terry_okay007
Mod
Percaya atau tidak, ini pengalaman seorang calon ibu diuber-uber kuyang, yang dipercaya masyarakat Tanjung Redep, Kalimantan Timur, sebagai makhluk siluman pemangsa janin dalam kandungan.
Setelah menikah di Jakarta bulan Juni 1994, saya mengikuti suami, kebetulan anggota Polri yang bertugas di Kota Tanjung Redep, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kami berada di kota itu sekitar tiga tahun, dari Juni 1994-Juni 1996.
Kalau di Bali orang mengenal leak sebagai "hantu siluman" yang dapat membuat orang sakit atau meninggal, maka di daerah Berau, pedalaman Kalimantan Timur, konon ada dukun yang dapat mengubah wujud menjadi binatang, entah kucing atau burung. Fenomena ini disebut kuyang. Leak dan kuyang memang berbeda. Wujud asli leak konon bisa seorang laki-laki atau perempuan, sedangkan kuyang berwujud asli perempuan saja.
Juga leak Bali sudah canggih-canggih; mereka dapat bersalin rupa menjadi "siluman" motor, mobil, bahkan pesawat. Tapi kuyang hanya dapat berwujud "siluman" burung atau kucing. Sasaran korban leak mulai dari anak kecil sampai orang jompo, sementara kuyang terbatas pada ibu hamil dan bayinya.
Jangan Mau Diusap Perutnya
Maka ketika saya hamil pada awal September 1994, tetangga saya, Bu Sukamto yang asli penduduk Berau, menasihati agar berhati-hati bila bertemu dengan kuyang. Biasanya ia berjalan-jalan pada siang hari untuk mencari mangsa sambil berpura-pura menjajakan barang dagangan.
Ciri-ciri kuyang yang beroperasi di Asrama Polres kami, katanya, seorang wanita berusia sekitar 50-an dan biasanya memakai selendang. Selendang itu untuk menutupi tanda seperti bekas operasi di lehernya. Konon, pada malam hari kepalanya akan memisah dari tubuhnya. Kepala itu akan berubah wujud menjadi burung malam atau kucing.
Dalam memangsa korban, ia tidak pandang bulu dengan usia janin dalam kandungan. Ada beberapa teman yang usia kandungannya baru empat atau lima bulan, kandungannya hilang dimangsa kuyang. Ceritanya, mereka ibu muda seperti saya, dan sebagai pendatang baru di Berau tidak mengetahui cerita tentang sang pemangsa itu. Pada siang hari, ketika bertemu dengan wanita berselendang itu, perut teman saya diusap-usapnya. Dengan ramah ia bertanya, sudah berapa usia kandungannya. Tanpa curiga, teman saya menjawab, kandungannya baru berusia empat bulan.
Keesokan harinya, ketika bangun tidur, teman saya kaget waktu mengetahui perutnya kembali ke bentuk semula. Ketika memeriksakan diri ke dokter, bayinya sudah benar-benar lenyap tanpa bekas! Hal serupa dialami oleh teman saya yang usia kandungannya lima bulan.
Menurut Bu Sukamto, apabila bertemu wanita itu, dan dia mengusap perut wanita hamil, maka si wanita hamil harus balas mengusap perut si kuyang kembali. Itulah cara melawan kuyang.
Untunglah, selama kehamilan, saya tidak pernah bertemu langsung dengannya, karena ketika ia berkunjung, suami saya selalu berada di rumah. Namun, Bu Sukamto mengingatkan agar saya tetap waspada, sebab kuyang terkenal pantang menyerah sebelum mendapatkan mangsa incarannya. Jalan terakhir yang akan ditempuh adalah saat sang ibu akan melahirkan. Saat itu, ia akan berubah wujud menjadi seekor burung malam atau kucing.
Konon, untuk membedakan kucing biasa dengan kucing jadi-jadian adalah saat ia mendarat di atap rumah. Suara mendaratnya seperti bunyi mobil jatuh, sangat keras dan jelas terdengar. Tentu saja itu akan terdengar kalau kami masih terjaga, dan tidak terkena ajian sirep yang menyebabkan kita tertidur.
Dua hari menjelang melahirkan, tepatnya pada 7 Mei 1995, saya tengah berbincang di ruang makan dengan ibu saya yang baru datang. Hari itu suami saya sudah terlelap tidur, padahal baru pukul 19.30. Hal itu belum pernah dilakukannya. Aneh. Tampaknya, dia terkena sirep. Menjelang pukul 21.00, saat saya pindah duduk, saya mendengar bunyi benda berat jatuh tepat di atap ruang duduk.
Saya tahu kalau itu siluman kuyang. Tapi, saya tidak tahu apa wujudnya, burung atau kucing. Sepuluh detik kemudian yang muncul di kursi yang saya duduki sebelumnya adalah seekor kucing. Dengan matanya yang lapar, ia memandang saya. "Kucing! Kucing!" saya berteriak sekeras-kerasnya sambil cepat-cepat lari keluar.
Suami saya bangun mendengar teriakan saya dan berdiri dengan sempoyongan. Tepat di pintu kamar, ia bertabrakan dengan kucing yang sedang bingung. Suami saya jatuh terjengkang ditabrak kucing siluman.
Para tetangga berdatangan, lalu berteriak dari luar. Ada yang bilang supaya kucing itu diusir saja, ada pula yang mengatakan agar dibunuh saja. Akhirnya, suami saya hanya mengusirnya ke luar lewat pintu depan. Segera kucing itu lenyap tanpa bekas! Selanjutnya, suami dan ibu saya terus berjaga sampai pagi.
Seisi Rumah Tertidur
Esok harinya, kami memutuskan untuk langsung menginap di rumah sakit supaya aman dari incaran kuyang. Dugaan kami meleset. Menjelang pukul 02.00 ketika sedang jalan-jalan di koridor rumah sakit, saya dan suami melihat wanita tua yang dikenalnya datang dari jauh. Saya disuruh cepat-cepat masuk kamar. Jantung saya berdebar cepat. Tidak pernah saya merasa setakut itu.
Setelah suami saya kembali ke kamar, ia bercerita, si ibu tua itu ngotot mau masuk ke bangsal bersalin. Ketika ditanya keperluannya, dia mengaku sebagai petugas memasak di dapur rumah sakit. Suami saya mengatakan, ia salah arah. Letak dapur bukan di situ tetapi jauh di depan. Dengan setengah memaksa, suami saya menyuruhnya pergi.
Akhirnya, tepat pada 9 Mei 1995 pukul 10.21, saya melahirkan putra pertama dengan selamat. Kami lega. Berakhir sudah "pertarungan" kami mempertahankan bayi dari incaran kuyang.
Akhir tahun 1995, saya hamil kembali. Saya ditinggal oleh suami yang bertugas mengamankan pembangunan pabrik kertas raksasa PT Kiani Kertas di Desa Mangkajang, enam jam perjalanan dengan mobil dari Tanjung Redeb. Saat itu, saya tidak bisa menghindar dari pertemuan dengan siluman kuyang pada siang hari. Untungnya, dia tidak memegang perut saya. Saya pun cepat-cepat menghindar jangan sampai mengobrol dengannya.
Menurut penduduk setempat, orang yang bertatapan mata dengan kuyang akan mendapat kesulitan saat melahirkan. Seorang guru teman saya yang putra asli Dayak, sempat bertemu dan bertatap mata dengan kuyang pada siang hari. Aneh, saat melahirkan ia beserta seisi rumahnya tertidur pulas. Dia hanya bermimpi melahirkan. Tapi ketika ia bangun keesokan harinya, bayi dalam perutnya hilang tanpa bekas! Seisi rumah pun geger!
Saat itu saya hanya berdoa dalam hati supaya kelak dapat melahirkan di luar P. Kalimantan. Saya juga percaya, Tuhan tetap lebih berkuasa dari makhluk apa pun di dunia ini. Rupanya, keberuntungan masih berpihak kepada saya. Bulan April 1996, permintaan pindah suami saya diterima. Akhir Juni 1996 kami langsung pindah ke Bali. Sepuluh hari di Bali, saya melahirkan dengan melalui operasi caesar pada 11 Juli 1996.
Saya bersyukur dikarunia sepasang anak, putra dan putri. Namun, yang lebih penting, mereka selamat dari incaran kuyang. Tuhan Mahakuasa dan Mahapengasih.
Sumber : intisari
Setelah menikah di Jakarta bulan Juni 1994, saya mengikuti suami, kebetulan anggota Polri yang bertugas di Kota Tanjung Redep, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Kami berada di kota itu sekitar tiga tahun, dari Juni 1994-Juni 1996.
Kalau di Bali orang mengenal leak sebagai "hantu siluman" yang dapat membuat orang sakit atau meninggal, maka di daerah Berau, pedalaman Kalimantan Timur, konon ada dukun yang dapat mengubah wujud menjadi binatang, entah kucing atau burung. Fenomena ini disebut kuyang. Leak dan kuyang memang berbeda. Wujud asli leak konon bisa seorang laki-laki atau perempuan, sedangkan kuyang berwujud asli perempuan saja.
Juga leak Bali sudah canggih-canggih; mereka dapat bersalin rupa menjadi "siluman" motor, mobil, bahkan pesawat. Tapi kuyang hanya dapat berwujud "siluman" burung atau kucing. Sasaran korban leak mulai dari anak kecil sampai orang jompo, sementara kuyang terbatas pada ibu hamil dan bayinya.
Jangan Mau Diusap Perutnya
Maka ketika saya hamil pada awal September 1994, tetangga saya, Bu Sukamto yang asli penduduk Berau, menasihati agar berhati-hati bila bertemu dengan kuyang. Biasanya ia berjalan-jalan pada siang hari untuk mencari mangsa sambil berpura-pura menjajakan barang dagangan.
Ciri-ciri kuyang yang beroperasi di Asrama Polres kami, katanya, seorang wanita berusia sekitar 50-an dan biasanya memakai selendang. Selendang itu untuk menutupi tanda seperti bekas operasi di lehernya. Konon, pada malam hari kepalanya akan memisah dari tubuhnya. Kepala itu akan berubah wujud menjadi burung malam atau kucing.
Dalam memangsa korban, ia tidak pandang bulu dengan usia janin dalam kandungan. Ada beberapa teman yang usia kandungannya baru empat atau lima bulan, kandungannya hilang dimangsa kuyang. Ceritanya, mereka ibu muda seperti saya, dan sebagai pendatang baru di Berau tidak mengetahui cerita tentang sang pemangsa itu. Pada siang hari, ketika bertemu dengan wanita berselendang itu, perut teman saya diusap-usapnya. Dengan ramah ia bertanya, sudah berapa usia kandungannya. Tanpa curiga, teman saya menjawab, kandungannya baru berusia empat bulan.
Keesokan harinya, ketika bangun tidur, teman saya kaget waktu mengetahui perutnya kembali ke bentuk semula. Ketika memeriksakan diri ke dokter, bayinya sudah benar-benar lenyap tanpa bekas! Hal serupa dialami oleh teman saya yang usia kandungannya lima bulan.
Menurut Bu Sukamto, apabila bertemu wanita itu, dan dia mengusap perut wanita hamil, maka si wanita hamil harus balas mengusap perut si kuyang kembali. Itulah cara melawan kuyang.
Untunglah, selama kehamilan, saya tidak pernah bertemu langsung dengannya, karena ketika ia berkunjung, suami saya selalu berada di rumah. Namun, Bu Sukamto mengingatkan agar saya tetap waspada, sebab kuyang terkenal pantang menyerah sebelum mendapatkan mangsa incarannya. Jalan terakhir yang akan ditempuh adalah saat sang ibu akan melahirkan. Saat itu, ia akan berubah wujud menjadi seekor burung malam atau kucing.
Konon, untuk membedakan kucing biasa dengan kucing jadi-jadian adalah saat ia mendarat di atap rumah. Suara mendaratnya seperti bunyi mobil jatuh, sangat keras dan jelas terdengar. Tentu saja itu akan terdengar kalau kami masih terjaga, dan tidak terkena ajian sirep yang menyebabkan kita tertidur.
Dua hari menjelang melahirkan, tepatnya pada 7 Mei 1995, saya tengah berbincang di ruang makan dengan ibu saya yang baru datang. Hari itu suami saya sudah terlelap tidur, padahal baru pukul 19.30. Hal itu belum pernah dilakukannya. Aneh. Tampaknya, dia terkena sirep. Menjelang pukul 21.00, saat saya pindah duduk, saya mendengar bunyi benda berat jatuh tepat di atap ruang duduk.
Saya tahu kalau itu siluman kuyang. Tapi, saya tidak tahu apa wujudnya, burung atau kucing. Sepuluh detik kemudian yang muncul di kursi yang saya duduki sebelumnya adalah seekor kucing. Dengan matanya yang lapar, ia memandang saya. "Kucing! Kucing!" saya berteriak sekeras-kerasnya sambil cepat-cepat lari keluar.
Suami saya bangun mendengar teriakan saya dan berdiri dengan sempoyongan. Tepat di pintu kamar, ia bertabrakan dengan kucing yang sedang bingung. Suami saya jatuh terjengkang ditabrak kucing siluman.
Para tetangga berdatangan, lalu berteriak dari luar. Ada yang bilang supaya kucing itu diusir saja, ada pula yang mengatakan agar dibunuh saja. Akhirnya, suami saya hanya mengusirnya ke luar lewat pintu depan. Segera kucing itu lenyap tanpa bekas! Selanjutnya, suami dan ibu saya terus berjaga sampai pagi.
Seisi Rumah Tertidur
Esok harinya, kami memutuskan untuk langsung menginap di rumah sakit supaya aman dari incaran kuyang. Dugaan kami meleset. Menjelang pukul 02.00 ketika sedang jalan-jalan di koridor rumah sakit, saya dan suami melihat wanita tua yang dikenalnya datang dari jauh. Saya disuruh cepat-cepat masuk kamar. Jantung saya berdebar cepat. Tidak pernah saya merasa setakut itu.
Setelah suami saya kembali ke kamar, ia bercerita, si ibu tua itu ngotot mau masuk ke bangsal bersalin. Ketika ditanya keperluannya, dia mengaku sebagai petugas memasak di dapur rumah sakit. Suami saya mengatakan, ia salah arah. Letak dapur bukan di situ tetapi jauh di depan. Dengan setengah memaksa, suami saya menyuruhnya pergi.
Akhirnya, tepat pada 9 Mei 1995 pukul 10.21, saya melahirkan putra pertama dengan selamat. Kami lega. Berakhir sudah "pertarungan" kami mempertahankan bayi dari incaran kuyang.
Akhir tahun 1995, saya hamil kembali. Saya ditinggal oleh suami yang bertugas mengamankan pembangunan pabrik kertas raksasa PT Kiani Kertas di Desa Mangkajang, enam jam perjalanan dengan mobil dari Tanjung Redeb. Saat itu, saya tidak bisa menghindar dari pertemuan dengan siluman kuyang pada siang hari. Untungnya, dia tidak memegang perut saya. Saya pun cepat-cepat menghindar jangan sampai mengobrol dengannya.
Menurut penduduk setempat, orang yang bertatapan mata dengan kuyang akan mendapat kesulitan saat melahirkan. Seorang guru teman saya yang putra asli Dayak, sempat bertemu dan bertatap mata dengan kuyang pada siang hari. Aneh, saat melahirkan ia beserta seisi rumahnya tertidur pulas. Dia hanya bermimpi melahirkan. Tapi ketika ia bangun keesokan harinya, bayi dalam perutnya hilang tanpa bekas! Seisi rumah pun geger!
Saat itu saya hanya berdoa dalam hati supaya kelak dapat melahirkan di luar P. Kalimantan. Saya juga percaya, Tuhan tetap lebih berkuasa dari makhluk apa pun di dunia ini. Rupanya, keberuntungan masih berpihak kepada saya. Bulan April 1996, permintaan pindah suami saya diterima. Akhir Juni 1996 kami langsung pindah ke Bali. Sepuluh hari di Bali, saya melahirkan dengan melalui operasi caesar pada 11 Juli 1996.
Saya bersyukur dikarunia sepasang anak, putra dan putri. Namun, yang lebih penting, mereka selamat dari incaran kuyang. Tuhan Mahakuasa dan Mahapengasih.
Sumber : intisari