Kalina
Moderator
JAKARTA - Tugas kepolisian menggulung produsen narkoba terbentur kendala baru. Setelah mengungkapkan jaringan sindikat peredaran ekstasi bermodus franchise, kini Polri bersiap dengan kemunculan produsen-produsen heroin otodidak yang belajar dari internet.
Modus baru itu terungkap ketika BNN menggagalkan kegiatan produksi dan pengedaran heroin. BNN berhasil menangkap tersangka Erwin Tahar alias Ateng dan Aris Kurniawan alias Robert di Apartemen Laguna A/11 No 28 di bilangan Pluit, Jakarta Utara. Penggerebekan itu dilakukan 30 Juli 2008 sekitar pukul 17.00 WIB.
Dalam pengembangan kasusnya, tak diduga bahwa kedua tersangka terbukti mematangkan skill produksinya dengan menggunakan data dari internet. ''Itu memang menjadi tantangan karena kini makin mudah mendapatkan berbagai informasi dari internet,'' ujar Wakil Direktur IV/Narkoba Bareskrim Polri Kombespol Badaruzzaman Hidir kepada Jawa Pos. ''Ke depan kami harap ada upaya memblokir situs-situs tersebut,'' sambungnya.
Kepada polisi, kedua tersangka mengaku sudah mengidap AIDS berat. Badaruzzaman menyebutkan badan tersangka penuh luka suntik dan koreng. Dokter pun sudah diturunkan untuk mengisolasi mereka secara khusus. ''Keduanya ditangkap sedang fly dengan jarum suntik masih melekat di tangan. Mereka mengaku membuat heroin untuk dijual,'' cetusnya.
Ironisnya, salah satu tersangka, Erwin Tahar, adalah putra Burhan Tahar yang kondang sebagai ****** narkoba yang licin dan tersohor sejak 1999. Setelah ditangkap, Burhan hanya dijatuhi majelis hakim PN Tangerang empat bulan penjara. Sedangkan mitranya, Ang Sim Soie, dijatuhi hukuman mati dan langsung dikirim ke Nusakambangan. Setelah menjalani hukuman ringan itu, Burhan kembali menjalankan bisnis haramnya.
Untuk kali kedua pada 2004, pabrik ineks dan SS miliknya digerebek aparat. Pabrik itu terletak di ruko berlantai dua di Jalan Bedugul, Kalideres, Jakarta Barat. Polisi menangkap dua karyawan Burhan, menyita 82.570 butir ineks (nama lain ekstasi) siap edar, serta peralatan cetak. Dari pemeriksaan, diketahui bahwa pabrik ineks Burhan mampu memproduksi 1.000 butir pil gedek per hari. Wilayah peredarannya meliputi Jakarta dan Surabaya.
Burhan Tahar akhirnya divonis mati di Pengadilan Negeri Jakarta Barat setahun lalu. Di Mahkamah Agung, hukuman pemilik pabrik narkoba di Jl Daan Mogot, Jakbar, itu turun menjadi seumur hidup. Padahal, dua pembantunya, Sastra Wijaya dan Yudha alias Akang, tetap divonis mati. (zul/oki)
Sumber: Jawa Pos
kek di film-film mafia Cina gitu, ya.. jadi penjahat dari generasi ke generasi..