Matahari telah terbit, aku segera bangun dan tempat tidurku. Dengan
memakai baju yang rapi dan seragam yang lengkap, aku keluar dari rumah untuk berangkat sekolah. Pada saat itu juga aku melihat tetanggaku yang sedang bersiap-siap untuk memulai kegiatannya pada hari ini
Aku tatap mereka satu per satu.
?Selamat pagi, kok belum
berangkat sekolah?? tanya salah seonang tetanggaku.
?Ehm... ini baru mau berangkat Om!? jawabku.
?Oh... kalau begitu, cepat nanti telat loh??
?Om sendiri mau berangkat kerja Om?? tanyaku
?Iya... kalau begitu saya duluan ya!? jawab seorang tetanggaku dengan terburu-buru.
Dari sekian banyak tetanggaku, dialah yang paling baik dan perhatian padaku, nama sebenarnya adalah Handoko, tetapi aku selalu
memanggilnya dengan sebutan om Han.
Rumah Om Han yang sederhana terletak bersebelahan dengan rumahku. Om Han salah satu tetanggaku yang paling baik kukenal. Dengan baju kemeja yang rapi serta dasi yang ia kenakan, setiap pagi sebelum berangkat bekenja ia selalu menyapaku. Wajah Om Han yang penuh semangat mengayuhkan kaki berangkat kerja. Ia selalu kulihat rapih dan necis dandanannya. Mungkin karena ia seorang perjaka ting-ting. Setiap jam tujuh malam Om Han pulang dan kantor dan masuk rumah dengan penuh senyum kepuasan. Om Han benar-benar membuatku kagum padanya.
Sampai di sekolah pun aku masih terbayang akan kebaikan hati dan semangat om Han. Aku harus bisa seperti om Han. Aku harus semangat menjalani hari-hari di sekolah, seperti om Han yang semangat menjalani pekerjaannya. Om Han membuatku lebih semangat belajar di sekolah.
?Kriiiing...? Bel tanda pulang sekolah berbunyi.
Tepat jam dua siang aku pulang sekolah. Saat aku keluar dan gerbang sekolah berjalan menyusuri trotoar untuk mencari mobilangkot sebagai tumpangannya.
aku melihat seorang pengemis
dengan bajunya yang kotor dan compang-camping dengan
mengenakan topinya yang sudah usang berada tepat di halte di mana
aku biasa menunggu angkot. Aku merasa sangat iba saat melihat
pengemis itu. Ta meminta-minta kepada semua orang yang lewat di depannya
dengan sangat memelas
Saat aku pandangi pengemis itu, aku merasa tidak asing lagi dengannya. Aku bertanya-tanya pada diriku dalam hati.:
Aku merasa aku pernah bertemu dengan pengemis itu, tapi aku tidak
yakin. Saat aku memandanginya lagi pengemis itupun menatap ke
arahku. Tak lama kemudian pengemis itu pergi dalam panasnya terik
matahari.
Sesampainya di rumah, wajah pengemis itupun masih membayangiku. Rasanya pandangan pengemis itu agak aneh menatapku. Dan aku pun begitu melihat sikap perilaku pengemis itu.
Hari Minggu adalah hari yang sangat aku nanti-nantikan, karena hari Minggu adalah hari libur. Bukan hanya aku saja yang menantikannya, bahkan orang tuaku yang bekerja di kantoran menunggu saat seperti itu. Terkecuali om Han, pagi-pagi sekali aku melihatnya ia terburu-buru, mengenakan kemeja dan dasi yang rapih
dengan langkah cepat.
?Om Han pagi-pagi begini mau kemana?? tanyaku.
?Biasa Om mau kerja dulu nih!? jawabnya singkat.
?Han libur begini?? tanyaku heran.
?Iya! Biasa... lagi ada bisnis!? jawabnya sambil tersenyum.
?Waaaah, orang sibuk nih ye! Hati-hati ya Om!?
aku sangat henan dengan om Han. Banyak orang yang sangat menantikan han Minggu untuk berlibur, tetapi bagi om Han tidak.
Han Minggu yang kunanti-nantikan ini kuisi dengan berkumpul bersama keluargaku. Pada hari itulah seluruh keluargaku berkumpul di rumah. aku bermain seharian dengan adikku. Kadang juga dengan tetanggaku yang lucu dan lincah bila bermain rumah-rumahan.
Saat sore tiba aku menonton televisi bersama keluargaku. aku menyaksikan acara berita sore di teTevisi. Rupanya PemProp (Pemerintah Propinsi) DKJ sedang menggalakkan razia gembel dan pengemis di jalan-jalan. Saat aku menyaksikannya, aku terkejut melihat ada seseorang yang pernah kutemui waktu itu.
Dia seperti pengemis yang aku lihat saat pulang sekolab. Pakaian dan topi yang ia kenakan membuatku ingat dengannya. ia tertangkap saat mengemis di jalan. Tapi, aku tetap merasa ada sesuatu yang aneh pada pengemis itu. ia sepertinya mirip sekali dengan seseorang yang ku kenal. aku pun semakin yakin kalau pengemis itu adalah ... ya orang yang aku kenal. Dia itu Om Han. Om Han tetanggaku, Om Han yang selath rapi dengan baju dan dasinya. Tapi aku bingung, aku tidak yakin Om Han melakukan pekerjaan seperti itu. Karena setiap pagi ia pekerja dengan dengan pakaian yang rapi dan berdasi. Apa mungkin pekerjaan seperti itu yang selama mi ia tekuni, aaah . . .tidak, tidak mungkin Om Han yang selama ini yang kukenal. Sudahlah aku lupakan peristiwa itu. Mungkin aku salah lihat, mungkin bukan Om Han tetanggaku itu.
Biasanya sebelum aku pergi ke sekolah, aku selalu menengok ke rumah Om Han yang sering memberikan aku cokelat. Tapi pagi ini aku tak melihat sosok Om Han di depan rumahnya. Aah... mungkin hari ini dia kesiangan karena terlalu capek bekerja seharian di hari Minggu. Biarlah aku pergi saja ke sekolah tanpa sapaan Om Han. Esok harinya aku seperti biasa menengok ke rumah Om Han. Ternyata pagi ini pun aku tak melihat Om Han yang selalu rapih dan ramah untuk menyapaku lagi. ?Apakah ia sedang pergi ke luar kota?? tanyaku dalam hati. Ah mungkin saja, tapi selama aku mengenal Om Han, ia tak pernah ke luar kota apalagi ke luar negeri. Saat aku akan berangkat ke sekolah, aku membaca sunat kabar yang dibaca ayahku terpampang wajah Om Han yang telah ditangkap oleh polisi. Lalu aku berteriak ?Ayah benarkah ini Om Han tetangga kita?? ayah diam membisu seribu bahasa. akuu berangkat sekolah dengan langkah gontai dan sedih. Tamat
memakai baju yang rapi dan seragam yang lengkap, aku keluar dari rumah untuk berangkat sekolah. Pada saat itu juga aku melihat tetanggaku yang sedang bersiap-siap untuk memulai kegiatannya pada hari ini
Aku tatap mereka satu per satu.
?Selamat pagi, kok belum
berangkat sekolah?? tanya salah seonang tetanggaku.
?Ehm... ini baru mau berangkat Om!? jawabku.
?Oh... kalau begitu, cepat nanti telat loh??
?Om sendiri mau berangkat kerja Om?? tanyaku
?Iya... kalau begitu saya duluan ya!? jawab seorang tetanggaku dengan terburu-buru.
Dari sekian banyak tetanggaku, dialah yang paling baik dan perhatian padaku, nama sebenarnya adalah Handoko, tetapi aku selalu
memanggilnya dengan sebutan om Han.
Rumah Om Han yang sederhana terletak bersebelahan dengan rumahku. Om Han salah satu tetanggaku yang paling baik kukenal. Dengan baju kemeja yang rapi serta dasi yang ia kenakan, setiap pagi sebelum berangkat bekenja ia selalu menyapaku. Wajah Om Han yang penuh semangat mengayuhkan kaki berangkat kerja. Ia selalu kulihat rapih dan necis dandanannya. Mungkin karena ia seorang perjaka ting-ting. Setiap jam tujuh malam Om Han pulang dan kantor dan masuk rumah dengan penuh senyum kepuasan. Om Han benar-benar membuatku kagum padanya.
Sampai di sekolah pun aku masih terbayang akan kebaikan hati dan semangat om Han. Aku harus bisa seperti om Han. Aku harus semangat menjalani hari-hari di sekolah, seperti om Han yang semangat menjalani pekerjaannya. Om Han membuatku lebih semangat belajar di sekolah.
?Kriiiing...? Bel tanda pulang sekolah berbunyi.
Tepat jam dua siang aku pulang sekolah. Saat aku keluar dan gerbang sekolah berjalan menyusuri trotoar untuk mencari mobilangkot sebagai tumpangannya.
aku melihat seorang pengemis
dengan bajunya yang kotor dan compang-camping dengan
mengenakan topinya yang sudah usang berada tepat di halte di mana
aku biasa menunggu angkot. Aku merasa sangat iba saat melihat
pengemis itu. Ta meminta-minta kepada semua orang yang lewat di depannya
dengan sangat memelas
Saat aku pandangi pengemis itu, aku merasa tidak asing lagi dengannya. Aku bertanya-tanya pada diriku dalam hati.:
Aku merasa aku pernah bertemu dengan pengemis itu, tapi aku tidak
yakin. Saat aku memandanginya lagi pengemis itupun menatap ke
arahku. Tak lama kemudian pengemis itu pergi dalam panasnya terik
matahari.
Sesampainya di rumah, wajah pengemis itupun masih membayangiku. Rasanya pandangan pengemis itu agak aneh menatapku. Dan aku pun begitu melihat sikap perilaku pengemis itu.
Hari Minggu adalah hari yang sangat aku nanti-nantikan, karena hari Minggu adalah hari libur. Bukan hanya aku saja yang menantikannya, bahkan orang tuaku yang bekerja di kantoran menunggu saat seperti itu. Terkecuali om Han, pagi-pagi sekali aku melihatnya ia terburu-buru, mengenakan kemeja dan dasi yang rapih
dengan langkah cepat.
?Om Han pagi-pagi begini mau kemana?? tanyaku.
?Biasa Om mau kerja dulu nih!? jawabnya singkat.
?Han libur begini?? tanyaku heran.
?Iya! Biasa... lagi ada bisnis!? jawabnya sambil tersenyum.
?Waaaah, orang sibuk nih ye! Hati-hati ya Om!?
aku sangat henan dengan om Han. Banyak orang yang sangat menantikan han Minggu untuk berlibur, tetapi bagi om Han tidak.
Han Minggu yang kunanti-nantikan ini kuisi dengan berkumpul bersama keluargaku. Pada hari itulah seluruh keluargaku berkumpul di rumah. aku bermain seharian dengan adikku. Kadang juga dengan tetanggaku yang lucu dan lincah bila bermain rumah-rumahan.
Saat sore tiba aku menonton televisi bersama keluargaku. aku menyaksikan acara berita sore di teTevisi. Rupanya PemProp (Pemerintah Propinsi) DKJ sedang menggalakkan razia gembel dan pengemis di jalan-jalan. Saat aku menyaksikannya, aku terkejut melihat ada seseorang yang pernah kutemui waktu itu.
Dia seperti pengemis yang aku lihat saat pulang sekolab. Pakaian dan topi yang ia kenakan membuatku ingat dengannya. ia tertangkap saat mengemis di jalan. Tapi, aku tetap merasa ada sesuatu yang aneh pada pengemis itu. ia sepertinya mirip sekali dengan seseorang yang ku kenal. aku pun semakin yakin kalau pengemis itu adalah ... ya orang yang aku kenal. Dia itu Om Han. Om Han tetanggaku, Om Han yang selath rapi dengan baju dan dasinya. Tapi aku bingung, aku tidak yakin Om Han melakukan pekerjaan seperti itu. Karena setiap pagi ia pekerja dengan dengan pakaian yang rapi dan berdasi. Apa mungkin pekerjaan seperti itu yang selama mi ia tekuni, aaah . . .tidak, tidak mungkin Om Han yang selama ini yang kukenal. Sudahlah aku lupakan peristiwa itu. Mungkin aku salah lihat, mungkin bukan Om Han tetanggaku itu.
Biasanya sebelum aku pergi ke sekolah, aku selalu menengok ke rumah Om Han yang sering memberikan aku cokelat. Tapi pagi ini aku tak melihat sosok Om Han di depan rumahnya. Aah... mungkin hari ini dia kesiangan karena terlalu capek bekerja seharian di hari Minggu. Biarlah aku pergi saja ke sekolah tanpa sapaan Om Han. Esok harinya aku seperti biasa menengok ke rumah Om Han. Ternyata pagi ini pun aku tak melihat Om Han yang selalu rapih dan ramah untuk menyapaku lagi. ?Apakah ia sedang pergi ke luar kota?? tanyaku dalam hati. Ah mungkin saja, tapi selama aku mengenal Om Han, ia tak pernah ke luar kota apalagi ke luar negeri. Saat aku akan berangkat ke sekolah, aku membaca sunat kabar yang dibaca ayahku terpampang wajah Om Han yang telah ditangkap oleh polisi. Lalu aku berteriak ?Ayah benarkah ini Om Han tetangga kita?? ayah diam membisu seribu bahasa. akuu berangkat sekolah dengan langkah gontai dan sedih. Tamat