fajarsany
New member
Sebagai orang yang berkecimpung di bidang Teknologi Informasi (TI), tas punggung berisi Laptop, Smartphone, dan pakaian rapih adalah yang harus ada pada diri Arif; menjadikannya semacam seragam yang mesti dikenakan setiap hari, termasuk ketika sedang jalan-jalan.
Ketika sedang bersantai di sebuah kios kue alun-alun kota, dia melihat seorang perempuan muda sedang berlari mengejar seorang lelaki berbadan besar yang memegang sebuah tas berwarna merah.
“Itu pasti jambret, aku harus menolongnya!”
Arif menitipkan barang-barangnya pada pemilik kios, kemudian mengejar lelaki tersebut.
Ketika tepat berada puluhan sentimeterdi belakangnya, Arif segera loncat dan menahan kedua kakinya, membuatnya langsung terjatuh dengan posisi dada dan muka membentur tanah hingga berdarah.
“Aha, kena kamu! Sekarang kembalikan tas itu!”
Beberapa saat kemudian datang sekelompok lelaki yang bukannya membantu Arif, tapi malah menghajarnya.
Duk! Duak! Kapow!
“Bentar... ben... bentar... tahan dulu! Kenapa malah saya yang dihajar, saya kan mencoba menolong perempuan itu darijambret ini?”
“Menolong? Kamu mengacaukan semuanya!” Kata seorang lelaki berkemeja hitam, “Adegannya, pemainnya, dan waktunya; kami sedang membuat film, kamu tidak lihat?”
Arif melihat sekelilingnya, ada sejumlah kru film beserta peralatannya. Semua orang hanya menatapnya kosong. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi selain 'maaf'. Sambil tertunduk dengan mukanya yang lebam-lebam, dia kembali ke kios, lalu pulang ke rumahnya.
Ketika sedang bersantai di sebuah kios kue alun-alun kota, dia melihat seorang perempuan muda sedang berlari mengejar seorang lelaki berbadan besar yang memegang sebuah tas berwarna merah.
“Itu pasti jambret, aku harus menolongnya!”
Arif menitipkan barang-barangnya pada pemilik kios, kemudian mengejar lelaki tersebut.
Ketika tepat berada puluhan sentimeterdi belakangnya, Arif segera loncat dan menahan kedua kakinya, membuatnya langsung terjatuh dengan posisi dada dan muka membentur tanah hingga berdarah.
“Aha, kena kamu! Sekarang kembalikan tas itu!”
Beberapa saat kemudian datang sekelompok lelaki yang bukannya membantu Arif, tapi malah menghajarnya.
Duk! Duak! Kapow!
“Bentar... ben... bentar... tahan dulu! Kenapa malah saya yang dihajar, saya kan mencoba menolong perempuan itu darijambret ini?”
“Menolong? Kamu mengacaukan semuanya!” Kata seorang lelaki berkemeja hitam, “Adegannya, pemainnya, dan waktunya; kami sedang membuat film, kamu tidak lihat?”
Arif melihat sekelilingnya, ada sejumlah kru film beserta peralatannya. Semua orang hanya menatapnya kosong. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi selain 'maaf'. Sambil tertunduk dengan mukanya yang lebam-lebam, dia kembali ke kios, lalu pulang ke rumahnya.