selain Eksploitasi anak untuk mengemis, adalagi loh Eksploitasi anak, salah satunya adalah Eksploitasi seksual.
eksploitasi anak merujuk pada suatu tindakan penggunaan anak untuk manfaat orang lain, kepuasan atau keuntungan yang sering mengakibatkan perlakuan tidak adil, kejam, dan berbahaya terhadap anak. Penjelasan Pasal 13 ayat (1) huruf b UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa perlakuan eksploitasi meliputi perbuatan yang bertujuan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan.
apa aja sih bentuk dari eksploitasi anak? berikut adlh bntuk2 eksploitasi anak yg diakui, diantranya:
a. Eksploitasi Seksual: penyalahgunaan posisi rentan, kekuasaan memengaruhi atau memanfaatkan kepercayaan anak untuk tujuan seksual termasuk memperoleh keuntungan ekonomi, sosial, atau politik dari eksploitasi anak dan kepuasan seksual pribadi. Contoh: pelacuran anak, perdagangan anak, pornografi anak, perbudakan seksual anak dll.
eksploitasi seksual anak adalah pelanggaran dasar terhadap hak asasi anak yang terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberian imbalan uang atau sesuatu yang dinilai dengan uang di mana anak dijadikan objek seks serta objek komersial. Dalam penjelasan Pasal 66 UU Perlindungan Anak disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “dieksploitasi secara seksual” adalah segala bentuk pemanfaatan organ seksual atau organ lain anak untuk mendapatkan keuntungan, tetapi tidak hanya pada kegiatan pelacuran dan pencabulan.
Dalam berbagai instrumen HAM saat ini, eksploitasi seksual anak dikelompokkan lagi ke dalam lima bentuk tindak pidana yaitu:
1. Prostitusi anak
Tindakan menawarkan layanan atau pelayanan langsung seorang anak untuk melakukan tindakan seksual demi uang atau imbalan lain.
2. Pornografi anak
Pertunjukan apapun termasuk foto, visual, audio, tulisan atau dengan cara lain yang melibatkan anak dalam aktivitas seksual.
3. Perdagangan anak untuk tujuan seksual
Proses perekrutan, penampungan, dan penerimaan anak untuk tujuan eksploitasi seksual.
4. Pariwisata Seks Anak (PSA)
Eksploitasi seksual terhadap anak oleh orang yang melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain. Seringkali melibatkan penggunaan berbagai layanan akomodasi, transportasi, dan pariwisata yang dapat memfasilitasi kontak dengan anak. Hal tersebut memungkinkan pelaku untuk tetap tidak terlihat di masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
5. Perkawinan anak
Perkawinan yang melibatkan anak dan remaja di bawah usia 18 tahun dapat dianggap sebagai bentuk eksploitasi jika seorang anak digunakan untuk tujuan seksual guna memperoleh barang atau pembayaran berupa uang atau jasa.
Lalu, bentuk kejahatan terbaru adalah eksploitasi seksual online anak (online sexual exploitation of child/OSEC). OSEC adalah semua tindakan eksploitasi seksual yang dilakukan terhadap anak secara online meliputi: grooming, sextortion, sexting, child sexual abuse material (CSAM), dan siaran langsung kekerasan seksual terhadap anak.
2. Eksploitasi Ekonomi: penggunaan anak dalam pekerjaan atau kegiatan untuk kepentingan orang lain, tetapi tidak terbatas pada pekerja anak. Eksploitasi ekonomi terkait dengan manfaat tertentu yang diperoleh dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi barang/jasa (supply chain) di mana anak dipekerjakan dalam siklus tersebut. Kepentingan materi ini berdampak pada perekonomian suatu unit tertentu baik negara, masyarakat maupun keluarga. Misalnya: Pekerja Rumah Tangga Anak (PRT), Tentara Anak (terlibat konflik bersenjata), perbudakan anak, penggunaan anak untuk tujuan kriminal (pengedar narkoba), pelibatan anak dalam pekerjaan berbahaya dll.
Dalam penjelasan Pasal 66 UU Perlindungan Anak disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “dieksploitasi secara ekonomi” adalah perbuatan tanpa persetujuan anak yang meliputi pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan, penindasan, pemerasan, penggunaan fisik/organ reproduksi seksual untuk dipindahkan atau transplantasi oleh pihak lain demi keuntungan materi.
Perlu dipahami pula bahwa eksploitasi berbeda dengan kekerasan. Eksploitasi anak terjadi dalam bentuk tindak kekerasan di mana pelakunya bertujuan untuk memperoleh keuntungan komersial/ekonomi. Pada kasus eksploitasi anak, anak bukan hanya objek seks tetapi juga komoditas untuk memperoleh uang, barang, atau jasa bagi pelaku dan orang-orang lain yang terlibat.
Secara prinsip, setiap anak berhak dilindungi dari eksploitasi dalam bentuk apapun yang merugikannya. Hal tersebut merupakan kewajiban orang tua, wali, atau pihak lain seperti pemerintah dan lembaga negara terkait. Prinsip ini telah diterima baik melalui instrumen hukum internasional (Konvensi Hak Anak) maupun instrumen hukum nasional (UU Perlindungan Anak) serta peraturan lainnya.