nurcahyo
New member
Perubahan Cuaca Berpotensi Munculkan Migren
Bagi sejumlah orang, perubahan cuaca bisa menjadi pemicu datangnya sakit kepala akut atau migrain. Karena mernurut Dr Patricia Prince dari New England Center for Headcache di Stamford, perubahan cuaca juga bisa merubah kebiasaan pola hidup termasuk ketidakmampuan tidur dan berdampak pada penyakit lainnya.
Para ilmuwan melakukan penelitian yang mendalam mengenai dampak udara yang ditengarai menjadi pemicu migrain. Menurut temuan Boston's Children's Hospital, hampir setengah dari populasi mengalami sakit kepala yang akut karena perubahan cuaca. Dari catatan Dr Prince dalam the journal Headcache mereka kebanyakan mengalami kenaikan suhu badan dan beraksi atas perubahan tekanan udara.
Dr Prince mengatakan dengan hasil penelitian ini maka dampak pengaruh cuaca pada migrain bisa diperhitungkan. Sementara penelitian lain juga memberikan hasil yang hampir sama. Penelitian Dr Patricia Prince dari the New England Center for Headache di Stamford melibatkan 77 orang yang mengunjungi klinik migrain.
Kepada setiap pasien, Dr Prince bertanya dalam sebuah form standard seperti seberapa berat migrain yang mereka alami dan kebanykan dari pasien merasa yakin bahwa migrain yang mereka dapat sangat erat berhubungan dengan perubahan cuaca. Dari kuesioner itu, Dr Price mengukur suhu udara ketika setiap harinya dimana sang pasien migrain tinggal.
Secara keseluruhan 48 pasien atau 62% persen merasa yakin bahwa cuaca menjadi penyebab utama mereka terkena migrain. Ketika Dr Price melakukan pengkuran dihari dimana pasien mengalami migrain, mereka menemukan hanya 39 pasien atau 51% yang benar-benar bermasalah ketika terjadi perubahan cuaca.
Sementara yang lainya merupakan kombinasi dari tinggi/rendahnya temperatur dengan kelembaban udara. Sejumlah orang sensitif atas perubahan tingginya udara sementara yang lain bermasalah dengan rendahnya kelembahan. Sensitifitas perubahan itu terjadi dalam satu atau dua hari.
Dalam kebanyakan hasus, klaim pasien yang menyalahkan perubahan udara sebagai penyebab migrain tidaklah tepat. Tidak peduli apakah pasien itu muda atau tua atau jenis kelaminya pria atau wanita. "Melakukan identifikasi mengenai faktor pemicu sangatlah penting untuk menanggulangi masalah selanjutnya," ujar Bagi Dr Anne MacGregor dari the City of London Migraine Clinic. (mydoc/tutut)
Bagi sejumlah orang, perubahan cuaca bisa menjadi pemicu datangnya sakit kepala akut atau migrain. Karena mernurut Dr Patricia Prince dari New England Center for Headcache di Stamford, perubahan cuaca juga bisa merubah kebiasaan pola hidup termasuk ketidakmampuan tidur dan berdampak pada penyakit lainnya.
Para ilmuwan melakukan penelitian yang mendalam mengenai dampak udara yang ditengarai menjadi pemicu migrain. Menurut temuan Boston's Children's Hospital, hampir setengah dari populasi mengalami sakit kepala yang akut karena perubahan cuaca. Dari catatan Dr Prince dalam the journal Headcache mereka kebanyakan mengalami kenaikan suhu badan dan beraksi atas perubahan tekanan udara.
Dr Prince mengatakan dengan hasil penelitian ini maka dampak pengaruh cuaca pada migrain bisa diperhitungkan. Sementara penelitian lain juga memberikan hasil yang hampir sama. Penelitian Dr Patricia Prince dari the New England Center for Headache di Stamford melibatkan 77 orang yang mengunjungi klinik migrain.
Kepada setiap pasien, Dr Prince bertanya dalam sebuah form standard seperti seberapa berat migrain yang mereka alami dan kebanykan dari pasien merasa yakin bahwa migrain yang mereka dapat sangat erat berhubungan dengan perubahan cuaca. Dari kuesioner itu, Dr Price mengukur suhu udara ketika setiap harinya dimana sang pasien migrain tinggal.
Secara keseluruhan 48 pasien atau 62% persen merasa yakin bahwa cuaca menjadi penyebab utama mereka terkena migrain. Ketika Dr Price melakukan pengkuran dihari dimana pasien mengalami migrain, mereka menemukan hanya 39 pasien atau 51% yang benar-benar bermasalah ketika terjadi perubahan cuaca.
Sementara yang lainya merupakan kombinasi dari tinggi/rendahnya temperatur dengan kelembaban udara. Sejumlah orang sensitif atas perubahan tingginya udara sementara yang lain bermasalah dengan rendahnya kelembahan. Sensitifitas perubahan itu terjadi dalam satu atau dua hari.
Dalam kebanyakan hasus, klaim pasien yang menyalahkan perubahan udara sebagai penyebab migrain tidaklah tepat. Tidak peduli apakah pasien itu muda atau tua atau jenis kelaminya pria atau wanita. "Melakukan identifikasi mengenai faktor pemicu sangatlah penting untuk menanggulangi masalah selanjutnya," ujar Bagi Dr Anne MacGregor dari the City of London Migraine Clinic. (mydoc/tutut)