nurcahyo
New member
NASEHAT UNTUK PARA DA?I YANG ENGGAN BEKERJA SAMA DENGAN MEDIA MASSA
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa pandangan Syaikh terhadap sebagian dai yang enggan bekerja sama dengan media massa. Lalu bagaimana menutupi kekurangan tersebut dan mengadakan jalur penghubung antara para dai dan media massa?
Jawaban.
Tidak diragukan lagi, bahwa sebagian ahli ilmu ada yang menggampangkan dalam perkara ini, baik itu karena urusan-urusan materi yang menyibukkannya, atau karena kelemahan ilmunya, atau karena penyakit yang menghalanginya atau karena hal-hal lain yang dipandangnya benar namun ternyata salah. Misalnya, ia merasa bahwa dirinya tidak kompeten, atau karena melihat ada orang lain yang telah melaksanakan lalu dianggap cukup, dan alasan-alasan lainnya. Saran saya untuk para penuntut ilmu, hendaknya tidak enggan untuk berdakwah dengan mengatakan, 'ini tugas orang lain', tapi hendaknya ia mengajak manusia ke jalan Allah sesuai dengan ilmu yang dimilikinya, dan berusaha untuk selalu berbicara dengan dalil-dalil, bukan malah berbicara atas nama Allah tapi tanpa ilmu.
Hendaknya tidak menghinakan dirinya selama ini memiliki ihnu dan pemahaman tentang agama, malah seharusnya ia ikut berpartisipasi dalam kebaikan melalui berbagai cara, baik melalui media massa maupun lainnya. Hendaknya tidak mengatakan, 'ini tugas orang lain', sebab, jika masing-masing orang saling mengandalkan, yakni masing-masing mengatakan, 'ini tugas orang lain, maka dakwah akan vakum, para da?i akan sedikit, sehingga orang-orang jahil tetap dalam kebodohan dan keburukan akan tetap seperti itu. Jelas ini kesalahan besar, maka wajib atas para ahli ilmu untuk berpartisipasi dalam medan dakwah di mana saja, di masyarakat mana saja dan dalam kondisi apa pun, di kerata api, di mobil, di kapal laut dan sebagainya, setiap ada kesempatan, selayaknya seorang penuntut ilmu memanfaatkannya untuk berdakwah dan menyampaikan wejangan. Setiap kali ia berpartisipasi dalam medan dakwah, maka saat itu ia berada dalam kebaikan yang agung, Allah Subhanahu wa Ta?ala berfirman,
?Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: ' Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" [Fushshilat : 33]
Allah Subhanahu wa Ta?ala menyatakan bahwa tidak ada perkataan yang lebih baik dari itu, ungkapan yang bernada pertanyaan ini sebenarnya berarti 'peniadaan', yakni tidak ada seorang pun yang perkataannya lebih baik daripada yang mengajak ke jalan Allah. Sungguh ini pernyataan nan agung dan motivator yang besar bagi para dai yang mengajak manusia ke jalan Allah Subhanahu wa Ta?ala. Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam bersabda,
"Artinya : Barangsiapa menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya? [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Imarah 1893]
Dalam hadits lain beliau bersabda,
"Artinya : Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikuti (ajakan)nya, tidak dikurangi sedikit pun dari pahala-pahala mereka?[Hadits Riwayat Muslm dalam Al-Ilm 2674]
Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam pernah berkata kepada Ali ketika beliau mengutusnya ke Khaibar,
"Artinya ; Demi Allah, Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta merah? [Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Jihad 3009 dan Muslim dalam Fadha?ilus Shahabah 2406]
Karena itu, hendaknya seorang alim tidak membatasi diri dalam kebaikan atau berpaling darinya dengan alasan bahwa sudah ada orang lain yang melaksanakannya, bahkan para ahli ilmu itu wajib berpartisipasi dan mengerahkan daya upayanya untuk berdakwah di mana saja. Sesungguhnya, manusia membutuhkan dakwah, baik yang muslim maupun yang kafir. Yang muslim agar bertambah ilmunya, dan yang kafir, mudah-mudahan Allah memberinya hidayah lalu memeluk Islam.
[Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi?ah, juz 5, hal. 266-267, Syaikh ibnu Baz]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar?iyyah Fi Al Masa?il Al-Ashriyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa pandangan Syaikh terhadap sebagian dai yang enggan bekerja sama dengan media massa. Lalu bagaimana menutupi kekurangan tersebut dan mengadakan jalur penghubung antara para dai dan media massa?
Jawaban.
Tidak diragukan lagi, bahwa sebagian ahli ilmu ada yang menggampangkan dalam perkara ini, baik itu karena urusan-urusan materi yang menyibukkannya, atau karena kelemahan ilmunya, atau karena penyakit yang menghalanginya atau karena hal-hal lain yang dipandangnya benar namun ternyata salah. Misalnya, ia merasa bahwa dirinya tidak kompeten, atau karena melihat ada orang lain yang telah melaksanakan lalu dianggap cukup, dan alasan-alasan lainnya. Saran saya untuk para penuntut ilmu, hendaknya tidak enggan untuk berdakwah dengan mengatakan, 'ini tugas orang lain', tapi hendaknya ia mengajak manusia ke jalan Allah sesuai dengan ilmu yang dimilikinya, dan berusaha untuk selalu berbicara dengan dalil-dalil, bukan malah berbicara atas nama Allah tapi tanpa ilmu.
Hendaknya tidak menghinakan dirinya selama ini memiliki ihnu dan pemahaman tentang agama, malah seharusnya ia ikut berpartisipasi dalam kebaikan melalui berbagai cara, baik melalui media massa maupun lainnya. Hendaknya tidak mengatakan, 'ini tugas orang lain', sebab, jika masing-masing orang saling mengandalkan, yakni masing-masing mengatakan, 'ini tugas orang lain, maka dakwah akan vakum, para da?i akan sedikit, sehingga orang-orang jahil tetap dalam kebodohan dan keburukan akan tetap seperti itu. Jelas ini kesalahan besar, maka wajib atas para ahli ilmu untuk berpartisipasi dalam medan dakwah di mana saja, di masyarakat mana saja dan dalam kondisi apa pun, di kerata api, di mobil, di kapal laut dan sebagainya, setiap ada kesempatan, selayaknya seorang penuntut ilmu memanfaatkannya untuk berdakwah dan menyampaikan wejangan. Setiap kali ia berpartisipasi dalam medan dakwah, maka saat itu ia berada dalam kebaikan yang agung, Allah Subhanahu wa Ta?ala berfirman,
?Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan berkata: ' Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" [Fushshilat : 33]
Allah Subhanahu wa Ta?ala menyatakan bahwa tidak ada perkataan yang lebih baik dari itu, ungkapan yang bernada pertanyaan ini sebenarnya berarti 'peniadaan', yakni tidak ada seorang pun yang perkataannya lebih baik daripada yang mengajak ke jalan Allah. Sungguh ini pernyataan nan agung dan motivator yang besar bagi para dai yang mengajak manusia ke jalan Allah Subhanahu wa Ta?ala. Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam bersabda,
"Artinya : Barangsiapa menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya? [Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Imarah 1893]
Dalam hadits lain beliau bersabda,
"Artinya : Barangsiapa mengajak kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikuti (ajakan)nya, tidak dikurangi sedikit pun dari pahala-pahala mereka?[Hadits Riwayat Muslm dalam Al-Ilm 2674]
Rasulullah Shallallahu ?alaihi wa sallam pernah berkata kepada Ali ketika beliau mengutusnya ke Khaibar,
"Artinya ; Demi Allah, Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran engkau, adalah lebih baik bagimu daripada engkau memiliki unta merah? [Hadits Riwayat Al-Bukhari dalam Al-Jihad 3009 dan Muslim dalam Fadha?ilus Shahabah 2406]
Karena itu, hendaknya seorang alim tidak membatasi diri dalam kebaikan atau berpaling darinya dengan alasan bahwa sudah ada orang lain yang melaksanakannya, bahkan para ahli ilmu itu wajib berpartisipasi dan mengerahkan daya upayanya untuk berdakwah di mana saja. Sesungguhnya, manusia membutuhkan dakwah, baik yang muslim maupun yang kafir. Yang muslim agar bertambah ilmunya, dan yang kafir, mudah-mudahan Allah memberinya hidayah lalu memeluk Islam.
[Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi?ah, juz 5, hal. 266-267, Syaikh ibnu Baz]
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar?iyyah Fi Al Masa?il Al-Ashriyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]