ariefadi
New member
Ketika membicarakan kemampuan menahan lapar, otak pria lebih baik berdasarkan studi pencitraan otak di Amerika, yang kemungkinan menjelaskan perbedaan gender dalam angka pesta makan dan obesitas dan mengapa wanita sulit menurunkan berat badan. Studi ini dipublikasikan Proceedings of the National Academy of Sciences dan dipimpin oleh para peneliti Brookhaven Laboratory di Departemen Energi Amerika.
Pimpinan penulis studi ini, Gene-Jack Wang, ilmuwan Kedokteran Nuklir PET Medical Imaging mengatakan temuan mereka dapat membantu memahami mekanisme neurobiologi bagaimana mengontrol asupan makanan dan menjelaskan metode farmaskologi baru atau intervensi lain untuk membantu orang-orang mengatur tingkah laku makan dan mempertahankan berat badan sehatnya. Mengejutkan menemukan perbedaan gender dalam kemampuan menghambat respon otak terhadap makanan dan rasa lapar memerlukan studi lebih lanjut.
Untuk studi ini, Wang dan koleganya mengamati aktivitas 13 wanita dan 10 pria relawan menggunakan pemindai PET (Positron Emssion Tomography) dimana glukosa ditempelkan pelacak radioaktif diijeksikan ke dalam aliran darah saat mereka berbaring di pemindai. Otak diberi glukosa sehingga para peneliti dapat mengamati pengambilan dari berbagai area otak setiap subyek.
Setiap relawan diminta mengambil makanan favoritnya dari daftar (contoh sandwich telur dan keju, kacang tanah, iga bakar, cokelat), kemudian mereka dipindai 3 kali pada waktu berbeda. Setiap pindaian, mereka harus berpuasa selama 20 jam. Diantara 2 pindaian, mereka diberi stimulasi makanan, dimana mereka dapat melihat dan merasakan bau makanan favorit mereka dan diberikan kesempatan mencicipinya. Pada pindaian pertama mereka tidak diberikan instruksi bagaimana bereaksi. Untuk pindaian lain, mereka diinstruksikan kode tangan untuk merespon pada makanan ketika muncul. Mereka juga menjalani pindaian ketiga dimana tidak ada makanan sama sekali. Pindaian dilakukan secara acak.
Para partisipan diminta memberi nilai makanan dan menjelaskan sensasi lapar dan keinginan makan selama stimulasi makanan. Respon mereka pada pertanyaan-pertanyaan ini selanjutnya dibandingkan dengan aktivitas otak yang diamati pada pemindai PET.
Hasilnya menunjukkan bahwa pada pria dan wanita, berbagai area di otak berkaitan dengan pengendalian emosi, kondisi dan motivasi meningkat lebih pada saat stimulasi makanan dibandingkan pemindaian tanpa adanya makanan. Hal ini mengkonfirmasi studi lain di Lab Brookhaven.
Ketika mereka diminta menekan keinginan terhadap makanan, baik pria maupun wanita melaporkan rasa kurang lapar dan kurang tertarik pada makanan, dibandingkan ketika mereka tidak diberitahu untuk menghindari respon mereka. Tapi, hanya aktivitas pada otak pria yang menurun ketika mereka diminta untuk mempertahankan keinginannya saat pengecekan, pas dengan apa yang mereka katakan ketika merasakan kurang lapar. Tidak demikian halnya pada wanita. Menurut Wang, kemungkinan mencerminkan perbedaan pria dan wanita dalam menerima dan merespon signal tubuh internal.
oleh NFA (Kalbe.co.id)
Pimpinan penulis studi ini, Gene-Jack Wang, ilmuwan Kedokteran Nuklir PET Medical Imaging mengatakan temuan mereka dapat membantu memahami mekanisme neurobiologi bagaimana mengontrol asupan makanan dan menjelaskan metode farmaskologi baru atau intervensi lain untuk membantu orang-orang mengatur tingkah laku makan dan mempertahankan berat badan sehatnya. Mengejutkan menemukan perbedaan gender dalam kemampuan menghambat respon otak terhadap makanan dan rasa lapar memerlukan studi lebih lanjut.
Untuk studi ini, Wang dan koleganya mengamati aktivitas 13 wanita dan 10 pria relawan menggunakan pemindai PET (Positron Emssion Tomography) dimana glukosa ditempelkan pelacak radioaktif diijeksikan ke dalam aliran darah saat mereka berbaring di pemindai. Otak diberi glukosa sehingga para peneliti dapat mengamati pengambilan dari berbagai area otak setiap subyek.
Setiap relawan diminta mengambil makanan favoritnya dari daftar (contoh sandwich telur dan keju, kacang tanah, iga bakar, cokelat), kemudian mereka dipindai 3 kali pada waktu berbeda. Setiap pindaian, mereka harus berpuasa selama 20 jam. Diantara 2 pindaian, mereka diberi stimulasi makanan, dimana mereka dapat melihat dan merasakan bau makanan favorit mereka dan diberikan kesempatan mencicipinya. Pada pindaian pertama mereka tidak diberikan instruksi bagaimana bereaksi. Untuk pindaian lain, mereka diinstruksikan kode tangan untuk merespon pada makanan ketika muncul. Mereka juga menjalani pindaian ketiga dimana tidak ada makanan sama sekali. Pindaian dilakukan secara acak.
Para partisipan diminta memberi nilai makanan dan menjelaskan sensasi lapar dan keinginan makan selama stimulasi makanan. Respon mereka pada pertanyaan-pertanyaan ini selanjutnya dibandingkan dengan aktivitas otak yang diamati pada pemindai PET.
Hasilnya menunjukkan bahwa pada pria dan wanita, berbagai area di otak berkaitan dengan pengendalian emosi, kondisi dan motivasi meningkat lebih pada saat stimulasi makanan dibandingkan pemindaian tanpa adanya makanan. Hal ini mengkonfirmasi studi lain di Lab Brookhaven.
Ketika mereka diminta menekan keinginan terhadap makanan, baik pria maupun wanita melaporkan rasa kurang lapar dan kurang tertarik pada makanan, dibandingkan ketika mereka tidak diberitahu untuk menghindari respon mereka. Tapi, hanya aktivitas pada otak pria yang menurun ketika mereka diminta untuk mempertahankan keinginannya saat pengecekan, pas dengan apa yang mereka katakan ketika merasakan kurang lapar. Tidak demikian halnya pada wanita. Menurut Wang, kemungkinan mencerminkan perbedaan pria dan wanita dalam menerima dan merespon signal tubuh internal.
oleh NFA (Kalbe.co.id)