Sumber : http://www.rumah.com/berita-properti
RumahCom – Perkembangan properti yang masif selama satu dekade terakhir di Kelapa Gading, kerap membuat orang berpendapat bahwa potensi properti di kawasan ini menuju titik jenuh. Namun, pendapat berbeda dilontarkan oleh David Tjandra, Principal Ray White Kelapa Gading.
“Potensi properti di Kelapa Gading belum jenuh. Tigabelas tahun yang lalu, waktu saya memulai bisnis broker, rasanya Kelapa Gading sudah jenuh. Harga ruko waktu itu sudah Rp400 juta, tetapi kini sudah miliaran rupiah,” urainya.
Pasokan properti di Kelapa Gading saat ini, imbuh David, masih didominasi perumahan (landed house). Namun, ada pula beberapa proyek apartemen yang tengah dikembangkan, salah satunya adalah Apartemen Sherwood.
Uniknya, kata David, pembeli properti di Kelapa Gading umumnya adalah warga Kelapa Gading sendiri. “Orang luar akan kaget dengan harga properti di sini, karena terbilang mahal. Jadi yang beli di sini adalah orang Kelapa Gading dan orang yang tahu harga,” urainya sambil tersenyum.
Menurut David, harga pasaran satu unit rumah di Kelapa Gading berkisar Rp1,5 miliar – Rp2 miliar, jarang ada yang di bawah Rp1 miliar, sedangkan harga apartemen berkisar Rp2 miliar. Harga ruko, di sisi lain, antara Rp3 miliar - Rp18 miliar, tergantung luas dan lokasinya. Sementara itu, harga tanah bermain di kisaran Rp20 juta - Rp25 juta. “Lokasi termahal berada di sekitar Boulevard Kelapa Gading,” tuturnya.
Lantas, apa yang menyebabkan harga properti di Kelapa Gading begitu tinggi? “Di sini serba ada,” tukas David. “Di Kelapa Gading ada tempat jajanan (kuliner), kantor bank, pusat bisnis, hingga konsumennya juga berasal dari sini.” David bahkan memerkirakan perputaran uang di Kelapa Gading bisa mencapai triliunan rupiah per bulan.
Menyoal banjir yang kerap kali melanda kawasan elit ini, David mengatakan hal tersebut hanya sedikit sekali dampaknya, karena setelah banjir biasanya orang akan lupa. “Pindah dari Kelapa Gading adalah dilema buat warga, karena anak-anak mereka umumnya juga bersekolah di sini. Memang ada juga yang pindah, tetapi jumlahnya sangat sedikit,” kata David.
Anto Erawan
(antoerawan@rumah.com)
RumahCom – Perkembangan properti yang masif selama satu dekade terakhir di Kelapa Gading, kerap membuat orang berpendapat bahwa potensi properti di kawasan ini menuju titik jenuh. Namun, pendapat berbeda dilontarkan oleh David Tjandra, Principal Ray White Kelapa Gading.
“Potensi properti di Kelapa Gading belum jenuh. Tigabelas tahun yang lalu, waktu saya memulai bisnis broker, rasanya Kelapa Gading sudah jenuh. Harga ruko waktu itu sudah Rp400 juta, tetapi kini sudah miliaran rupiah,” urainya.
Pasokan properti di Kelapa Gading saat ini, imbuh David, masih didominasi perumahan (landed house). Namun, ada pula beberapa proyek apartemen yang tengah dikembangkan, salah satunya adalah Apartemen Sherwood.
Uniknya, kata David, pembeli properti di Kelapa Gading umumnya adalah warga Kelapa Gading sendiri. “Orang luar akan kaget dengan harga properti di sini, karena terbilang mahal. Jadi yang beli di sini adalah orang Kelapa Gading dan orang yang tahu harga,” urainya sambil tersenyum.
Menurut David, harga pasaran satu unit rumah di Kelapa Gading berkisar Rp1,5 miliar – Rp2 miliar, jarang ada yang di bawah Rp1 miliar, sedangkan harga apartemen berkisar Rp2 miliar. Harga ruko, di sisi lain, antara Rp3 miliar - Rp18 miliar, tergantung luas dan lokasinya. Sementara itu, harga tanah bermain di kisaran Rp20 juta - Rp25 juta. “Lokasi termahal berada di sekitar Boulevard Kelapa Gading,” tuturnya.
Lantas, apa yang menyebabkan harga properti di Kelapa Gading begitu tinggi? “Di sini serba ada,” tukas David. “Di Kelapa Gading ada tempat jajanan (kuliner), kantor bank, pusat bisnis, hingga konsumennya juga berasal dari sini.” David bahkan memerkirakan perputaran uang di Kelapa Gading bisa mencapai triliunan rupiah per bulan.
Menyoal banjir yang kerap kali melanda kawasan elit ini, David mengatakan hal tersebut hanya sedikit sekali dampaknya, karena setelah banjir biasanya orang akan lupa. “Pindah dari Kelapa Gading adalah dilema buat warga, karena anak-anak mereka umumnya juga bersekolah di sini. Memang ada juga yang pindah, tetapi jumlahnya sangat sedikit,” kata David.
Anto Erawan
(antoerawan@rumah.com)