Administrator
Administrator
Memang saat ini jumlah film nasional yang diputar di bioskop cukup banyak, tapi kualitas film yang rendah akan membuat industri perfilman menyongsong kematian dua tahun ke depan.
Persoalan yang membelit dunia perfilman Indonesia, antara lain soal tata edar film di bioskop dan masalah bioskop yang kurang mendapat dukungan pemerintah. Dengan kondisi ini, diprediksikan dari 600 layar bioskop yang ada di Indonesia ,100 layar akan hilang pada tahun depan,
Selain itu, masalah kualitas film yang masih rendah, Pihak produksi hanya mengharapkan keuntungan semata.Lihat saja tema-tema film yang beredar masih seputar komedi, seks, musik,dan horor Mirip kondisi perfilman Indonesia era 1980-an. Saat itu film Indonesia berada pada masa kejayaannya. Jumlah produksinya terus meningkat. Bahkan, ada sekitar 140 film yang hadir di bioskop dalam satu tahun. Namun, soal kualitas,tak bisa diandalkan.
Tema-tema komedi, seks, horor, dan musik mendominasi produksi film pada tahun-tahun tersebut. Sebut saja film yang mencatat sukses besar dalam jumlah penonton. Warkop dan H Rhoma Irama adalah dua nama yang selalu ditunggu-tunggu penonton. Film Catatan Si Boy dan Lupus bahkan dibuat beberapa kali karena sukses meraih untung dan jumlah penonton yang mencapai rekor tersendiri,
Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional periode 2006—2009 Deddy Mizwar mengakui,film Indonesia saat ini sedang bangkit dan terus berkembang, tapi akan mati dengan sendirinya lantaran pola perkembangannya sama dengan tahun 1980-an. “Karena masih mengandalkan film horor, komedi, atau seks. Tren itu akhirnya mati karena tidak meningkatkan mutu film. Itu juga yang terjadi sekarang ini. Penonton akan jenuh dengan film yang dihadirkan melalui gaya yang sama,”ungkap Deddy. Nah, dengan adanya UU No 33/2009 tentang Perfilman, menurut sutradara film Alangkah Lucunya (Negeri ini), harus disambut positif Artinya, dalam UU tersebut dibahas masalah Badan Perfilman Indonesia menyubsidi film bermutu karya anak bangsa.
“Ini salah satu cara agar film Indonesia tidak mati. Memang dana yang diberikan pemerintah sekarang ini tidak ada apa-apanya,hanya Rp 8 miliar. Itu cuma untuk satu produksi film. Namun, kita semua harus mendukung dan membuat film Indonesia maju,” tegasnya.
Demikian dengan sutradara film Ayat Ayat Cinta, Hanung Bramantyo. Dia mengaku film Indonesia kurang menunjukkan peningkatan kualitas dalam penggarapannya. Banyak film yang hadir dilakukan tanpa mengeluarkan ide- ide segai ide yang dapat mengajak orang untuk menyaksikan hiburan yang bermanfaat.
Namun, melihat kondisi ini, Hanung tidak tinggal diam. Suami Zaskia Mecca ini berusaha terus dan bekerja keras membuat film bermutu, Seperti film yang saat ini sedang dikerjakannya, yakni film Sang Peminipi, yang menceritakan tentang tokoh nasional dari Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.
“Tapi kalau saya dan segelintir orang saja yang membuatnya,itu tidak akan banyak membantu. Jadi, mari kita bersama-sama memajukan perfilman Indonesia’ ungkap Hanung.
Sumber : Sindo
Persoalan yang membelit dunia perfilman Indonesia, antara lain soal tata edar film di bioskop dan masalah bioskop yang kurang mendapat dukungan pemerintah. Dengan kondisi ini, diprediksikan dari 600 layar bioskop yang ada di Indonesia ,100 layar akan hilang pada tahun depan,
Selain itu, masalah kualitas film yang masih rendah, Pihak produksi hanya mengharapkan keuntungan semata.Lihat saja tema-tema film yang beredar masih seputar komedi, seks, musik,dan horor Mirip kondisi perfilman Indonesia era 1980-an. Saat itu film Indonesia berada pada masa kejayaannya. Jumlah produksinya terus meningkat. Bahkan, ada sekitar 140 film yang hadir di bioskop dalam satu tahun. Namun, soal kualitas,tak bisa diandalkan.
Tema-tema komedi, seks, horor, dan musik mendominasi produksi film pada tahun-tahun tersebut. Sebut saja film yang mencatat sukses besar dalam jumlah penonton. Warkop dan H Rhoma Irama adalah dua nama yang selalu ditunggu-tunggu penonton. Film Catatan Si Boy dan Lupus bahkan dibuat beberapa kali karena sukses meraih untung dan jumlah penonton yang mencapai rekor tersendiri,
Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional periode 2006—2009 Deddy Mizwar mengakui,film Indonesia saat ini sedang bangkit dan terus berkembang, tapi akan mati dengan sendirinya lantaran pola perkembangannya sama dengan tahun 1980-an. “Karena masih mengandalkan film horor, komedi, atau seks. Tren itu akhirnya mati karena tidak meningkatkan mutu film. Itu juga yang terjadi sekarang ini. Penonton akan jenuh dengan film yang dihadirkan melalui gaya yang sama,”ungkap Deddy. Nah, dengan adanya UU No 33/2009 tentang Perfilman, menurut sutradara film Alangkah Lucunya (Negeri ini), harus disambut positif Artinya, dalam UU tersebut dibahas masalah Badan Perfilman Indonesia menyubsidi film bermutu karya anak bangsa.
“Ini salah satu cara agar film Indonesia tidak mati. Memang dana yang diberikan pemerintah sekarang ini tidak ada apa-apanya,hanya Rp 8 miliar. Itu cuma untuk satu produksi film. Namun, kita semua harus mendukung dan membuat film Indonesia maju,” tegasnya.
Demikian dengan sutradara film Ayat Ayat Cinta, Hanung Bramantyo. Dia mengaku film Indonesia kurang menunjukkan peningkatan kualitas dalam penggarapannya. Banyak film yang hadir dilakukan tanpa mengeluarkan ide- ide segai ide yang dapat mengajak orang untuk menyaksikan hiburan yang bermanfaat.
Namun, melihat kondisi ini, Hanung tidak tinggal diam. Suami Zaskia Mecca ini berusaha terus dan bekerja keras membuat film bermutu, Seperti film yang saat ini sedang dikerjakannya, yakni film Sang Peminipi, yang menceritakan tentang tokoh nasional dari Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.
“Tapi kalau saya dan segelintir orang saja yang membuatnya,itu tidak akan banyak membantu. Jadi, mari kita bersama-sama memajukan perfilman Indonesia’ ungkap Hanung.
Sumber : Sindo