Kalina
Moderator
SYDNEY - Menjamurnya klinik peremajaan dan ''kecantikan'' vagina mengundang keprihatinan dokter spesialis kandungan dan kebidanan Australia. Bahkan, untuk menghentikan pertumbuhan klinik-klinik tersebut, mereka mem-blacklist operasi kosmetik semacam itu.
The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynaecologists menyatakan bahwa praktik semacam itu hanya akan melemahkan posisi perempuan. Tanpa disadari, wanita dieksploitasi melalui operasi peremajaan vagina, perbaikan selaput dara, atau penambahan G-spot yang ditawarkan klinik-klinik tersebut.
"Prosedur yang mereka terapkan tidak jelas. Mereka tidak mengacu pada clinical nomenclature yang sudah dibakukan,'' tulis institusi dokter spesialis kandungan dan kebidanan se-Australia dan Selandia Baru tersebut. Dalam keterangan pers yang dipublikasikan Kamis (31/7), mereka menyatakan bahwa prosedur tersebut berbahaya, mahal (AUD 10.000 atau Rp 85 juta per operasi), dan tidak terjamin.
Institusi tersebut juga mengimbau para dokter bedah tidak terlibat dalam praktik yang mereka sebut tidak didukung bukti ilmiah atau riset klinis yang jelas itu. ''Potensi terjadinya komplikasi, mulai luka, infeksi, hingga cacat permanent, sangat tinggi," lanjut institusi itu.
Lembaga pendidikan dokter spesialis kandungan dan kebidanan itu juga mengimbau kaum perempuan lebih memahami tubuhnya. ''Bentuk dan variasi alat kelamin perempuan yang normal sangat beragam. Karena itu, operasi peremajaan atau kecantikan tidak diperlukan,'' kata Ted Weaver, ketua Komite Kesehatan Perempuan di lembaga tersebut.
Daniel Fleming, presiden Australasian College of Cosmetic Surgery, membantah pernyataan tersebut. Menurut dia, sebagian besar pasien yang pernah menjalani operasi peremajaan vagina mengaku puas. "Jika memang ada masalah dengan praktik tersebut, saya rasa, mereka (dokter spesialis kandungan dan kebidanan) harus bisa menunjukkan buktinya,'' ujarnya. (AFP/theage/hep/soe)
Sumber: Jawa Pos