SEMARANG--MIOL: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan pemerintah menjamin produksi jarak pagar hasil budidaya masyarakat dan kelompok tani akan diserap industri.
"Berapapun hasil produksi biji jarak dan minyak jarak akan terserap, sudah ada pasarnya," kata Presiden Yudhoyono di sela pencanangan Desa Mandiri Energi (DME) di Desa Tanjung Harjo, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (21/2).
Penjelasan itu disampaikan Presiden kepada salah seorang peserta dialog yang merasa khawatir hasil panen biji jarak tidak laku.
Desa Tanjung Harjo merupakan proyek percontohan pengembangan budidaya jarak dengan pola kelompok tani maupun perorangan.
Di desa ini berdiri pabrik pengolahan minyak jarak berkapasitas 3 juta ton biji jarak per hari.
Menurut Presiden, pemerintah sangat serius menjalankan program pengalihan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan gas dengan bahan bakar nabati (bio fuel).
"Ini sesuai dengan rencana strategis pemerintah mengembangkan BBN sebagai sumber daya energi terbarukan mengganti minyak bumi, gas maupun batubara yang memiliki keterbatasan jumlah," kata Presiden.
Dengan DME ini diharapkan sumber-sumber energi dapat dinikmati masyarakat di pedesaan yang pada akhirnya mendorong ekonomi setempat.
Presiden menjelaskan saat ini PT (Persero) Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) berkerjasama dengan Kabupaten Grobogan dan telah mampu menyerap 3 ton biji jarak per hari.
Kesiapan menyerap hasil biji jarak dikonfirmasi Presiden langsung kepada Dirut Pertamina Ari Sumarno, dan Dirut PT RNI Rama Prihandana.
Di depan peserta dialog, kedua dirut itu menjawab akan menampung berapapun hasil jarak petani.
"Pasarnya sudah ada," tegas Presiden setelah mendengar jawaban kedua petinggi perseroan itu.
Terkait harga biji jarak, juga menjadi keluhan para kelompok tani karena dinilai masih murah atau sekitar Rp700 per kilogram.
Presiden menjelaskan informasi yang diperoleh dari pembeli, harga Rp700 per kilogram sudah lebih baik dibanding akhir tahun 2006 yang masih berada pada harga Rp500 per kg.
Untuk mengembangkan program konversi penggunaan minyak bumi ke BBN, Presiden menjelaskan, setidaknya ada lima hal yang perlu ditindaklanjuti, yaitu pertama, penggarapan lahan tidur, dan kedua adalah dukungan modal.
Ketiga, ketersediaan mesin produksi pengolahan biji jarak, dan keempat adalah
pembangunan prasarana jalan, irigasi tanaman jarak, serta kelima adalah ketersediaan pasar yang menyerap hasil produksi.
Konsep ini akan diterapkan mendukung pembangunan DME yang berbasis BBN dari hasil jarak pagar.
"Berapapun hasil produksi biji jarak dan minyak jarak akan terserap, sudah ada pasarnya," kata Presiden Yudhoyono di sela pencanangan Desa Mandiri Energi (DME) di Desa Tanjung Harjo, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Rabu (21/2).
Penjelasan itu disampaikan Presiden kepada salah seorang peserta dialog yang merasa khawatir hasil panen biji jarak tidak laku.
Desa Tanjung Harjo merupakan proyek percontohan pengembangan budidaya jarak dengan pola kelompok tani maupun perorangan.
Di desa ini berdiri pabrik pengolahan minyak jarak berkapasitas 3 juta ton biji jarak per hari.
Menurut Presiden, pemerintah sangat serius menjalankan program pengalihan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan gas dengan bahan bakar nabati (bio fuel).
"Ini sesuai dengan rencana strategis pemerintah mengembangkan BBN sebagai sumber daya energi terbarukan mengganti minyak bumi, gas maupun batubara yang memiliki keterbatasan jumlah," kata Presiden.
Dengan DME ini diharapkan sumber-sumber energi dapat dinikmati masyarakat di pedesaan yang pada akhirnya mendorong ekonomi setempat.
Presiden menjelaskan saat ini PT (Persero) Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) berkerjasama dengan Kabupaten Grobogan dan telah mampu menyerap 3 ton biji jarak per hari.
Kesiapan menyerap hasil biji jarak dikonfirmasi Presiden langsung kepada Dirut Pertamina Ari Sumarno, dan Dirut PT RNI Rama Prihandana.
Di depan peserta dialog, kedua dirut itu menjawab akan menampung berapapun hasil jarak petani.
"Pasarnya sudah ada," tegas Presiden setelah mendengar jawaban kedua petinggi perseroan itu.
Terkait harga biji jarak, juga menjadi keluhan para kelompok tani karena dinilai masih murah atau sekitar Rp700 per kilogram.
Presiden menjelaskan informasi yang diperoleh dari pembeli, harga Rp700 per kilogram sudah lebih baik dibanding akhir tahun 2006 yang masih berada pada harga Rp500 per kg.
Untuk mengembangkan program konversi penggunaan minyak bumi ke BBN, Presiden menjelaskan, setidaknya ada lima hal yang perlu ditindaklanjuti, yaitu pertama, penggarapan lahan tidur, dan kedua adalah dukungan modal.
Ketiga, ketersediaan mesin produksi pengolahan biji jarak, dan keempat adalah
pembangunan prasarana jalan, irigasi tanaman jarak, serta kelima adalah ketersediaan pasar yang menyerap hasil produksi.
Konsep ini akan diterapkan mendukung pembangunan DME yang berbasis BBN dari hasil jarak pagar.