spirit
Mod
Demi minta restu, Miranda bertemu Mega sebelum pemilihan. Sementara, Nunun, pembagi cek suap pemilihan DGS BI, adalah anggota Tim Kampanye Mega-Hasyim pada Pemilu 2004. Mega bisa terseret kasus besar ini.
Juni 2004. Megawati masih seorang Presiden RI sekaligus menjadi calon presiden untuk Pemilu 2004; Miranda S Goeltom adalah Deputi Gubernur (DG) Bank Indonesia yang mencalonkan diri menjadi Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI); sedangkan Adang Daradjatun merupakan Wakil Kepala Polisi (Wakapolri). Suatu hari di bulan Juni itu, sebelum digelar pemilihan DGS BI, Miranda datang ke rumah Mega. Miranda datang ditemani Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo dan Sekretaris Fraksi PDIP Panda Nababan. Dalam pertemuan, Miranda meminta restu Megawati untuk maju sebagai DGS BI. Pada 8 Juni, digelar uji kepatutan dan kelayakan terhadap tiga calon DGS BI. Lewat voting, Miranda terpilih sebagai DGS BI periode 2004-2009 . Sebulan kemudian, 5 Juli 2004 digelar Pemilu Presiden, dan pasangan Mega-Hasyim maju ke putaran kedua menghadapai pasangan SBY-Kalla. Pada putaran kedua, Mega-Hasyim kalah. Pada 4 Juli 2008, politisi PDIP Agus Condro membongkar kasus suap dalam pemilihan DGS BI yang dimenangkan Miranda. Setelah pengakuan Agus, 14 politisi PDIP diseret dan dipenjarakan KPK. Selain mereka, juga 10 politisi Golkar dan 2 politisi PPP. Total 26 politisi dipenjarakan karena cek suap yang dibagikan Nunun Nurbaeti, istri Adang Daradjatun.
Nunun Nurbaeti akhirnya masuk bui setelah jadi buron selama 22 bulan. Ia ditangkap KPK, Sabtu, 10 Desember 2011 di Bangkok, Thailand. Istri Adang ini adalah tersangka kasus suap pemilihan DGS BI. Nunun disebut sebagai pemberi uang kepada sejumlah politisi Komisi IX DPR periode 1999-2004. Uang suap dibagikan dalam bentuk travellers cheque (cek pelawat), yang totalnya bernilai Rp 24 miliar. Nunun kabur ke Singapura satu bulan sebelum KPK mengajukan cekal atas dirinya pada 24 Maret 2010. Selama Nunun buron, kasus suap pemilihan DGS BI itu pun menggantung. Para terdakwa yang ikut menerima uang suap telah dijatuhi vonis. Namun penyuapnya tidak kunjung dibawa ke meja hijau. Dengan tertangkapnya Nunun, muncul harapan siapa di balik penyuapan terhadap 26 politisi DPR dalam kasus suap pemilihan DGS BI itu bisa
terungkap. Sebab Nunun merupakan saksi kunci sekaligus tersangka kunci. Nunun diharap mau terbuka dan tidak pasang badan melindungi sang aktor
intelektual penyuapan. Kesaksian anak buah Nunun, Ari Malangjudo jelas menjadi bukti adanya aktor intelektual kasus suap itu. Menurut Ari, likuiditas perusahaan Nunun yang bergerak di bidang pertanian dan kelapa sawit kurang bagus. Sehingga jadi aneh kalau Nunun mampu mengeluarkan uang sebesar Rp 24 miliar. Lagi pula perusahaan Nunun jauh dari urusannya dengan Bank Indonesia (BI). Jadi, Nunun sebetulnya hanya pelaku perantara. “Kalau KPK sudah dapat keterangan memadai maka dapat mengungkap aktor intelektual di balik Nunun,” kata Agus Condro, bekas politisi PDIP yang menjadi whistle blower kasus suap Rp 24 miliar itu. Sampai saat ini Nunun belum bicara banyak. Kesehatan perempuan yang pernah disebut sakit lupa itu bahkan drop sehingga harus dibawa ke RS. Maka KPK pun belum bisa memberi jawaban siapa aktor intelektual suap terpilihnya Miranda. Tapi Adang memberi indikasi kuat, bahwa Miranda yang memenangkan pemilihan itu terlibat dalam suap. Adang mengakui sang istri dekat dengan Miranda. Karena kedekatan itu, Miranda secara khusus meminta tolong Nunun agar memperkenalkannya dengan anggota DPR. “Ibu memang dekat sama Miranda. Miranda minta tolong diperkenalkan dengan anggota DPR,” jelas Adang di Gedung DPR, Senayan, Kamis 15 Desember 2011 lalu.
Sejumlah saksi menyebut, Nunun kenal dekat dengan sejumlah politisi DPR, terutama PDIP. Maklum selain kenal dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Nunun juga disebutsebut sebagai simpatisan partai berlambang kepala banteng itu. Petrus Selestinus, pengacara Max Moein, terpidana kasus cek pelawat, mengungkapkan, sejak 2003 sampai Pilpres 2004, Nunun merupakan anggota tim kampanye pasangan Mega-Hasyim. Bahkan kantor perusahaan Nunun, PT Wahana Esa Sembada, sempat dijadikan gudang logistik untuk kampanye Mega-Hasyim. Dalam kesaksiannya, Ari Malangjudo menegaskan soal ini. Itulah sebabnya, menurut Petrus, keterangan Megawati sangat diperlukan. “Harus diperjelas uang yang diberikan Ari Malangjudo, yang dibungkus amplop warna merah, kuning, hijau, dan putih itu untuk dana kampanye pemenangan Mega atau untuk Miranda atau untuk apa? Selama ini kan masih simpang siur,” ujar Petrus kepada majalah detik.
Sejumlah politisi PDIP yang terseret kasus suap DGS BI mengakui mereka mendapat intruksi dari fraksi untuk memenangkan Miranda. Apakah intruksi itu juga berasal dari Mega? “Itu perintah fraksi. Bukan Megawati,” ujar Agus Condro yang kini sudah bebas dari bui. Politisi PDIP Budiningsih, yang kini mendekam di Rutan Pondok Bambu karena kasus cek pelawat itu, juga membenarkan perintah mengamankan Miranda datang dari Fraksi PDIP. “Iya dari fraksi perintahnya. Cuma saya tidak tahu fraksi dapat perintah dari siapa,” ungkap Budiningsih. Sumber majalah detik di internal PDIP menuturkan pertemuan Mega dengan Miranda diartikan sebagai restu Mega atas pencalonan Miranda. Namun sebenarnya dalam pertemuan itu Mega hanya bicara normatif saja. “Mungkin output yang disampaikan Ketua Fraksi dan Sekertaris Fraksi ke anggota DPR dari PDIP seolah Mega sudah memberikan restu dan kader PDIP di DPR diminta mengamankan Miranda dalam pemilihan DGS BI. Padahal mereka kemudian memanfaatkan itu untuk mendapatkan uang,” keluh sang sumber kepada majalah detik.
Sementara Tjahjo Kumolo mengaku tidak tahu soal pertemuan itu. Dalam pesan singkatnya kepada majalah detik, Tjahjo hanya mengatakan, “Silakan
tanya ke Miranda. Saya Tidak tahu masalah itu,” kata Tjahjo. Hingga kini, apakah Mega memberi instruksi untuk memenangkan Miranda belum terang benar. Namun keterkaitan Ketua Umum PDIP ini tidak bisa disangkal begitu saja. Semua orang tahu PDIP bersifat satu komando. Bila sang ketua umum memilih A maka semua kader akan menurut memilih A.
Majalah detik 19-25 Desember 2011
Juni 2004. Megawati masih seorang Presiden RI sekaligus menjadi calon presiden untuk Pemilu 2004; Miranda S Goeltom adalah Deputi Gubernur (DG) Bank Indonesia yang mencalonkan diri menjadi Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI); sedangkan Adang Daradjatun merupakan Wakil Kepala Polisi (Wakapolri). Suatu hari di bulan Juni itu, sebelum digelar pemilihan DGS BI, Miranda datang ke rumah Mega. Miranda datang ditemani Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo dan Sekretaris Fraksi PDIP Panda Nababan. Dalam pertemuan, Miranda meminta restu Megawati untuk maju sebagai DGS BI. Pada 8 Juni, digelar uji kepatutan dan kelayakan terhadap tiga calon DGS BI. Lewat voting, Miranda terpilih sebagai DGS BI periode 2004-2009 . Sebulan kemudian, 5 Juli 2004 digelar Pemilu Presiden, dan pasangan Mega-Hasyim maju ke putaran kedua menghadapai pasangan SBY-Kalla. Pada putaran kedua, Mega-Hasyim kalah. Pada 4 Juli 2008, politisi PDIP Agus Condro membongkar kasus suap dalam pemilihan DGS BI yang dimenangkan Miranda. Setelah pengakuan Agus, 14 politisi PDIP diseret dan dipenjarakan KPK. Selain mereka, juga 10 politisi Golkar dan 2 politisi PPP. Total 26 politisi dipenjarakan karena cek suap yang dibagikan Nunun Nurbaeti, istri Adang Daradjatun.
Nunun Nurbaeti akhirnya masuk bui setelah jadi buron selama 22 bulan. Ia ditangkap KPK, Sabtu, 10 Desember 2011 di Bangkok, Thailand. Istri Adang ini adalah tersangka kasus suap pemilihan DGS BI. Nunun disebut sebagai pemberi uang kepada sejumlah politisi Komisi IX DPR periode 1999-2004. Uang suap dibagikan dalam bentuk travellers cheque (cek pelawat), yang totalnya bernilai Rp 24 miliar. Nunun kabur ke Singapura satu bulan sebelum KPK mengajukan cekal atas dirinya pada 24 Maret 2010. Selama Nunun buron, kasus suap pemilihan DGS BI itu pun menggantung. Para terdakwa yang ikut menerima uang suap telah dijatuhi vonis. Namun penyuapnya tidak kunjung dibawa ke meja hijau. Dengan tertangkapnya Nunun, muncul harapan siapa di balik penyuapan terhadap 26 politisi DPR dalam kasus suap pemilihan DGS BI itu bisa
terungkap. Sebab Nunun merupakan saksi kunci sekaligus tersangka kunci. Nunun diharap mau terbuka dan tidak pasang badan melindungi sang aktor
intelektual penyuapan. Kesaksian anak buah Nunun, Ari Malangjudo jelas menjadi bukti adanya aktor intelektual kasus suap itu. Menurut Ari, likuiditas perusahaan Nunun yang bergerak di bidang pertanian dan kelapa sawit kurang bagus. Sehingga jadi aneh kalau Nunun mampu mengeluarkan uang sebesar Rp 24 miliar. Lagi pula perusahaan Nunun jauh dari urusannya dengan Bank Indonesia (BI). Jadi, Nunun sebetulnya hanya pelaku perantara. “Kalau KPK sudah dapat keterangan memadai maka dapat mengungkap aktor intelektual di balik Nunun,” kata Agus Condro, bekas politisi PDIP yang menjadi whistle blower kasus suap Rp 24 miliar itu. Sampai saat ini Nunun belum bicara banyak. Kesehatan perempuan yang pernah disebut sakit lupa itu bahkan drop sehingga harus dibawa ke RS. Maka KPK pun belum bisa memberi jawaban siapa aktor intelektual suap terpilihnya Miranda. Tapi Adang memberi indikasi kuat, bahwa Miranda yang memenangkan pemilihan itu terlibat dalam suap. Adang mengakui sang istri dekat dengan Miranda. Karena kedekatan itu, Miranda secara khusus meminta tolong Nunun agar memperkenalkannya dengan anggota DPR. “Ibu memang dekat sama Miranda. Miranda minta tolong diperkenalkan dengan anggota DPR,” jelas Adang di Gedung DPR, Senayan, Kamis 15 Desember 2011 lalu.
Sejumlah saksi menyebut, Nunun kenal dekat dengan sejumlah politisi DPR, terutama PDIP. Maklum selain kenal dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Nunun juga disebutsebut sebagai simpatisan partai berlambang kepala banteng itu. Petrus Selestinus, pengacara Max Moein, terpidana kasus cek pelawat, mengungkapkan, sejak 2003 sampai Pilpres 2004, Nunun merupakan anggota tim kampanye pasangan Mega-Hasyim. Bahkan kantor perusahaan Nunun, PT Wahana Esa Sembada, sempat dijadikan gudang logistik untuk kampanye Mega-Hasyim. Dalam kesaksiannya, Ari Malangjudo menegaskan soal ini. Itulah sebabnya, menurut Petrus, keterangan Megawati sangat diperlukan. “Harus diperjelas uang yang diberikan Ari Malangjudo, yang dibungkus amplop warna merah, kuning, hijau, dan putih itu untuk dana kampanye pemenangan Mega atau untuk Miranda atau untuk apa? Selama ini kan masih simpang siur,” ujar Petrus kepada majalah detik.
Sejumlah politisi PDIP yang terseret kasus suap DGS BI mengakui mereka mendapat intruksi dari fraksi untuk memenangkan Miranda. Apakah intruksi itu juga berasal dari Mega? “Itu perintah fraksi. Bukan Megawati,” ujar Agus Condro yang kini sudah bebas dari bui. Politisi PDIP Budiningsih, yang kini mendekam di Rutan Pondok Bambu karena kasus cek pelawat itu, juga membenarkan perintah mengamankan Miranda datang dari Fraksi PDIP. “Iya dari fraksi perintahnya. Cuma saya tidak tahu fraksi dapat perintah dari siapa,” ungkap Budiningsih. Sumber majalah detik di internal PDIP menuturkan pertemuan Mega dengan Miranda diartikan sebagai restu Mega atas pencalonan Miranda. Namun sebenarnya dalam pertemuan itu Mega hanya bicara normatif saja. “Mungkin output yang disampaikan Ketua Fraksi dan Sekertaris Fraksi ke anggota DPR dari PDIP seolah Mega sudah memberikan restu dan kader PDIP di DPR diminta mengamankan Miranda dalam pemilihan DGS BI. Padahal mereka kemudian memanfaatkan itu untuk mendapatkan uang,” keluh sang sumber kepada majalah detik.
Sementara Tjahjo Kumolo mengaku tidak tahu soal pertemuan itu. Dalam pesan singkatnya kepada majalah detik, Tjahjo hanya mengatakan, “Silakan
tanya ke Miranda. Saya Tidak tahu masalah itu,” kata Tjahjo. Hingga kini, apakah Mega memberi instruksi untuk memenangkan Miranda belum terang benar. Namun keterkaitan Ketua Umum PDIP ini tidak bisa disangkal begitu saja. Semua orang tahu PDIP bersifat satu komando. Bila sang ketua umum memilih A maka semua kader akan menurut memilih A.
Majalah detik 19-25 Desember 2011