nurcahyo
New member
Peran tim kesehatan dalam aktivitas alam bebas
dr. Martin Leman, DTM&H*
Kegiatan bersama berupa aktivitas di alam bebas kerap dilakukan oleh organisasi atau institusi dengan berbagai tujuan dan bentuk. Selain sebagai acara untuk menyalurkan hobi, kegiatan alam bebas juga kerap dijadikan ajang untuk membangun kebersamaan internal sebuah institusi. Bentuk aktivitas alam bebas yang dimaksud dapat bersifat ringan, namun dapat pula cukup berat. Aktivitas yang tergolong ringan misalnya jalan santai di kebun teh atau berkemah di arena perkemahan. Sedangkan yang termasuk cukup berat, misalnya ekspedisi pendakian gunung, penjelajahan hutan, arung jeram, dan sebagainya.
Mengingat setiap akitivitas di alam bebas memiliki berbagai risiko tersendiri, maka sudah sepatutnya persiapan yang baik dilakukan. Persiapan yang dilakukan pada umumnya mencakup persiapan administrasi, perlengkapan, dan tentunya personil. Persiapan personil mencakup kesehatan fisik, mental, dan kemampuan teknis di lapangan. Berkaitan masalah kesehatan, umumnya akan ditunjuk beberapa orang yang menjadi ?tim kesehatan? acara tersebut.
Berdasar pengalaman penulis dalam beberapa kali keikutsertaan aktivitas alam bebas, kebanyakan masyarakat awam memposisikan tim kesehatan sebagai sekelompok orang yang bertanggung jawab menyediakan dan membawa berbagai peralatan penanganan cedera (plester, pembalut, larutan antiseptik, dsb) dan berbagai jenis obat-obatan sederhana yang mungkin diperlukan (obat sakit kepala, alergi, influenza, penghilang nyeri, dsb). Tim kesehatan juga bertugas mengatasi berbagai keluhan kesehatan yang terjadi selama aktivitas berlangsung.
Deskripsi tugas dan tanggung jawab yang tersebut di atas tadi tidaklah salah. Bahkan justru terlalu sempit dan jauh dari fungsi yang optimal, karena sifatnya hanya melakukan tindakan pengobatan (kuratif) saja. Padahal, di dalam ilmu kesehatan di mana pun juga, pendekatan setiap masalah selalu diupayakan mencakup tindakan pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan rehabilitasi.
Bagaimana implementasi tindakan preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam konteks aktivitas alam bebas ini ? Tidaklah sulit, asalkan tim kesehatan tersebut dilibatkan dan berperan aktif sejak awal persiapan hingga akhir aktivitas.
Dalam tahap persiapan sebelum aktivitas berlangsung, idealnya tim kesehatan bertugas membuat analisa kondisi para peserta kegiatan. Analisa ini dikaitkan dengan setiap jenis aktivitas yang akan dilakukan dan di mana lokasi aktivitas tersebut. Termasuk di sini adalah membuat analisa risiko kesehatan dan memprediksikan risiko kesehatan apa saja yang mungkin terjadi saat aktivitas berlangsung. Tim kesehatan juga bertugas menilai kesanggupan calon peserta untuk mengikuti rangkaian kegiatan. Selain itu juga perlu memberikan petunjuk praktis atau informasi mengenai apa saja yang sebaiknya dilakukan dan yang sebaiknya tidak dilakukan.
Contoh kasus yang paling sering terjadi, adalah bila seorang penderita asma bronkial (bengek) hendak ikut acara perkemahan di daerah pegunungan pada musim hujan. Tim kesehatan harus memberi perhatian khusus agar jangan sampai penyakitnya ini kambuh kala sedang mengikuti acara perkemahan. Dalam hal ini, peserta tersebut harus dibekali petunjuk apa yang harus dilakukan untuk mencegah serangan penyakit, dan bila sampai terjadi pun ia harus tahu apa yang harus dilakukan. Termasuk dalam hal ini adalah tersedianya obat untuk mengatasi serangan asma.
Kondisi kesehatan lain yang juga perlu diperhatikan adalah penyakit jantung, penyakit epilepsi, penyakit paru menahun, alergi makanan, dan masih banyak lagi. Berkaitan dengan lokasi aktivitas, perlu pula ditelusuri apakah merupakan wilayah endemis penyakit tertentu, dan bagaimana upaya pencegahan.
Selama aktivitas berlangsung, tim kesehatan bertugas memantau kondisi setiap peserta acara, dan tentunya segera memberikan pertolongan bila diperlukan. Selain pertolongan pertama di tempat, tim kesehatan harus mampu menilai secara objektif apakah peserta tersebut masih dapat mengikuti acara, cukup ditangani di lokasi, atau perlu dievakuasi segera ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai. Untuk keperluan evakuasi ini, tim kesehatan juga harus mengetahui di mana lokasi fasilitas kesehatan terdekat.
Setelah acara selesai, umumnya tim kesehatan tidak banyak berperan lagi. Namun ada kalanya tim kesehatan perlu memberikan catatan khusus bagi para peserta kegiatan. Catatan khusus yang dimaksud adalah kemungkinan telah terjadinya paparan penyakit tertentu selama ada di lokasi aktivitas, yang baru akan bermanifestasi di saat peserta sudah kembali dari lokasi kegiatan. Contoh kasus yang cukup kerap terjadi adalah kemungkinan peserta terkena infeksi malaria setelah mengadakan acara di wilayah Indonesia Timur yang merupakan wilayah endemis malaria.
Setiap kali berkesempatan mengusulkan uraian optimalisasi tugas dan tanggung jawab tim kesehatan tersebut di atas, penulis kerap ditanya "Apakah berarti anggota tim kesehatan harus selalu terdiri dari para dokter?" Jawabnya tidak. Dalam kondisi paling ideal, memang anggota tim kesehatan tersebut adalah dokter yang juga peminat dan pelaku aktivitas alam bebas. Kenyataannya tidaklah terlalu mudah juga untuk mencari dokter yang dapat meluangkan waktu ikut beraktivitas di alam bebas. Kalaupun didapatkan dokter yang bersedia, belum tentu dapat menjalankan tugasnya dengan baik, bila ia bukan peminat dan pelaku aktivitas alam bebas.
Sebagai solusi praktis, penulis menganjurkan agar organisasi yang akan mengadakan kegiatan alam bebas sebaiknya dalam masa persiapan berkonsultasi pula dengan praktisi medis (dokter) yang berkompetensi dalam hal ini. Konsultasi terutama berkaitan dengan apa yang harus dilakukan dan diketahui oleh tim kesehatan yang akan mengikuti kegiatan. Jadi, kalaupun dokter tersebut tak dapat mendampingi dan terlibat langsung, paling tidak dapat memberikan bantuan berupa persiapan sebelum aktivitas dilakukan, serta informasi dan keterampilan dasar bagi tim kesehatan yang akan mendampingi saat kegiatan berlangsung.
***
* Penulis adalah dokter di RS Paru Dr. M.Goenawan Partowidigdo, Puncak, Jawa Barat.
dr. Martin Leman, DTM&H*
Kegiatan bersama berupa aktivitas di alam bebas kerap dilakukan oleh organisasi atau institusi dengan berbagai tujuan dan bentuk. Selain sebagai acara untuk menyalurkan hobi, kegiatan alam bebas juga kerap dijadikan ajang untuk membangun kebersamaan internal sebuah institusi. Bentuk aktivitas alam bebas yang dimaksud dapat bersifat ringan, namun dapat pula cukup berat. Aktivitas yang tergolong ringan misalnya jalan santai di kebun teh atau berkemah di arena perkemahan. Sedangkan yang termasuk cukup berat, misalnya ekspedisi pendakian gunung, penjelajahan hutan, arung jeram, dan sebagainya.
Mengingat setiap akitivitas di alam bebas memiliki berbagai risiko tersendiri, maka sudah sepatutnya persiapan yang baik dilakukan. Persiapan yang dilakukan pada umumnya mencakup persiapan administrasi, perlengkapan, dan tentunya personil. Persiapan personil mencakup kesehatan fisik, mental, dan kemampuan teknis di lapangan. Berkaitan masalah kesehatan, umumnya akan ditunjuk beberapa orang yang menjadi ?tim kesehatan? acara tersebut.
Berdasar pengalaman penulis dalam beberapa kali keikutsertaan aktivitas alam bebas, kebanyakan masyarakat awam memposisikan tim kesehatan sebagai sekelompok orang yang bertanggung jawab menyediakan dan membawa berbagai peralatan penanganan cedera (plester, pembalut, larutan antiseptik, dsb) dan berbagai jenis obat-obatan sederhana yang mungkin diperlukan (obat sakit kepala, alergi, influenza, penghilang nyeri, dsb). Tim kesehatan juga bertugas mengatasi berbagai keluhan kesehatan yang terjadi selama aktivitas berlangsung.
Deskripsi tugas dan tanggung jawab yang tersebut di atas tadi tidaklah salah. Bahkan justru terlalu sempit dan jauh dari fungsi yang optimal, karena sifatnya hanya melakukan tindakan pengobatan (kuratif) saja. Padahal, di dalam ilmu kesehatan di mana pun juga, pendekatan setiap masalah selalu diupayakan mencakup tindakan pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan rehabilitasi.
Bagaimana implementasi tindakan preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam konteks aktivitas alam bebas ini ? Tidaklah sulit, asalkan tim kesehatan tersebut dilibatkan dan berperan aktif sejak awal persiapan hingga akhir aktivitas.
Dalam tahap persiapan sebelum aktivitas berlangsung, idealnya tim kesehatan bertugas membuat analisa kondisi para peserta kegiatan. Analisa ini dikaitkan dengan setiap jenis aktivitas yang akan dilakukan dan di mana lokasi aktivitas tersebut. Termasuk di sini adalah membuat analisa risiko kesehatan dan memprediksikan risiko kesehatan apa saja yang mungkin terjadi saat aktivitas berlangsung. Tim kesehatan juga bertugas menilai kesanggupan calon peserta untuk mengikuti rangkaian kegiatan. Selain itu juga perlu memberikan petunjuk praktis atau informasi mengenai apa saja yang sebaiknya dilakukan dan yang sebaiknya tidak dilakukan.
Contoh kasus yang paling sering terjadi, adalah bila seorang penderita asma bronkial (bengek) hendak ikut acara perkemahan di daerah pegunungan pada musim hujan. Tim kesehatan harus memberi perhatian khusus agar jangan sampai penyakitnya ini kambuh kala sedang mengikuti acara perkemahan. Dalam hal ini, peserta tersebut harus dibekali petunjuk apa yang harus dilakukan untuk mencegah serangan penyakit, dan bila sampai terjadi pun ia harus tahu apa yang harus dilakukan. Termasuk dalam hal ini adalah tersedianya obat untuk mengatasi serangan asma.
Kondisi kesehatan lain yang juga perlu diperhatikan adalah penyakit jantung, penyakit epilepsi, penyakit paru menahun, alergi makanan, dan masih banyak lagi. Berkaitan dengan lokasi aktivitas, perlu pula ditelusuri apakah merupakan wilayah endemis penyakit tertentu, dan bagaimana upaya pencegahan.
Selama aktivitas berlangsung, tim kesehatan bertugas memantau kondisi setiap peserta acara, dan tentunya segera memberikan pertolongan bila diperlukan. Selain pertolongan pertama di tempat, tim kesehatan harus mampu menilai secara objektif apakah peserta tersebut masih dapat mengikuti acara, cukup ditangani di lokasi, atau perlu dievakuasi segera ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai. Untuk keperluan evakuasi ini, tim kesehatan juga harus mengetahui di mana lokasi fasilitas kesehatan terdekat.
Setelah acara selesai, umumnya tim kesehatan tidak banyak berperan lagi. Namun ada kalanya tim kesehatan perlu memberikan catatan khusus bagi para peserta kegiatan. Catatan khusus yang dimaksud adalah kemungkinan telah terjadinya paparan penyakit tertentu selama ada di lokasi aktivitas, yang baru akan bermanifestasi di saat peserta sudah kembali dari lokasi kegiatan. Contoh kasus yang cukup kerap terjadi adalah kemungkinan peserta terkena infeksi malaria setelah mengadakan acara di wilayah Indonesia Timur yang merupakan wilayah endemis malaria.
Setiap kali berkesempatan mengusulkan uraian optimalisasi tugas dan tanggung jawab tim kesehatan tersebut di atas, penulis kerap ditanya "Apakah berarti anggota tim kesehatan harus selalu terdiri dari para dokter?" Jawabnya tidak. Dalam kondisi paling ideal, memang anggota tim kesehatan tersebut adalah dokter yang juga peminat dan pelaku aktivitas alam bebas. Kenyataannya tidaklah terlalu mudah juga untuk mencari dokter yang dapat meluangkan waktu ikut beraktivitas di alam bebas. Kalaupun didapatkan dokter yang bersedia, belum tentu dapat menjalankan tugasnya dengan baik, bila ia bukan peminat dan pelaku aktivitas alam bebas.
Sebagai solusi praktis, penulis menganjurkan agar organisasi yang akan mengadakan kegiatan alam bebas sebaiknya dalam masa persiapan berkonsultasi pula dengan praktisi medis (dokter) yang berkompetensi dalam hal ini. Konsultasi terutama berkaitan dengan apa yang harus dilakukan dan diketahui oleh tim kesehatan yang akan mengikuti kegiatan. Jadi, kalaupun dokter tersebut tak dapat mendampingi dan terlibat langsung, paling tidak dapat memberikan bantuan berupa persiapan sebelum aktivitas dilakukan, serta informasi dan keterampilan dasar bagi tim kesehatan yang akan mendampingi saat kegiatan berlangsung.
***
* Penulis adalah dokter di RS Paru Dr. M.Goenawan Partowidigdo, Puncak, Jawa Barat.