andree_erlangga
New member
Partai Golkar harus meningkatkan tebar kinerja dalam upaya memuaskan masyarakat. Untuk itu, kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan perlu diantisipasi, sehingga kekecewaan tersebut tidak sampai merugikan Partai Golkar, dimana Partai Golkar saat ini adalah partai mitra pemerintah.
Karena itu, Golkar perlu melakukan strategi politik pencitraan yang efektif dan sistematis. Dengan demikian, Golkar bisa diharapkan mampu meraih kemenangan dalam Pemilu 2009.
Demikian kesimpulan diskusi "Media Massa dan Pencitraan Partai Golkar" yang diselenggarakan Badan Informasi dan Komunikasi (BIK) Partai Golkar, kemarin, di Jakarta. Tampil sebagai pembicara, Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Rully Chairul Azwar, Pemred HU Suara Karya Ricky Rachmadi, politisi senior Partai Golkar Freddy Latumahina, Koordinator Divisi Sisinfotel BIK Partai Golkar Fayakhun Andriadi dan Ketua Umum Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) E. Agustini Syarwan Hamid.
"Bagaimana pun kinerja pemerintah pasti menyeret Partai Golkar. Jadi perlu dibuat strategi politik agar jika pemerintahan ini tidak berhasil tidak terlalu menyeret-nyeret Partai Golkar," kata Rully.
Meski demikian, Partai Golkar tetap konsisten menempatkan diri sebagai mitra sejajar pemerintah. "Golkar bukan sebagai pemadam kebakaran, tapi ikut dalam proses penentuan kebijakan," ujar Rully.
Menurut dia, perlu penekanan citra bahwa Golkar adalah partai modern, terbuka, paling siap berperan, demokratis, dan sangat bermanfaat bagi rakyat. Di samping itu, perlu juga pembentukan wacana-wacana yang menunjukkan bahwa berbagai kebijakan yang didorong Golkar berpihak kepada rakyat.
"Jangan heran kalau banyak kegiatan Golkar belakangan ini lebih terkonsentrasi pada rakyat bawah. Ini untuk membangun citra bahwa Golkar peduli rakyat daripada sekadar politicking," kata Rully.
Di sisi lain, Ricky Rachmadi mengatakan, politik pencitraan dalam tataran konsep atau wacana selalu menimbulkan paradoks relativitas. Di satu sisi, aktivitas pencitraan selalu menonjolkan sifat-sifat baik milik seorang pemimpin agar selalu terjaga sepanjang masa. Namun di sisi lain, publik pembaca media massa berkehendak melahirkan pemimpin yang efektif mengubah keadaan. "Publik ingin pemimpin dicitrakan mempunyai ketegasan dan mampu menjadi buldoser bagi segala kendala yang menyebabkan situasi tanpa kinerja," ujarnya.
Ricky menambahkan, pemimpim yang bekerja keras di tengah krisis pasti melahirkan ketidakpuasan. Krisis menyebabkan pemimpin harus memilih, dan tidak mungkin dapat menyenangkan semua orang.
"Pasti ada yang sakit hati, sehingga seorang pemimpin yang mampu berkerja pun harus menimba predikat tidak populer, bahkan mungkin dimusuhi publiknya sendiri," kata Ricky.
Sementara itu, Freddy Latumahina mengatakan, Golkar pernah mengalami krisis pada tahun 1998, yang antara lain ditandai oleh kuatnya tuntutan publik agar Golkar dibubarkan. Namun dari periode ke periode, Golkar selalu muncul sebagai kekuatan pembaruan.
"Kerangka kekuatan pembaharuan inilah yang harus tetap kita pegang, karena kekuatan ini yang membuat Partai Golkar tetap bertahan meski pernah diterpa krisis kepercayaan pada tahun 1998," kata Freddy.
Ia juga menilai sudah saatnya Golkar memberi kesempatan kepada anak-anak muda untuk memimpin partai berlambang pohon beringin tersebut. "Ke depan, citra partai harus dibawa ke arah anak muda supaya lepas dari masa lampau," ujarnya.
Sementara itu E Agustini Syarwan Hamid menegaskan, program yang digagas KPPG dalam membangu anak-anak balita rawan gizi diharapkan dapat mendongkrak citra partai di masa depan.
sumber : Suara Karya Online
Karena itu, Golkar perlu melakukan strategi politik pencitraan yang efektif dan sistematis. Dengan demikian, Golkar bisa diharapkan mampu meraih kemenangan dalam Pemilu 2009.
Demikian kesimpulan diskusi "Media Massa dan Pencitraan Partai Golkar" yang diselenggarakan Badan Informasi dan Komunikasi (BIK) Partai Golkar, kemarin, di Jakarta. Tampil sebagai pembicara, Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Rully Chairul Azwar, Pemred HU Suara Karya Ricky Rachmadi, politisi senior Partai Golkar Freddy Latumahina, Koordinator Divisi Sisinfotel BIK Partai Golkar Fayakhun Andriadi dan Ketua Umum Kesatuan Perempuan Partai Golkar (KPPG) E. Agustini Syarwan Hamid.
"Bagaimana pun kinerja pemerintah pasti menyeret Partai Golkar. Jadi perlu dibuat strategi politik agar jika pemerintahan ini tidak berhasil tidak terlalu menyeret-nyeret Partai Golkar," kata Rully.
Meski demikian, Partai Golkar tetap konsisten menempatkan diri sebagai mitra sejajar pemerintah. "Golkar bukan sebagai pemadam kebakaran, tapi ikut dalam proses penentuan kebijakan," ujar Rully.
Menurut dia, perlu penekanan citra bahwa Golkar adalah partai modern, terbuka, paling siap berperan, demokratis, dan sangat bermanfaat bagi rakyat. Di samping itu, perlu juga pembentukan wacana-wacana yang menunjukkan bahwa berbagai kebijakan yang didorong Golkar berpihak kepada rakyat.
"Jangan heran kalau banyak kegiatan Golkar belakangan ini lebih terkonsentrasi pada rakyat bawah. Ini untuk membangun citra bahwa Golkar peduli rakyat daripada sekadar politicking," kata Rully.
Di sisi lain, Ricky Rachmadi mengatakan, politik pencitraan dalam tataran konsep atau wacana selalu menimbulkan paradoks relativitas. Di satu sisi, aktivitas pencitraan selalu menonjolkan sifat-sifat baik milik seorang pemimpin agar selalu terjaga sepanjang masa. Namun di sisi lain, publik pembaca media massa berkehendak melahirkan pemimpin yang efektif mengubah keadaan. "Publik ingin pemimpin dicitrakan mempunyai ketegasan dan mampu menjadi buldoser bagi segala kendala yang menyebabkan situasi tanpa kinerja," ujarnya.
Ricky menambahkan, pemimpim yang bekerja keras di tengah krisis pasti melahirkan ketidakpuasan. Krisis menyebabkan pemimpin harus memilih, dan tidak mungkin dapat menyenangkan semua orang.
"Pasti ada yang sakit hati, sehingga seorang pemimpin yang mampu berkerja pun harus menimba predikat tidak populer, bahkan mungkin dimusuhi publiknya sendiri," kata Ricky.
Sementara itu, Freddy Latumahina mengatakan, Golkar pernah mengalami krisis pada tahun 1998, yang antara lain ditandai oleh kuatnya tuntutan publik agar Golkar dibubarkan. Namun dari periode ke periode, Golkar selalu muncul sebagai kekuatan pembaruan.
"Kerangka kekuatan pembaharuan inilah yang harus tetap kita pegang, karena kekuatan ini yang membuat Partai Golkar tetap bertahan meski pernah diterpa krisis kepercayaan pada tahun 1998," kata Freddy.
Ia juga menilai sudah saatnya Golkar memberi kesempatan kepada anak-anak muda untuk memimpin partai berlambang pohon beringin tersebut. "Ke depan, citra partai harus dibawa ke arah anak muda supaya lepas dari masa lampau," ujarnya.
Sementara itu E Agustini Syarwan Hamid menegaskan, program yang digagas KPPG dalam membangu anak-anak balita rawan gizi diharapkan dapat mendongkrak citra partai di masa depan.
sumber : Suara Karya Online