lala_lulu
New member
DULU raja-raja Jawa suka menerima tamu, mengadakan rapat, acara ritual tradisi dan bersosialisasi dengan masyarakat di sebuah rumah terbuka yang letaknya di depan bangunan kerajaan.
Setelah mekanisme pemerintahan modern diterima masyarakat, para bupati Jawa masih menggunakan rumah itu sebagaimana mestinya. Meskipun tata cara dan tata laksananya tidak persis seperti dulu, rumah tersebut masih memiliki arti penting sebagai media sosialisasi bupati dengan jajarannya maupun dengan masyarakat.
Kini ruangan itu telah berubah makna menjadi benda cagar budaya yang dimuseumkan dan diwisatakan. Kurang lebih demikianlah lanskap perjalanan rumah terbuka yang biasa disebut orang Jawa sebagai pendopo.
Dapat dipahämi rupanya pendopo tidak hanya berdiri tegak di lingkungan kekuasaan, tetapi juga di rumah-rumah para priyayi. Kalau menggunakan istilah umum, pendopo dapat kita definisikan sebagai rumah tradisional Jawa yang letaknya di bagian paling depan dan rumah tinggal yang berfungsi sebagai tempat berkumpul dengan keluarga, kerabat, dan tetangga.
Dan sudut pandang fungsinya, pendopo menjadi ruang sosial yang mengaktualisasikan bentuk kerukunan antara penghuni dan orang lain serta ruang untuk menggelar acara-acara yang berkenaan dengan budaya tradisi.
Namun demikian, kalau kita datang ke daerah Jawa yang masih kenta budaya ketradisionalannya, misalnya Yogyakarta dan Solo, kita akan paham bahwa jumlah pendopo kini semakin berkurang.
Untungnya, di lingkungan kesultanan, pendopo masih disakralkan dan dipergunakan sebagaimana fungsinya. Acara acara kesultanan, baik acara yang sifatnya tertutup hanya untuk keluarga, pejabat kadipaten maupun yang terbuka untuk masyarakat sering dilakukan di pendopo.
Di sana pendopo masih dijadikan tempat sentral sosial yang tidak tergantikan. Hal itu mungkin karena para sultan, sebagaimana raja-raja dulu, memiliki dua pandangan besar terhadap dunianya, yakni terbuka dan tertutup.
Terbuka untuk acara-acara yang berbau umum, semacam upacara atau ritual-ritual budaya tradisi. Tertutup untuk yang sifatnya pribadi hanya khusus untuk keluarg & kesutanan. Oleh karena itu, dua bangunan ruang, yakni rumah sultan dan pendopo masih dianggap penting sebagai representasi dan dua pandangan tersebut.
Fenomena tersebut sebatas di dua daerah yang kita kenal masih kental kejawaannya. Lain persoalan kalau kita lihat di daerah daerah lain di tanah Jawa, misalnya di sebagian daerahJawa Timur dan Jawa Barat yang nampaknya telah luntur panorama budaya ketradisionalannya.
Bagaimana dengan bentuk bangunan rumah Anda? Well, ini juga mencerminkan sifat kepribadian kita, lho.
Setelah mekanisme pemerintahan modern diterima masyarakat, para bupati Jawa masih menggunakan rumah itu sebagaimana mestinya. Meskipun tata cara dan tata laksananya tidak persis seperti dulu, rumah tersebut masih memiliki arti penting sebagai media sosialisasi bupati dengan jajarannya maupun dengan masyarakat.
Kini ruangan itu telah berubah makna menjadi benda cagar budaya yang dimuseumkan dan diwisatakan. Kurang lebih demikianlah lanskap perjalanan rumah terbuka yang biasa disebut orang Jawa sebagai pendopo.
Dapat dipahämi rupanya pendopo tidak hanya berdiri tegak di lingkungan kekuasaan, tetapi juga di rumah-rumah para priyayi. Kalau menggunakan istilah umum, pendopo dapat kita definisikan sebagai rumah tradisional Jawa yang letaknya di bagian paling depan dan rumah tinggal yang berfungsi sebagai tempat berkumpul dengan keluarga, kerabat, dan tetangga.
Dan sudut pandang fungsinya, pendopo menjadi ruang sosial yang mengaktualisasikan bentuk kerukunan antara penghuni dan orang lain serta ruang untuk menggelar acara-acara yang berkenaan dengan budaya tradisi.
Namun demikian, kalau kita datang ke daerah Jawa yang masih kenta budaya ketradisionalannya, misalnya Yogyakarta dan Solo, kita akan paham bahwa jumlah pendopo kini semakin berkurang.
Untungnya, di lingkungan kesultanan, pendopo masih disakralkan dan dipergunakan sebagaimana fungsinya. Acara acara kesultanan, baik acara yang sifatnya tertutup hanya untuk keluarga, pejabat kadipaten maupun yang terbuka untuk masyarakat sering dilakukan di pendopo.
Di sana pendopo masih dijadikan tempat sentral sosial yang tidak tergantikan. Hal itu mungkin karena para sultan, sebagaimana raja-raja dulu, memiliki dua pandangan besar terhadap dunianya, yakni terbuka dan tertutup.
Terbuka untuk acara-acara yang berbau umum, semacam upacara atau ritual-ritual budaya tradisi. Tertutup untuk yang sifatnya pribadi hanya khusus untuk keluarg & kesutanan. Oleh karena itu, dua bangunan ruang, yakni rumah sultan dan pendopo masih dianggap penting sebagai representasi dan dua pandangan tersebut.
Fenomena tersebut sebatas di dua daerah yang kita kenal masih kental kejawaannya. Lain persoalan kalau kita lihat di daerah daerah lain di tanah Jawa, misalnya di sebagian daerahJawa Timur dan Jawa Barat yang nampaknya telah luntur panorama budaya ketradisionalannya.
Bagaimana dengan bentuk bangunan rumah Anda? Well, ini juga mencerminkan sifat kepribadian kita, lho.