Paku Di Tiang

jmw01

New member
Ada seorang wanita yang mempunyai seorang anak lelaki bernama Mat. Mat besar menjadi seorang yang lalai menunaikan perintah agama. Meskipun telah berbuih ajakan dan nasihat, suruhan dan perintah dari ayahnya agar Mat bersembahyang, puasa dan lain-lain amal kebajikan, dia tetap meninggalkannya. Sebaliknya amal kejahatan pula yang menjadi kebiasaannya.

Kaki ****, kaki botol, dan seribu satu macam jenis kaki lagi menjadi kemegahannya. Suatu hari wanita tadi memanggil anaknya dan berkata, "Mat, kau ini terlalu sangat lalai dan berbuat kemungkaran. Mulai hari ini aku akan dirikan satu paku tiang di tengah halaman rumah kita. Setiap kali kau berbuat satu kejahatan, maka aku akan benamkan satu paku ke tiang ini. Dan setiap kali kau berbuat satu kebajikan, sebatang paku akan kucabut keluar dari tiang ini."

Bapaknya berbuat sebagaimana yang dia janjikan, dan setiap hari dia akan memukul beberapa batang paku ke tiang tersebut. Kadang-kadang sampai puluhan paku dalam satu hari. Jarang-jarang benar dia mencabut keluar paku dari tiang.

Hari bersilih ganti, beberapa purnama berlalu, dari musim hujan berganti kemarau panjang. Tahun demi tahun beredar. Tiang yang berdiri megah di halaman kini telah hampir dipenuhi dengan tusukan paku-paku dari bawah sampai ke atas. Hampir setiap permukaan tiang itu dipenuhi dengan paku-paku. Ada yang berkarat karena hujan dan panas. Setelah melihat keadaan tiang yang bersusukan dengan paku-paku yang menjijikkan pandangan mata, dalam diri Mat timbullah rasa malu. Maka dia pun berazam untuk memperbaiki dirinya. Mulai detik itu, Mat mulai sembahyang. Hari itu saja lima butir paku dicabut ayahnya dari tiang. Besoknya sembahyang lagi ditambah dengan sunat-sunatnya. Lebih banyak lagi paku tercabut. Hari berikutnya Mat tinggalkan sisa-sisa maksiat yang melekat. Maka semakin banyaklah tercabut paku-paku tadi. Hari demi hari, semakin banyak kebaikan yang Mat lakukan dan semakin banyak maksiat yang ditinggal, hingga akhirnya hanya tinggal sebatang paku yang tinggal melekat di tiang.

Maka ayahnyapun memanggil anaknya dan berkata: "Lihatlah anakku, ini paku terakhir, dan akan aku cabutkannya keluar sekarang. Tidakkah kamu gembira?" Mat merenung pada tiang tersebut, tapi sebaliknya tidak melahirkan rasa gembira sebagaimana yang disangkakan oleh ayahnya, dia mulai menangis terisak-isak. "Kenapa anakku?" tanya ayahnya, "aku pikir tentunya kau gembira karena semua paku-paku tadi telah tiada. "Dalam nada yang sayu Mat mengeluh, "Wahai ayahku, sungguh benar katamu, paku-paku itu telah tiada, tapi aku bersedih bekas-bekas lubang dari paku itu tetap kekal ditiang, bersama dengan karatnya.

Sahabat yang dimuliakan Allah, Dengan dosa-dosa dan kemungkaran yang seringkali diulangi hinggakan menjadi suatu kebiasaan, kita mungkin boleh mengatasinya, atau secara beransur-ansur menghapuskannya, tapi ingatlah bahwa bekas-bekasnya akan kekal. Oleh sebab itu, bilamana kita menyadari diri ini melakukan suatu kemungkaran, ataupun sedang diambang pintu kebiasaan yang buruk, maka berhentilah secepatnya walaupun secara bertahap. Karena setiap kali kita bergelimang dalam kemungkaran dan kemaksiatan, maka kita telah membenamkan sebilah paku lagi yang akan meninggalkan bekas tancapan pada jiwa kita, meskipun paku itu kita cabut dikemudian hari. Apakah kita membiarkannya berkarat dalam diri ini sebelum dicabut? terlebih lagi kalau dibiarkan berkarat dan tak dicabut. NaudzubiLlahi min dzalik.
 
Back
Top