengan gambaran akan selesainya proses penyusunan konstitusi Myanmar.
Mengenai masih tercantumnya masalah Myanmar di Dewan Keamanan (DK) PBB, Menlu RI mengungkapkan, pihak Myanmar memang menyampaikan semacam keluhan dan juga kekhawatiran tentang kemungkinan masalah dalam negerinya dieksploitasi, misalnya terkait tentara anak-anak yang sudah mereka bantah, juga tuduhan hubungan antar-agama yang tidak harmonis yang juga mereka bantah.
Hassan menjelaskan, pertemuan pertama Komisi Bersama itu menghasilkan nota kesepahaman yang ditandatangani kedua menlu. Nota kesepahaman itu memuat kesepakatan untuk menjajaki bidang-bidang kerja sama yang akan dikembangkan oleh kedua negara, tidak hanya dalam masalah-masalah politik, tetapi juga upaya meningkatkan hubungan ekonomi, kerja sama teknik dan pelatihan di berbagai bidang, termasuk militer dan kepolisian, juga kerja sama di bidang budaya, bahasa, serta meningkatkan hubungan antarrakyat.
"Sebagai pertemuan pertama, kami memang tidak menargetkan yang muluk-muluk, tetapi yang bisa dikerjakan," ungkapnya.
Menlu U Nyan Win menyampaikan, pada pertemuan itu kedua pihak saling menawarkan bantuan. Pihak Myanmar menawarkan teknik dan pelatihan untuk membudidayakan tanaman jati, dalam rangka pengembangan hutan di Indonesia. Myanmar juga menawarkan pelajaran bahasa Myanmar kepada mahasiswa Indonesia dan sebaliknya Myanmar akan mengirim mahasiswanya ke Indonesia.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda seusai bertemu dengan Menteri Luar Negeri Myanmar U Nyan Win, Kamis (15/2) di Departemen Luar Negeri, Jakarta.
Pertemuan itu merupakan pertemuan pertama Komisi Bersama RI-Myanmar yang disepakati kedua negara pada kunjungan Presiden Yudhoyono ke Myanmar, tahun lalu. Sedangkan pertemuan kedua komisi itu akan dilaksanakan tahun depan di Myanmar.
Menlu Hassan yang melayani tanya jawab dengan wartawan tanpa didampingi Menlu Myanmar menjelaskan, pada pertemuan empat mata memang Menlu RI menanyakan sejauh mana kemajuan proses demokratisasi di Myanmar.
Atas pertanyaan itu, Menlu Myanmar menjawab optimistis penyusunan konstitusi baru yang sudah dimulai sejak 2003 itu akan selesai pada tahun ini. Selain masalah pembagian kekuasaan antara sipil dan militer di negara itu, disampaikan juga mengenai rencana memberikan otonomi penuh kepada tujuh wilayah sehingga Myanmar pun diproyeksikan akan memiliki parlemen-parlemen di daerah.
"Kalau itu benar terjadi, sedikit banyak itu akan menampilkan kemajuan dari proses yang selama ini diakui banyak pihak sebagai lambat. Kalau konstitusi itu betul-betul bisa dirampungkan pada tahun ini, saya kira itu suatu langkah maju," ungkap Hassan.
Terkait pembebasan para tahanan politik, sebagaimana juga dimintakan oleh ASEAN, Menlu Hassan menjelaskan, U Nyan Win tidak bisa memastikannya.
"Pihak Myanmar tidak dapat memastikan kapan Ibu Aung San Suu Kyi dan tahanan lainnya akan dibebaskan, tetapi menjamin bahwa kunjungan dokter bagi Aung San Suu Kyi selama ini juga terus diberikan," ujarnya.
Usulan Indonesia
Terkait usulan Indonesia yang disampaikan pada Pertemuan Tingkat Tinggi ASEAN bulan lalu untuk dibentuknya Komisi Tiga Negara di ASEAN guna mencermati kemajuan di Myanmar, Menlu Hassan menjawab, tidak ada respons yang definitif dari pihak Myanmar. Hal itu kemungkinan terkait dengan gambaran akan selesainya proses penyusunan konstitusi Myanmar.
Mengenai masih tercantumnya masalah Myanmar di Dewan Keamanan (DK) PBB, Menlu RI mengungkapkan, pihak Myanmar memang menyampaikan semacam keluhan dan juga kekhawatiran tentang kemungkinan masalah dalam negerinya dieksploitasi, misalnya terkait tentara anak-anak yang sudah mereka bantah, juga tuduhan hubungan antar-agama yang tidak harmonis yang juga mereka bantah.
Hassan menjelaskan, pertemuan pertama Komisi Bersama itu menghasilkan nota kesepahaman yang ditandatangani kedua menlu. Nota kesepahaman itu memuat kesepakatan untuk menjajaki bidang-bidang kerja sama yang akan dikembangkan oleh kedua negara, tidak hanya dalam masalah-masalah politik, tetapi juga upaya meningkatkan hubungan ekonomi, kerja sama teknik dan pelatihan di berbagai bidang, termasuk militer dan kepolisian, juga kerja sama di bidang budaya, bahasa, serta meningkatkan hubungan antarrakyat.
"Sebagai pertemuan pertama, kami memang tidak menargetkan yang muluk-muluk, tetapi yang bisa dikerjakan," ungkapnya.
Menlu U Nyan Win menyampaikan, pada pertemuan itu kedua pihak saling menawarkan bantuan. Pihak Myanmar menawarkan teknik dan pelatihan untuk membudidayakan tanaman jati, dalam rangka pengembangan hutan di Indonesia. Myanmar juga menawarkan pelajaran bahasa Myanmar kepada mahasiswa Indonesia dan sebaliknya Myanmar akan mengirim mahasiswanya ke Indonesia.