Bls: Matematika....
3
Kenekatan yang Menumbuhkan Benih Cinta
Keesokan harinya, Sandra dan teman sekamarnya, mendengar kabar, kalau ada yang meninggal lagi. Kali ini, guru matematika dari perguruan tinggi. Ia ditemukan tewas di kamar mandi. Yang menemukan adalah Ken, dari asrama putra. Ken sedang diinterogasi oleh beberapa guru. Banyak siswa dan siswi yang menyaksikan dari balik jendela.
Sandra pernasaran, dan ingin lihat juga. Dia pun mengajak Sidney.
Saat sampai di depan kantor, mereka berdua bingung mau lihat dari mana. Dan Sidney menemukan ide. Mereka memanjat balkon. Kantor itu terletak di lantai dua, tapi tidak terlalu tinggi, sehingga mereka berhasil dengan mudah memanjatnya. Nah, dari situ, tampak jelaslah siapa yang diinterograsi.
Sandra memekik tertahan. Ia kaget. Karena yang diinterogasi adalah laki-laki itu lagi.
“Hah?! Dia lagi. Aduh.. kenapa aku selalu bertemu dengan laki-laki itu?” gerutu Sandra.
Ternyata, Ken yang ada di dalam, tidak sengaja melihat dua orang siswi, sedang berdiri menyaksikan dirinya, dari balkon. Ia tau gadis yang satu itu. Ken pun tersenyum pada Sandra. Sandra langsung turun dari balkon.
“Sandra! Kau mau ke mana?” tanya Sidney.
“Aku mau kembali saja,” jawab Sandra. “Apa kau masih mau di sini?”
“Aku juga mau kembali saja.”
Mereka pun segera kembali ke kamar mereka, dan bersiap-siap akan berangkat ke sekolah. Tapi, saat mereka akan berangkat, Tatum memberitau mereka, bahwa sekolah diliburkan lagi, sampai situasi benar-benar aman.
Sandra merasa penasaran dengan pembunuhan itu. Sudah tiga kali terjadi pembunuhan. Anehnya, yang dibunuh guru matematika. Mulai dari elementary school (SD), senior high school (SMA), dan universitas. Tinggal yang dari junior high school (SMP). Sandra berpikir keras, untuk menemukan jawaban dari misteri mengerikan ini. Kalau guru matematika itu bersok mati juga.. berarti, yang membunuh adalah orang yang tidak suka pada pelajaran matematika. Setelah berpikir agak lama, barulah Sandra mengambil keputusan, dari ide yang brilian. Dia akan mengintai guru matematika yang terakhir. Mungkin saja, dia akan menemukan si pembunuh itu. Ya. Dia akan merahasiakan rencananya dari siapa pun, termasuk teman sekamarnya.
Sejak malam itu, Sandra mulai menyelidiki kematian-kematian itu.
Pertama-tama, dia menyelinap keluar dari kamarnya, menuju kantor sekolah. Dia mengintip ke dalam ruangan. Kosong. Tidak ada siapa-siapa. Lalu menyusuri lorong gelap. Untung bawa senter. Jadi, Sandra bisa mengamati sekelilingnya. Masih sepi-sepi saja.
Kemudian, Sandra menuju lorong sempit, di sebelah kananya. Dia jalan terus. Saat sampai di ujung lorong, dia menemukan sebuah lorong lagi. Lorong yang lumayan lebar. Banyak jendela kaca yang berderet-deret di dindingnya. Rupanya, ini adalah lorong yang menghubungkan bangunan yang dipijaknya sekarang, dengan bangunan lain. Entah itu bangunan apa. Mungkinkah itu asrama putra?
Sepertinya, dia sudah jauh dari asrama putri, dan entah sekarang ada di mana dirinya. Sandra terus saja berjalan, menusuri lorong itu. Sandra memperhatikan kanan kirinya. Ternyata, bangunan ini tinggi sekali. Di luar, pemandangannya begitu indah. Lorong ini cukup terang, karena sinar bulan, yang menembus kaca. Sandra berhenti sebentar, dan memandangi rembulan itu. Begitu indah. “Seandainya aku punya pacar, aku akan mengajaknya berkencan di lorong ini. Harus!” Kemudian, dia melanjutkan langkahnya. Di ujung lorong ini, ada dua lorong. Kiri dan kanan. Kali ini, Sandra bingung. Mau pilih jalan yang mana. Mau kembali ke kamar, dia lupa jalannya. Sudah tidak ingat lagi. Akhirnya, Sandra memilih lorong sebelah kanan. Menurutnya, apa-apa kalau di sebelah kanan, dampaknya pasti baik.
Sandra kembali menyusuri lorong gelap. Di lorong ini ada banyak pintu.
“Di mana ya, ini?” tanya Sandra dalam hatinya. Sandra mengarahkan senternya ke atas sebuah pintu. Ada sebuah papan bertuliskan ‘ASRAMA PUTRA NO. 7997’. “Hah?!” Sandra memekik tertahan. Ia tau sekarang, kalau dirinya sedang berada di asrama putra. Sandra mengawasi sekelilingnya. Ia takut, kalau ada seseorang yang mengikutinya. Dan tiba-tiba, saat ia masih terus berjalan, serasa ada yang sedang mengikutinya. Tapi, saat ia menoleh, orangnya tidak ada. Tidak ada siapa-siapa. Kali ini, ia benar-benar menyesal, karena sudah berani keluar kamar, dan menyelidiki sesuatu, yang sangat berbahaya. Sandra meneruskan jalannya. Ia bingung tak tau mau ke mana.
Tiba-tiba..
Ada seorang bertopeng yang membungkamnya dari belakang. Sandra mencoba memberontak, untuk melepaskan diri. Tapi gagal. Tangan orang itu sangat kuat. Orang tersebut menyeret Sandra ke sebuah ruangan yang lumayan luas, dan diterangi beberapa lilin.
“Kau jangan berteriak! Mengerti?!” kata orang itu.
Tanpa pikir-pikir lagi, Sandra menganggukkan kepala dengan kuat.
Orang itu melepaskan bungkamannya.
“Siapa kau?” tanya Sandra.
Orang tersebut membuka topengnya. Sandra terkejut begitu orang tersebut membuka topengnya. Ternyata laki-laki ini lagi, kata Sandra dalam hatinya.
“Aku Ken. Kau?” Ken balik bertanya pada Sandra.
“Aku.. aku Sandra. Kenapa aku selalu bertemu denganmu?” tanya Sandra, sambil berdiri, dan merapikan rambutnya yang acak-acakan, akibat ulah Ken.
“Karena kebetulan. Dari tadi, aku mengikutimu, sejak kau berdiri di lorong penghubung antara asrama putra dan asrama putri. Aku juga mendengarkan semua yang kau ucapkan di lorong itu. Oh ya, bagimana kalau pacarmu tidak mau berkencan di lorong itu, karena gelap, dan tidak romantis?”
“Kau memang benar-benar lancang! Seenaknya saja kau mendengarkan pembicaraan yang bukan urusanmu! Dasar sialan!”
“Sandra, ucapanmu tadi, akan segera jadi urusanku juga,” kata Ken.
“Kenapa bisa begitu,” tanya Sandra.
Tanpa menjawab apa-apa, Ken langsung memeluk Sandra, dan menciuminya dengan lembut.
“Hei! Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku! Sandra mencoba melepaskan diri dari pelukan Ken. “Tolong lepaskan aku, atau aku akan berteriak, agar semua terbangun, dan melihat kelakuanmu yang kurang ajar padaku.”
“Berteriaklah. Aku yakin, kau tak kan sanggup berteriak, Sayang..” Pelukan Ken sangat erat.
Sandra pun benar-benar tak mampu berteriak.
Tapi tiba-tiba dari kejauhan, terdengarlah teriakkan seseorang. “Aakh…!!!!! Tolong…!!!!!”
Teriakan itu membuat kaget mereka berdua. Seketika itu juga, Ken melepaskan pelukannya.
“Siapa yang berteriak, Ken?” tanya Sandra.
“Aku tidak tau. Ayo, kita periksa saja!”
Mereka segera keluar dari ruangan itu.
“Sepertinya dari toilet.”
Para penghuni asrama putra langsung bangun semua. Termasuk Roman dan Mickey. Mereka semua bergegas menuju asal suara teriakan itu. Ken bertemu dengan teman sekamarnya. Sandra tetap digandengnya, dengan erat.
“Ken! Ada yang mati lagi,” kata Christ. Dia belum menyadari, kalau Ken sedang menggandeng seorang gadis. Karena dia juga ikut panic dengan kejadian ini.
Ken segera bertanya pada yang lain, tentang kejadian ini.
Beberapa anak asrama putra menjelaskan tentang yang terjadi. Yang meninggal adalah guru matematika junior high school. Dia mati, karena kesetrum kabel, di toilet asrama guru. Yang menemukannya adalah seorang guru yang mau buang air kecil di toilet itu. dia ditusuk dengan kapak.
“Benar kan, dugaanku,” gumam Sandra.
“Apa kau bilang?” tanya Ken.
“Ken, sebenarnya, aku sudah menduga, bahwa korban pembunuhannya, adalah orang yang tidak suka pelajaran matematika. Dan dugaanku akan semakin aku yakini, kalau korban berikutnya adalah siswa atau siswi yang suka pada pelajaran matematika,” jelas Sandra.
“Sandra, aku suka pada pelajaran matematika. Lalu, apa yang harus aku lakukan?” tanya Ken.
“Ken, ku mohon, jauhi pelajaran itu, sampai pembunuhnya tertangkap. Aku tidak mau kau kenapa-kenapa. Ku mohon, Ken!” Sandra menggenggam tangan Ken.
“Kau.. menerimaku jadi pacarmu, yah?” tanya Ken.
Wajah Sandra tampak memelas, dan ketakutan. Dia tetap menggenggam erat tangan Ken. “Sudah, pokoknya kau jangan sentuh pelajaran matematika. Aku mengkhawatirkanmu. Jadi, kau jangan salah mengartikan kekhawatiranku ini, karena aku tidak akan pernah menerimamu jadi pacarku. Oke?!”
“Baiklah. Terimakasih, atas kekhawatiranmu padaku, juga nasihatmu. Aku akan patuh, agar kau mau menerimaku, jadi pacarmu.” Ken tersenyum. “Sekarang, aku antar kau kembali ke asrama putri. Dan aku ingatkan padamu, jangan keluar dari kamar, jika bukan waktunya. Sangat berbahaya. Mengerti?”
“Ya. Aku janji tidak akan keluar kamar lagi, kalau hari sudah gelap. Asal kau janji satu hal padaku.”
“Apa?” tanya Ken.
“Kau harus menjauhi pelajaran matematika. Aku sebenarnya sangat menyukai pelajaran matematika. Tapi, setelah ada kejadian seperti ini, aku tidak mau menyentuh sedikitpun, pada buku matematika, atau apapun yang berhubungan dengan matematika.”
“Iya, aku janji. Sudah sekarang ku antar kau kembali ke asrama. Ng.. tapi, aku akan mengajak temanku, Rupert. Ayo, kita ke kamarku dulu.”
Di kamar Ken, hanya Rupert yang tidak mau melihat kondisi mayat guru itu, karena dirinya memang penakut. Tidak lama kemudian, Nick datang. Dia memperhatikan Sandra.
“Ken, apa yang kau lakukan dengan gadis ini? Kenapa dia ada di sini?” tanya Nick dengan suara memelan.
“Dia Sandra, siswi baru di asrama putri. Karena mendengar teriakkan seseorang, dia bergegas kemari, untuk mengetahui apa yang terjadi di sini,” jawab Ken.
Sandra tau, Ken berkata begitu, karena melindungi dirinya, agar tidak dilaporkan pada keamanan asrama. Sekarang Sandra tau, kalau Ken bukan keamanan. Dia adalah kakak kelas. Siswa di asrama ini. Dia sudah tidak takut atau gugup lagi, bila bertemu dengan Ken.
Rupert tidak mau ikut menemani Ken mengantar Sandra. Akhirnya, Nick bersedia menemani.
Ken dan Nick mengantarkan Sandra ke asrama putri. Sampai tepat di depan kamarnya.
“Terimakasih,” ucap Sandra. “Ingatlah janjimu, Ken,” kata Sandra, sebelum ia masuk kamar. “Peringatkanlah juga teman-temanmu. Pelajaran matematika, adalah pelajaran paling menakutkan bagi kita, saat ini. Karena, pelajaran itu, bisa merampas nyawa kita dengan mudah,” jelas Sandra lagi.
Nick yang berdiri di sebelah Ken, tidak mengerti maksud Sandra. ‘APA MAKSUDNYA PELAJARAN MATEMATIKA ADALAH PELAJARAN MAUT?’
Setelah memastikan Sandra tidak keluar lagi dari kamarnya, Ken dan Nick langsung kembali ke asramanya.