Kalina
Moderator
SURABAYA – Jumlah penderita kanker bertambah setiap tahun. Dokter spesialis bedah RS Onkologi Surabaya (RSOS) dr Bob J. Octavianus FICS menyampaikan, angka kejadian kanker naik 20 persen per tahun.
Menurut dia, angka kunjungan pasien di rumah sakit khusus penanganan kanker itu juga semakin banyak. Rata-rata seratus kunjungan per hari. Bob mengatakan, sebenarnya jumlah kasus kanker di negara maju lebih banyak daripada di negara berkembang. Namun, angka kematian di negara berkembang lebih tinggi. Salah satunya Indonesia. ”Kanker sekarang menjadi penyakit nomor 7 paling mematikan di Indonesia,” ujarnya.
Bob menuturkan, salah satu jenis kanker yang jumlahnya meningkat adalah kanker payudara. Pada satu dekade lalu, kanker serviks menjadi momok paling menakutkan bagi perempuan. Namun, hal tersebut bergeser. Alumnus Universitas Airlangga itu menyebutkan, kasus kanker tertinggi pada perempuan adalah kanker payudara. Disusul kanker paru dan serviks.
Usia penderita kanker payudara juga berubah. Jika dulu penderita berusia di atas 50 tahun, kini jauh lebih muda. Yakni, 35–50 tahun. Artinya, banyak yang masih usia produktif. Menurut Bob, banyak faktor penyebab pergeseran itu. Salah satunya gaya hidup yang tidak sehat. Misalnya, malas berolahraga dan tidak menjaga pola makan. Selain itu, kegemukan atau obesitas. Padahal, dengan mengatur gaya hidup, risiko kanker berkurang. Caranya, menjaga berat badan ideal. ”Juga, menghindari stres,” ujarnya.
Menurut dia, semua perempuan sejatinya berisiko menderita kanker. Bukan hanya yang memiliki riwayat keluarga penderita kanker. Apalagi tidak ada obat atau vaksin untuk mencegah kanker jenis tersebut. Karena itu, penting menemukan kanker sejak dini. Caranya dengan mamografiatau pemeriksaan payudara dengan menggunakan sinar X dosis rendah.
”Prinsipnya, harus datang pada waktu dan tempat yang tepat. Tidak menunggu setelah ada keluhan. Tak ada keluhan belum tentu tidak ada kanker,” ucap Bob.
Dia berharap perempuan segera memeriksakan diri ke dokter jika menemukan benjolan di payudara. Sebab, kanker tersebut sangat bergantung pada penanganan pertama. Jika segera ditangani, peluang kesembuhan lebih besar. Bob mencontohkan, bagi penderita yang masih dalam stadium 0 hingga II, peluang pengangkatan payudara lebih kecil. Harapan hidup juga lebih tinggi.
Perinciannya, penderita kanker stadium 0 dan I bisa bertahan 100 persen dalam lima tahun, stadium II 86 persen, stadium III 57 persen, dan stadium IV hanya 20 persen. ”Realitasnya, hampir 70 persen pasien datang terlambat ke rumah sakit. Sudah stadium lanjut,” ucap Bob.
Padahal, jika sudah telat, pengobatannya lebih sulit. Biaya pengobatan pun lebih banyak. Presentase kesembuhan juga berkurang. Menurut Bob, dalam kanker payudara ada perjalanannya. Awalnya hanya menyerang jaringan lokal di sekitar payudara. Jika dibiarkan, kanker bisa menyebar hingga kelenjar regional.
Misalnya, kelenjar ketiak. Terakhir, yang paling mematikan adalah penyebaran jauh. Yakni, mencapai organ lain seperti paru-paru yang bisa membuat sesak napas. Jika menyerang liver, penderita bisa sakit kuning. ”Kalau sampai otak, bisa bikin kejang. Itu yang mengakibatkan kematian,” ucapnya.
Bob menambahkan, ada dua terapi untuk kasus kanker payudara. Pertama, pengangkatan payudara secara keseluruhan jika sudah parah. Kedua, jika sudah deteksi dini, ada breast conserving treatment (BCT). Yakni, pengangkatan jaringan payudara hanya pada bagian yang ada tumornya. Keunggulannya, payudara tidak perlu diangkat semua. Ada prosedur operasi rekonstruksi untuk mengembalikan bentuk payudara.
”Jaringan yang diambil diganti dengan jaringan dari punggung atau perut. Payudara bisa kembali seperti semula. Misalnya, jika putingnya hilang, bisa dibuatkan lagi. Makanya, segera deteksi dini,” ujarnya.
Menurut dia, angka kunjungan pasien di rumah sakit khusus penanganan kanker itu juga semakin banyak. Rata-rata seratus kunjungan per hari. Bob mengatakan, sebenarnya jumlah kasus kanker di negara maju lebih banyak daripada di negara berkembang. Namun, angka kematian di negara berkembang lebih tinggi. Salah satunya Indonesia. ”Kanker sekarang menjadi penyakit nomor 7 paling mematikan di Indonesia,” ujarnya.
Bob menuturkan, salah satu jenis kanker yang jumlahnya meningkat adalah kanker payudara. Pada satu dekade lalu, kanker serviks menjadi momok paling menakutkan bagi perempuan. Namun, hal tersebut bergeser. Alumnus Universitas Airlangga itu menyebutkan, kasus kanker tertinggi pada perempuan adalah kanker payudara. Disusul kanker paru dan serviks.
Usia penderita kanker payudara juga berubah. Jika dulu penderita berusia di atas 50 tahun, kini jauh lebih muda. Yakni, 35–50 tahun. Artinya, banyak yang masih usia produktif. Menurut Bob, banyak faktor penyebab pergeseran itu. Salah satunya gaya hidup yang tidak sehat. Misalnya, malas berolahraga dan tidak menjaga pola makan. Selain itu, kegemukan atau obesitas. Padahal, dengan mengatur gaya hidup, risiko kanker berkurang. Caranya, menjaga berat badan ideal. ”Juga, menghindari stres,” ujarnya.
Menurut dia, semua perempuan sejatinya berisiko menderita kanker. Bukan hanya yang memiliki riwayat keluarga penderita kanker. Apalagi tidak ada obat atau vaksin untuk mencegah kanker jenis tersebut. Karena itu, penting menemukan kanker sejak dini. Caranya dengan mamografiatau pemeriksaan payudara dengan menggunakan sinar X dosis rendah.
”Prinsipnya, harus datang pada waktu dan tempat yang tepat. Tidak menunggu setelah ada keluhan. Tak ada keluhan belum tentu tidak ada kanker,” ucap Bob.
Dia berharap perempuan segera memeriksakan diri ke dokter jika menemukan benjolan di payudara. Sebab, kanker tersebut sangat bergantung pada penanganan pertama. Jika segera ditangani, peluang kesembuhan lebih besar. Bob mencontohkan, bagi penderita yang masih dalam stadium 0 hingga II, peluang pengangkatan payudara lebih kecil. Harapan hidup juga lebih tinggi.
Perinciannya, penderita kanker stadium 0 dan I bisa bertahan 100 persen dalam lima tahun, stadium II 86 persen, stadium III 57 persen, dan stadium IV hanya 20 persen. ”Realitasnya, hampir 70 persen pasien datang terlambat ke rumah sakit. Sudah stadium lanjut,” ucap Bob.
Padahal, jika sudah telat, pengobatannya lebih sulit. Biaya pengobatan pun lebih banyak. Presentase kesembuhan juga berkurang. Menurut Bob, dalam kanker payudara ada perjalanannya. Awalnya hanya menyerang jaringan lokal di sekitar payudara. Jika dibiarkan, kanker bisa menyebar hingga kelenjar regional.
Misalnya, kelenjar ketiak. Terakhir, yang paling mematikan adalah penyebaran jauh. Yakni, mencapai organ lain seperti paru-paru yang bisa membuat sesak napas. Jika menyerang liver, penderita bisa sakit kuning. ”Kalau sampai otak, bisa bikin kejang. Itu yang mengakibatkan kematian,” ucapnya.
Bob menambahkan, ada dua terapi untuk kasus kanker payudara. Pertama, pengangkatan payudara secara keseluruhan jika sudah parah. Kedua, jika sudah deteksi dini, ada breast conserving treatment (BCT). Yakni, pengangkatan jaringan payudara hanya pada bagian yang ada tumornya. Keunggulannya, payudara tidak perlu diangkat semua. Ada prosedur operasi rekonstruksi untuk mengembalikan bentuk payudara.
”Jaringan yang diambil diganti dengan jaringan dari punggung atau perut. Payudara bisa kembali seperti semula. Misalnya, jika putingnya hilang, bisa dibuatkan lagi. Makanya, segera deteksi dini,” ujarnya.