Kalina
Moderator
Pingsan Setiap Menyaksikan Mayat Datang
Sudah hampir sepekan ini, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dipenuhi para keluarga korban musibah KM Levina I yang terbakar 22 Februari lalu. Salah satu di antara mereka adalah Ny Maesal Herawati. Selama di penampungan, perempuan 37 tahun itu berkali-kali pingsan. Siapa yang ditunggu?
IBNUL A?ROBI- Jakarta
Di tengah-tengah ruang tunggu penumpang di Pelabuhan Tanjung Priok, terpasang papan berukuran sekitar 3 x 1 meter. Papan itu bertulisan nama-nama korban KM Levina I yang berhasil diidentifikasi. Tapi, ada juga yang hanya foto mayat, tanpa nama. Setiap petugas datang membawa jenazah yang berhasil dievakuasi, saat itu pula sejumlah keluarga korban bergerombol di depan papan tersebut.
Selanjutnya, di antara mereka ada yang menangis histeris. Sebab, nama yang baru saja masuk adalah keluarganya. Tapi, ada juga yang cemas sambil menarik napas panjang karena nasib keluarga mereka yang ditunggu-tunggu belum jelas. Apakah selamat atau sudah menjadi mayat?
Di antara yang cemas itu adalah Ny Maesal Herawati. Perempuan 37 tahun asal Jl Haji Tajudin, Karang Mekar, Kota Cimahi itu, hampir sepekan berada di Tanjung Priok. Dia menunggu kejelasan anaknya, Lukman Hakim, yang menjadi korban KM Levina I. Hingga kemarin, nasib bocah 13 tahun itu masih belum diketahui.
Wajah Ny Maesal terlihat lusuh. Matanya cekung dan sembab. Rambutnya yang panjang dan berombak terlihat kusut. Selama menggelandang di Tanjung Priok, dia ditemani dua balita. Satu berumur sekitar dua tahun dan selalu digendongnya. Satu lagi berumur lima tahun.
Sudah hampir sepekan ini, Ny Maesal lebih banyak duduk lemas di pojok ruang tunggu sambil sesekali melemparkan pandangan ke arah laut. Setiap melihat air dan kapal perang milik TNI-AL, dia mengaku hatinya seperti teriris-iris.
"Setiap melihat mayat yang datang, saya langsung shock dan tak ingat apa-apa," katanya, lirih. Salah seorang polisi yang bertugas menjaga para keluarga korban Levina I mengatakan, sejak berada di Tanjung Priok, sudah berkali-kali Ny Maesal pingsan. "Setiap menyaksikan mayat datang, dia (Ny Maesal) langsung pingsan. Begitu siuman, dia langsung memanggil-manggil nama anaknya," ujarnya. Setiap Ny Maesal pingsan, petugas pun repot. Selain harus mengurus dia, petugas juga harus mengurus dua balita yang dibawa ibu tiga anak itu.
Jika Ny Maesal sampai terus bertahan di Tanjung Priok, itu disebabkan dia sangat menyayangi Lukman. "Saya sangat sayang banget Pak sama dia. Makanya, sebelum berangkat, sempat saya larang agar jangan pergi dari rumah," ungkapnya.
Dia menceritakan, sebelum terjadinya musibah KM Levina I, Lukman memang menunjukkan tekad yang luar biasa untuk pergi ke Bangka. Bahkan, lantaran kuatnya keinginan anak lelakinya itu, Maesal tak kuasa menahan. "Kebetulan bapaknya juga di sana. Baru kerja dua bulan ikut kuli bangunan. Jadi, Lukman kepingin ikut," terangnya.
Lukman adalah siswa kelas satu di salah satu SMP di Cimahi. Sayangnya, gara-gara terlilit masalah ekonomi, dia terpaksa drop-out dari sekolah. "Karena itu, dia nekat berangkat ke Bangka menyusul bapaknya. Katanya, untuk ikut bekerja agar bisa mengumpulkan duit. Setelah terkumpul, duit itu digunakan untuk biaya sekolah," ungkap Maesal.
Maesal sebenarnya tak ingin ditinggal Lukman. Tapi, dia tak kuasa mencegah niat anak sulungnya itu. "Dia berangkat sendiri ke Bangka naik Levina," katanya. Dia menyatakan, Lukman akan kembali memasuki sekolah pada Juli mendatang.
Ketika ditanya mengapa sering pingsan setiap melihat mayat? "Saya selalu terbayang-bayang Lukman," ujarnya.
Selama di penampungan, Maesal menyatakan tidak mendapatkan bantuan apa pun dari pemilik kapal. Baik makanan ringan maupun sembako atau nasi bungkus. "Untungnya, untuk makan, saya dibantu saudara-saudara," jelasnya.
Selama berada di penampungan itu, setiap malam Maesal terpaksa tidur di pojok ruang tunggu penumpang pelabuhan. Beralas kain jarit, perempuan itu merebahkan tubuh. "Kapan anak saya bisa ditemukan, Mas?" ujar perempuan itu tak henti-henti menyeka air mata.
Sudah hampir sepekan ini, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, dipenuhi para keluarga korban musibah KM Levina I yang terbakar 22 Februari lalu. Salah satu di antara mereka adalah Ny Maesal Herawati. Selama di penampungan, perempuan 37 tahun itu berkali-kali pingsan. Siapa yang ditunggu?
IBNUL A?ROBI- Jakarta
Di tengah-tengah ruang tunggu penumpang di Pelabuhan Tanjung Priok, terpasang papan berukuran sekitar 3 x 1 meter. Papan itu bertulisan nama-nama korban KM Levina I yang berhasil diidentifikasi. Tapi, ada juga yang hanya foto mayat, tanpa nama. Setiap petugas datang membawa jenazah yang berhasil dievakuasi, saat itu pula sejumlah keluarga korban bergerombol di depan papan tersebut.
Selanjutnya, di antara mereka ada yang menangis histeris. Sebab, nama yang baru saja masuk adalah keluarganya. Tapi, ada juga yang cemas sambil menarik napas panjang karena nasib keluarga mereka yang ditunggu-tunggu belum jelas. Apakah selamat atau sudah menjadi mayat?
Di antara yang cemas itu adalah Ny Maesal Herawati. Perempuan 37 tahun asal Jl Haji Tajudin, Karang Mekar, Kota Cimahi itu, hampir sepekan berada di Tanjung Priok. Dia menunggu kejelasan anaknya, Lukman Hakim, yang menjadi korban KM Levina I. Hingga kemarin, nasib bocah 13 tahun itu masih belum diketahui.
Wajah Ny Maesal terlihat lusuh. Matanya cekung dan sembab. Rambutnya yang panjang dan berombak terlihat kusut. Selama menggelandang di Tanjung Priok, dia ditemani dua balita. Satu berumur sekitar dua tahun dan selalu digendongnya. Satu lagi berumur lima tahun.
Sudah hampir sepekan ini, Ny Maesal lebih banyak duduk lemas di pojok ruang tunggu sambil sesekali melemparkan pandangan ke arah laut. Setiap melihat air dan kapal perang milik TNI-AL, dia mengaku hatinya seperti teriris-iris.
"Setiap melihat mayat yang datang, saya langsung shock dan tak ingat apa-apa," katanya, lirih. Salah seorang polisi yang bertugas menjaga para keluarga korban Levina I mengatakan, sejak berada di Tanjung Priok, sudah berkali-kali Ny Maesal pingsan. "Setiap menyaksikan mayat datang, dia (Ny Maesal) langsung pingsan. Begitu siuman, dia langsung memanggil-manggil nama anaknya," ujarnya. Setiap Ny Maesal pingsan, petugas pun repot. Selain harus mengurus dia, petugas juga harus mengurus dua balita yang dibawa ibu tiga anak itu.
Jika Ny Maesal sampai terus bertahan di Tanjung Priok, itu disebabkan dia sangat menyayangi Lukman. "Saya sangat sayang banget Pak sama dia. Makanya, sebelum berangkat, sempat saya larang agar jangan pergi dari rumah," ungkapnya.
Dia menceritakan, sebelum terjadinya musibah KM Levina I, Lukman memang menunjukkan tekad yang luar biasa untuk pergi ke Bangka. Bahkan, lantaran kuatnya keinginan anak lelakinya itu, Maesal tak kuasa menahan. "Kebetulan bapaknya juga di sana. Baru kerja dua bulan ikut kuli bangunan. Jadi, Lukman kepingin ikut," terangnya.
Lukman adalah siswa kelas satu di salah satu SMP di Cimahi. Sayangnya, gara-gara terlilit masalah ekonomi, dia terpaksa drop-out dari sekolah. "Karena itu, dia nekat berangkat ke Bangka menyusul bapaknya. Katanya, untuk ikut bekerja agar bisa mengumpulkan duit. Setelah terkumpul, duit itu digunakan untuk biaya sekolah," ungkap Maesal.
Maesal sebenarnya tak ingin ditinggal Lukman. Tapi, dia tak kuasa mencegah niat anak sulungnya itu. "Dia berangkat sendiri ke Bangka naik Levina," katanya. Dia menyatakan, Lukman akan kembali memasuki sekolah pada Juli mendatang.
Ketika ditanya mengapa sering pingsan setiap melihat mayat? "Saya selalu terbayang-bayang Lukman," ujarnya.
Selama di penampungan, Maesal menyatakan tidak mendapatkan bantuan apa pun dari pemilik kapal. Baik makanan ringan maupun sembako atau nasi bungkus. "Untungnya, untuk makan, saya dibantu saudara-saudara," jelasnya.
Selama berada di penampungan itu, setiap malam Maesal terpaksa tidur di pojok ruang tunggu penumpang pelabuhan. Beralas kain jarit, perempuan itu merebahkan tubuh. "Kapan anak saya bisa ditemukan, Mas?" ujar perempuan itu tak henti-henti menyeka air mata.