Presiden Tak Tahu Munculnya Pasal 14 d

gupy15

Mod
Presiden Tak Tahu Munculnya Pasal 14 d

SM/dok n Denny Indrayana

JAKARTA - Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Denny Indrayana menganggap, Pasal 14 d PP Nomor 37/2006 tentang rapelan DPRD itu adalah pasal siluman.

Sebab, pasal tersebut tidak pernah dipresentasikan di depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tidak heran bila akhirnya muncul masalah seperti sekarang.

"Karenanya, harus dicari siapa yang memasukkan Pasal 14 d dari PP tentang Tunjangan Komunikasi Intensif dan Operasional Anggota/Pimpinan DPRD," tandasnya dalam diskusi dengan wartawan di Jakarta, kemarin. Dia mengaku memperoleh informasi tentang ketidaktahuan Presiden mengenai Pasal 14 d dari jajaran kabinet.

Berbuntut Panjang

Dijelaskan, dalam rapat kabinet, Presiden tidak tahu ada pasal yang menimbulkan masalah itu. Meski revisi atau pencabutan terhadap PP 37 bisa dilakukan, Denny menduga akibat munculnya aturan itu masih akan berbuntut panjang.

"Tapi sebagai kepala negara, Presiden tetap harus bertanggung jawab. Dia bisa minta penjelasan kepada staf-stafnya terutama kepada Mendagri Moh Ma'ruf yang memang sebagai perancang PP tersebut," tegasnya.

Karena proses lahirnya PP tersebut aneh, siapa yang mengusulkan dan siapa yang memasukkan Pasal 14 d harus dimintai pertanggungjawaban. "Yang saya tahu, untuk meloloskan Pasal 14 d itu ada asosiasi DPRD yang melakukan lobi ke berbagai pihak. Mulai dari Depdagri, bahkan sampai Wapres," ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, sejumlah anggota DPRD diwajibkan membayar iuran untuk menunjang berbagai kegiatan termasuk melakukan lobi meloloskan misi mereka seperti soal rapelan tersebut.

"Upaya meloloskan Pasal 14 sudah memenuhi unsur korupsi sehingga harus ditindaklanjuti. Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau perlu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa bergerak untuk menelusuri. Ini adalah main-main di tengah kesulitan masyarakat yang menghadapi hidup. Dan hal ini tidak bisa didiamkan."

Denny berharap Presiden tidak sekadar merevisi PP bermasalah itu, tetapi mencabutnya. "Kalau perlu hal-hal semacam ini dibuat UU yang tegas dan jelas melalui pembahasan dengan DPR, dan bukan sekadar PP," tambahnya.(H28-60)
 
Back
Top