Nuklir di Israel meresahkan

enaku

New member
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) diharapkan menggelar pertemuan khusus membahas kepemilikan senjata nuklir oleh Israel pada pertemuan jajaran dewan gubernur IAEA di Wina, Austria, Selasa (8/6) waktu setempat.
Rapat pimpinan IAEA membahas nuklir Israel ini merupakan kali pertama terjadi sejak isunya mencuat pada 1991.

IAEA mengadakan pertemuan lima hari yang dimulai sejak Senin (7/6) dan diikuti 35 anggotanya.

Pembahasan nuklir Israel itu lolos berkat upaya gigih 18 negara yang dipimpin sejumlah negara Arab. “ ini merupakan upaya selama 19 tahun dan negara—negara Arab yang berupaya membahas masalah nuklir Israel,” kata Alan Fisher; wartawan Aljazeera di Wina.

Sejauh ini sejumlah negara meyakini negara Zionis itu telah memiliki senjata nuklir, meski Israel tak pernah membantah maupun mengakuinya. Iran yang selama ini kerap menerima ancaman serangan militer Israel atas fasilitas nuklir yang dimilikinya, menyambut gembira pembahasan tersebut.


“AS, Kanada, dan Uni Eropa memang tidak mengharapkan untuk membahas nuklir Israel. Tapi, mereka harus mengikuti konsensus itu karena tidak ada pilihan lain,” kata perwakilan Iran untuk IAEA, Ali Asghar Soltanieh.

Sejumlah negara Arab berupaya meningkatkan tekanan terhadap Israel pekan ini, saat badan pengawas PBB itu melakukan debat terkait pemeriksaan fasilitas nuklir Israel. Mereka mendesak Kepala IAEA, Yukiya Amano, agar menerapkan resolusi IAEA yang mewajibkan Israel menandatangani traktat nonproliferasi nuklir (NPT), selain pula mengharapkan senjata nuklir Israel berada dalam pengawasan pihak terkait.

Amano belum lama ini berupaya meminta pendapat sejumlah negara anggota IAEA guna mencari jalan keluar membujuk Israel supaya bersedia menandatangani perjanjian pembatasan penyebaran senjata nukir (NPT) dan
membuka kesempatan bagi IAEA untuk memeriksa fasilitas nuklir Israel.

Dalam sebuah konferensi membahas NPT di New York, AS, beberapa waktu lalu, juga disetujui membahas program nuklir Israel. Iran meminta IAEA lebih memfokuskan pada pemeriksaan nuklir Israel karena dapat mengganggu stabilitas keamanan di Timur Tengah. “Israel menjadi ancaman serius bagi kawasan dan dunia pada umumnya,” kata Soltanieh.

Namun, Amano menolak saran Iran agar IAEA memeriksa fasilitas nuklir Israel seperti halnya yang dilakukan IAEA terhadap Teheran. Baginya, kasus Iran dan Israel tidak dapat disamakan atau dibandingkan.

Iran dianggap melakukan kesalahan karena gagal menghilangkan rasa taktit atas proyek nuklir yang dibangunnya. “Iran menpakan kasus khusus karena isunya berkaitan dengan kemungkinan militer menguasai program nuklir tersebut,” kata Amano. “Iran tak memberikan kerja sama yang diperlukan bagi IAEA untuk memeriksa seluruh material nuklir jika memang bertujuan damai.”

Presiden Iran, Mahmud Ahmadinejad, mengatakan, kesepakatan pertukaran bahan bakar nuklir yang dimediasi Turki dan Brasil merupakan kesempataan sekali. “Kami berharap dan masih berharap, meneka akan memanfaatkan kesempatan ini, tapi kami mengatakan, peluang ini tak akan tenulang,” kata Ahmadinejad di Turki, Selasa (8/6), mengacu pada komunitas internasional yang mendesak penjatuhan sanksi.

Sejauh ini Barat masih yakin Iran memiliki kepentingan militer atas program nuklirnya, meski tuduhan itu telah berulang kali ditepis Teheran. IAEA juga masih menanti sikap Barat mengenai kesediaan Teheran mengirimkan sebagian bahan bakar nuklirnya untuk diolah di luar negeri.

Sejumlah diplomat Barat sejauh ini tak yakin dengan kesediaan Teheran karena gagasan serupa pernah disampaikan Barat delapan bulan lalu dan berujung pada kegagalan. Dewan Keamanan PBB berencana menggelar pemungutan suara terkait penerapan sanksi nuklir Iran, Rabu (9/6).

Dalam kunjungannya ke Amerika Latin, Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, akan membahas masalah nuklir Iran dengan sejumlah negara di kawasan ini, termasuk menekan Brasil menolak memberikan sanksi terhadap Teheran. Brasil merupakan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, yang bersama Turki menjadi penengah penyelesaian masalah nuklir Iran.


Sumber : Republika
 
Back
Top