Kalina
Moderator
Minta Kepastian Hukum Revisi PP 37/2006
JAKARTA - Syarat pengembalian rapel atas peninjauan kembali PP 37/2006 oleh pemerintah kini berbalik arah. Para elite partai politik terus mengarahkan bidikan ke pemerintah karena dinilai telah menebarkan ketakutan kepada anggota DPRD atas kemungkinan proses hukum yang akan menimpa mereka.
Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta menilai pemerintah telah melakukan dua kesalahan besar atas pemberlakuan PP 37/2006. Kesalahan pertama adalah mengesahkan PP 37/2006. Kedua, pemerintah kemudian melakukan revisi keputusan yang sudah disahkan tersebut. Dengan demikian, keputusan itu merupakan pekerjaan sia-sia. "Kalau ada aturan yang sejak awal sudah tidak disetujui masyarakat, kenapa harus dipaksakan untuk disahkan?" ujarnya.
Desakan juga datang dari partai yang membesarkan SBY. Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mendesak agar keputusan revisi PP 37 Tahun 2006 segera diselesaikan. "Revisi itu mutlak dilakukan," katanya kemarin.
Sebab, lanjut mantan ketua umum PB HMI itu, sebagian substansi peraturan pemerintah tersebut dinilai mengganggu perasaan keadilan publik. "Item itulah yang perlu disempurnakan, lebih cepat lebih baik," tegasnya.
Anas menuturkan, dengan mempercepat proses revisi itu, diharapkan segera ada kepastian hukum yang menjadi solusi bagi kontroversi yang terjadi. "Saat ini perlu ada pegangan bagi DPRD dan pemerintah daerah untuk alokasi anggaran mereka," ungkapnya.
Alumnus Unair tersebut berharap revisi PP 37/2006 itu tidak menjadikan anggota DPRD sebagai korban. Di sisi lain, Anas juga meminta seluruh anggota DPRD memahami setiap kemungkinan keputusan revisi PP 37/2006 tersebut. "Sementara pemerintah bekerja menyelesaikan revisi, sebaiknya para anggota DPRD tidak melakukan gerakan-gerakan yang memperkeruh suasana," pintanya.
Selain itu, Anas berharap hasil revisi rumusan pemerintah dapat meningkatkan kinerja DPRD, sekaligus tidak memberatkan APBD. "Sebaiknya yang wajar saja dalam pandangan publik," katanya.
Apakah polemik itu menjadi bukti kinerja sebagian pembantu presiden serampangan? "Barang yang terang tidak perlu diterang-terangkan," tutur mahasiswa program doktoral UGM tersebut. Karena itu, Anas meminta kontroversi PP 37/2006 tersebut dijadikan pelajaran penting bagi para pembantu presiden untuk bekerja lebih teliti, cermat, dan terukur dalam mempersiapkan segala sesuatu terkait dengan peraturan yang bersinggungan dengan kepentingan publik.
Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar mengaku mendapat laporan dari anggota DPRD FKB di sejumlah daerah bahwa mereka takut terkena implikasi hukum PP 37/2006. Padahal, menurut dia, inti persoalannya bukan pada anggota DPRD. Tapi, karena kepastian hukum revisi PP 37 yang masih mengambang. "Pemerintah harus segera mengambil kepastian hukum terhadap PP 37, jangan diambangkan," tegasnya.
Ketidakpastian revisi PP 37 yang dibuat pemerintah itu menunjukkan kegagalan presiden dalam mengonsolidasikan kabinet. "Seharusnya setiap kebijakan yang diambil selalu dikoordinasikan terlebih dahulu sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari," tambahnya.
Lebih lanjut, ketua umum PKB itu meminta seluruh anggota DPRD FKB yang sudah telanjur mengambil dana rapel tersebut untuk menghibahkan pada kegiatan sosial.
JAKARTA - Syarat pengembalian rapel atas peninjauan kembali PP 37/2006 oleh pemerintah kini berbalik arah. Para elite partai politik terus mengarahkan bidikan ke pemerintah karena dinilai telah menebarkan ketakutan kepada anggota DPRD atas kemungkinan proses hukum yang akan menimpa mereka.
Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta menilai pemerintah telah melakukan dua kesalahan besar atas pemberlakuan PP 37/2006. Kesalahan pertama adalah mengesahkan PP 37/2006. Kedua, pemerintah kemudian melakukan revisi keputusan yang sudah disahkan tersebut. Dengan demikian, keputusan itu merupakan pekerjaan sia-sia. "Kalau ada aturan yang sejak awal sudah tidak disetujui masyarakat, kenapa harus dipaksakan untuk disahkan?" ujarnya.
Desakan juga datang dari partai yang membesarkan SBY. Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mendesak agar keputusan revisi PP 37 Tahun 2006 segera diselesaikan. "Revisi itu mutlak dilakukan," katanya kemarin.
Sebab, lanjut mantan ketua umum PB HMI itu, sebagian substansi peraturan pemerintah tersebut dinilai mengganggu perasaan keadilan publik. "Item itulah yang perlu disempurnakan, lebih cepat lebih baik," tegasnya.
Anas menuturkan, dengan mempercepat proses revisi itu, diharapkan segera ada kepastian hukum yang menjadi solusi bagi kontroversi yang terjadi. "Saat ini perlu ada pegangan bagi DPRD dan pemerintah daerah untuk alokasi anggaran mereka," ungkapnya.
Alumnus Unair tersebut berharap revisi PP 37/2006 itu tidak menjadikan anggota DPRD sebagai korban. Di sisi lain, Anas juga meminta seluruh anggota DPRD memahami setiap kemungkinan keputusan revisi PP 37/2006 tersebut. "Sementara pemerintah bekerja menyelesaikan revisi, sebaiknya para anggota DPRD tidak melakukan gerakan-gerakan yang memperkeruh suasana," pintanya.
Selain itu, Anas berharap hasil revisi rumusan pemerintah dapat meningkatkan kinerja DPRD, sekaligus tidak memberatkan APBD. "Sebaiknya yang wajar saja dalam pandangan publik," katanya.
Apakah polemik itu menjadi bukti kinerja sebagian pembantu presiden serampangan? "Barang yang terang tidak perlu diterang-terangkan," tutur mahasiswa program doktoral UGM tersebut. Karena itu, Anas meminta kontroversi PP 37/2006 tersebut dijadikan pelajaran penting bagi para pembantu presiden untuk bekerja lebih teliti, cermat, dan terukur dalam mempersiapkan segala sesuatu terkait dengan peraturan yang bersinggungan dengan kepentingan publik.
Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar mengaku mendapat laporan dari anggota DPRD FKB di sejumlah daerah bahwa mereka takut terkena implikasi hukum PP 37/2006. Padahal, menurut dia, inti persoalannya bukan pada anggota DPRD. Tapi, karena kepastian hukum revisi PP 37 yang masih mengambang. "Pemerintah harus segera mengambil kepastian hukum terhadap PP 37, jangan diambangkan," tegasnya.
Ketidakpastian revisi PP 37 yang dibuat pemerintah itu menunjukkan kegagalan presiden dalam mengonsolidasikan kabinet. "Seharusnya setiap kebijakan yang diambil selalu dikoordinasikan terlebih dahulu sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari," tambahnya.
Lebih lanjut, ketua umum PKB itu meminta seluruh anggota DPRD FKB yang sudah telanjur mengambil dana rapel tersebut untuk menghibahkan pada kegiatan sosial.