d-net
Mod
Menteri Keuangan Sri Mulyani mendengarkan paparan tentang APBN KiTA edisi Oktober di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Foto: ANTARA FOTO/ Muhammad Adimaja
Penduduk Indonesia saat ini memiliki banyak nomor yang berbeda, mulai dari Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hingga Paspor. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengeluhkan hal tersebut.
Adapun pemerintah akan menggabungkan NIK menjadi NPWP. Aturannya sudah resmi diterbitkan yakni UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, pelaksanaannya masih akan menunggu kesiapan data dan IT.
"Dan tidak perlu setiap kali nanti urusan KTP nomornya lain, paspor lain, pajak lain, bea cukai lain, pusinglah jadi penduduk Indonesia itu," kata Sri Mulyani saat sosialisasi UU HPP di Kantor Pusat Ditjen Pajak yang ditayangkan secara virtual, Selasa (14/12).
Ia melanjutkan, di Amerika Serikat (AS) itu setiap penduduknya hanya memiliki satu nomor, yakni Social Security Number (SSN). Nomor ini digunakan untuk berbagai macam keperluan masyarakat di Negeri Paman Sam tersebut.
Menurut Sri Mulyani, saat dirinya mengenyam pendidikan di AS hingga bekerja sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia, SSN yang dimiliki tetap sama. Padahal ia beberapa kali meninggalkan AS dan bekerja di Indonesia.
"Waktu saya sekolah di AS, saya diberikan SSN sebagai nomor mahasiswa saya, sampai saya kerja, saya pulang lagi ke Indonesia, kemudian saya balik lagi ke AS karena bekerja di sana, saya seharusnya punya SSN. Itu masih yang sama dengan nomor mahasiswa dan SSN saya, sampai saya kembali lagi," jelasnya.
Sri Mulyani menuturkan, penggabungan NIK menjadi NPWP bukan untuk menagih pajak seluruh penduduk Indonesia. Dia memastikan, hanya masyarakat yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang akan dikenakan pajak alias wajib pajak.
"Jadi paling tidak untuk urusan perpajakan itu kita menggunakan satu NIK identik NPWP. Pada saat Anda memiliki kemampuan membayar pajak, enggak perlu minta NPWP lagi," tambahnya.
kumparan.com