lala_lulu
New member
Ada pepatah yang kiranya sangat tepat untuk menggambarkan apa yang dialami Pakistan saat ini yakni “sudah jatuh diimpit tangga”.
Pensoalan lama antara Pakistan dan India belum selesai, Pakistan sudah kelimpahan masalah dari Afganistan. Masalah Kashmir adalah masalah klasik kedua negara yang memicu tiga perang di antara kedua negara, yakni pada tahun 1947, 1965, dan 1999.
Operasi militer oleh Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Afganistan untuk memerang Taliban dan Al Qaeda dampaknya dirasakan Pakistan, terutama di wilayah perbatasan. Situasi di Afganistan itu juga membangkitkan kelompok-kelompok berhaluan keras di Pakistan, yang membuat pemerintah negeri itu kerepotan.
Mengutip pendapat Jenderal David H Petraeus, panglima tentara AS di Afganistan, ada hubungan simbiotik di antara berbagai organisasi di Afganistan dan Pakistan: Al Qaeda, Taliban Pakistan.
Taliban Afganistan, Tehreek-eNafaz-e-Shariat-e-Mohammadi. Itulah yang antara lain mendorong militer Pakistan melakukan operasi besar-besaran, misalnya di Lembah Swat dan Waziristan Utara.
Yang lebih membuat Pakistan “babak belur” adalah terjadinya konflik kekerasan bernuansa etnoreligius. Apa yang terjadi di Lahore, Kamis malam lain, merupakan salah satu contohnya, Dua pelaku bom bunuh diri beraksi di sebuah kompleks makam seorang sufi, Abul Hassan All Hajvery.
Ledakan bom bunuh diri itu menewaskan sekurang-kurangnya 87 oang dan melukai 175 orang lainnya—oleh kelompok agama satu terhadap yang lain.
Bukan kali ini saja serangan mematikan yang merupakan bukti terjadinya konflik kekerasan bernuansa etnoreligius tetjad di Pakistan. Sejak Oktober lalu, misalnya, paling tidak terjadi tujuh kali serangan mematikan. Pada 9 Oktober 2009 terjadi ledakan bom bunuh diri di Peshawar yang menewaskan paling tidak 50 orang. Di Lahore sendiri, bulan Mei lalu, terjadi serangan terhadap dua masjid yang menewaskan 93 orang.
Tidak mudah bagi Pemerintah Pakistan untuk mengatasi persoalan-persoalan itu. Apalagi, gesekan antarpartai politik sangat kerap terjadi di Paldstan, yang tidak jarang diwarnai dengan hilangnya nyawa, ditambah belum begitu mulusnya hubungan antara sipil dan miiter, membuat semakin beratnya problem yang dihadapi negara itu.
Kita berpendapat konflik kekerasan bernuansa etnoreligius itu, misalnya, menunjukkan rendahnya penghargaan terhadap niai-nilai fundamental hak asasi manusia, seperti kebersamaan, penghargaan akan hidup manusia, dan kebebasan. Itu persoalan mendasar, dan pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana caranya keluar dari lingkaran setan kekerasan itu? Itulah problem bent dan besar Pakistan saat mi yang bisa menenggelamkan negara itu
Sumber : Kompas
Pensoalan lama antara Pakistan dan India belum selesai, Pakistan sudah kelimpahan masalah dari Afganistan. Masalah Kashmir adalah masalah klasik kedua negara yang memicu tiga perang di antara kedua negara, yakni pada tahun 1947, 1965, dan 1999.
Operasi militer oleh Amerika Serikat dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Afganistan untuk memerang Taliban dan Al Qaeda dampaknya dirasakan Pakistan, terutama di wilayah perbatasan. Situasi di Afganistan itu juga membangkitkan kelompok-kelompok berhaluan keras di Pakistan, yang membuat pemerintah negeri itu kerepotan.
Mengutip pendapat Jenderal David H Petraeus, panglima tentara AS di Afganistan, ada hubungan simbiotik di antara berbagai organisasi di Afganistan dan Pakistan: Al Qaeda, Taliban Pakistan.
Taliban Afganistan, Tehreek-eNafaz-e-Shariat-e-Mohammadi. Itulah yang antara lain mendorong militer Pakistan melakukan operasi besar-besaran, misalnya di Lembah Swat dan Waziristan Utara.
Yang lebih membuat Pakistan “babak belur” adalah terjadinya konflik kekerasan bernuansa etnoreligius. Apa yang terjadi di Lahore, Kamis malam lain, merupakan salah satu contohnya, Dua pelaku bom bunuh diri beraksi di sebuah kompleks makam seorang sufi, Abul Hassan All Hajvery.
Ledakan bom bunuh diri itu menewaskan sekurang-kurangnya 87 oang dan melukai 175 orang lainnya—oleh kelompok agama satu terhadap yang lain.
Bukan kali ini saja serangan mematikan yang merupakan bukti terjadinya konflik kekerasan bernuansa etnoreligius tetjad di Pakistan. Sejak Oktober lalu, misalnya, paling tidak terjadi tujuh kali serangan mematikan. Pada 9 Oktober 2009 terjadi ledakan bom bunuh diri di Peshawar yang menewaskan paling tidak 50 orang. Di Lahore sendiri, bulan Mei lalu, terjadi serangan terhadap dua masjid yang menewaskan 93 orang.
Tidak mudah bagi Pemerintah Pakistan untuk mengatasi persoalan-persoalan itu. Apalagi, gesekan antarpartai politik sangat kerap terjadi di Paldstan, yang tidak jarang diwarnai dengan hilangnya nyawa, ditambah belum begitu mulusnya hubungan antara sipil dan miiter, membuat semakin beratnya problem yang dihadapi negara itu.
Kita berpendapat konflik kekerasan bernuansa etnoreligius itu, misalnya, menunjukkan rendahnya penghargaan terhadap niai-nilai fundamental hak asasi manusia, seperti kebersamaan, penghargaan akan hidup manusia, dan kebebasan. Itu persoalan mendasar, dan pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana caranya keluar dari lingkaran setan kekerasan itu? Itulah problem bent dan besar Pakistan saat mi yang bisa menenggelamkan negara itu
Sumber : Kompas