AMMAN--MIOL: Presiden Rusia Vladimir Putin menuduh AS memanfaatkan Rusia sebagai ancaman untuk mengamankan usul dana yang diajukan Presiden AS George W Bush kepada Kongres bagi aksi militer di Irak dan Afghanistan serta proyek antimisil di Eropa.
''Lebih dari sepuluh tahun kami telah mendengar apa yang dikatakan oleh mitra-mitra kami tentang topik-topik yang berbeda. Kami sangat sabar dan sangat toleran, tetapi kami merasa bahwa kami disalahartikan,'' tuturnya setelah bertemu dengan Raja Yordania Abdullah II dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas secara terpisah di Amman.
Kedatangan Putin di Yordania merupakan rangkaian lawatannya ke tiga negara Timur Tengah. Sejumlah kalangan menilai lawatan ini adalah upaya Putin untuk menancapkan pengaruh sekaligus mengimbangi pengaruh AS di kawasan tersebut.
''Mereka telah mulai menghasut ancaman yang (seakan) diciptakan Rusia, padahal tidak ada, untuk meminta dana pada Kongres AS bagi aksi militer di Afghanistan, Irak, dan pembangunan pertahanan antimisil di Eropa.''
Pernyataan Putin ini menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang memperdebatkan seputar kritik tajam yang dilontarkannya terhadap kebijakan global AS dalam sebuah konferensi keamanan di Munich, Jerman, pekan lalu. Putin menyebut Washington bertindak berbahaya melewati batas dan dominasinya bersifat menghancurkan. ''Apa pun yang saya katakan di Munich, saya katakan secara terbuka dan tegas kepada mitra-mitra Amerika kami.''
Ancaman yang dimaksud Putin mengacu ke pernyataan Menteri Pertahanan AS Robert Gates pekan lalu bahwa Rusia adalah salah satu negara yang berpotensi menjadi ancaman militer. Hal itu memaksa Moskow meminta klarifikasi. Juru bicara Departemen Luar Negeri Rusia Mikhail Kamynin mengungkapkan telah meminta penjelasan melalui Kedutaan Besar AS di Moskow menyangkut komentar Gates.
Di hadapan Kongres pada 7 Februari lalu, Gates menyatakan AS harus mendongkrak kapasitas mesin-mesin militernya guna menghadapi segala ancaman, tidak hanya di Irak. Gates juga menyebut Rusia sebagai salah satu kemungkinan sumber ancaman.
"Kita perlu kapabilitas militer penuh. Kita perlu kemampuan untuk menghadapi konflik kekuatan lawan kekuatan karena kita tidak tahu apa yang akan berkembang di tempat-tempat seperti Rusia, China, Korut, Iran, dan di mana pun,'' kata Gates kala itu.
GNB juga 'ancaman'
Saling balas pernyataan pedas antara Kremlin dan Gedung Putih tersebut meluncur berturut-turut beberapa hari belakangan ini, seolah menghembuskan hawa dimulainya perang dingin babak baru.
Dalam kaitan ini, Ketua Komisi Urusan Luar Negeri Kongres AS Tom Lantos menyatakan Kongres semestinya berusaha mengurangi pengaruh Gerakan Non-Blok (GNB) di PBB. Ia juga mempertanyakan relevansi keberadaan GNB di masa sekarang.
''Perkumpulan bangsa-bangsa itu yang masih dikenal sebagai GNB--dan saya ingin tahu mereka tidak memihak dalam hal apa saat ini--telah terlalu banyak berpengaruh menghalangi reformasi (di PBB), mengganggu mekanisme HAM, dan menyerang negara demokratis Israel,'' ujar Lantos.
Terbentuk pada awal Perang Dingin, 1961, GNB mencakup 118 negara atau hampir dua pertiga dari anggota PBB. Mereka mendeklarasikan diri tidak memihak atau menentang blok kekuatan mana pun. Dalam pertemuan di Havana, September lalu, GNB menegaskan penolakannya terhadap dunia unipolar yang didominasi AS beserta sekutu-sekutunya.
''Lebih dari sepuluh tahun kami telah mendengar apa yang dikatakan oleh mitra-mitra kami tentang topik-topik yang berbeda. Kami sangat sabar dan sangat toleran, tetapi kami merasa bahwa kami disalahartikan,'' tuturnya setelah bertemu dengan Raja Yordania Abdullah II dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas secara terpisah di Amman.
Kedatangan Putin di Yordania merupakan rangkaian lawatannya ke tiga negara Timur Tengah. Sejumlah kalangan menilai lawatan ini adalah upaya Putin untuk menancapkan pengaruh sekaligus mengimbangi pengaruh AS di kawasan tersebut.
''Mereka telah mulai menghasut ancaman yang (seakan) diciptakan Rusia, padahal tidak ada, untuk meminta dana pada Kongres AS bagi aksi militer di Afghanistan, Irak, dan pembangunan pertahanan antimisil di Eropa.''
Pernyataan Putin ini menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang memperdebatkan seputar kritik tajam yang dilontarkannya terhadap kebijakan global AS dalam sebuah konferensi keamanan di Munich, Jerman, pekan lalu. Putin menyebut Washington bertindak berbahaya melewati batas dan dominasinya bersifat menghancurkan. ''Apa pun yang saya katakan di Munich, saya katakan secara terbuka dan tegas kepada mitra-mitra Amerika kami.''
Ancaman yang dimaksud Putin mengacu ke pernyataan Menteri Pertahanan AS Robert Gates pekan lalu bahwa Rusia adalah salah satu negara yang berpotensi menjadi ancaman militer. Hal itu memaksa Moskow meminta klarifikasi. Juru bicara Departemen Luar Negeri Rusia Mikhail Kamynin mengungkapkan telah meminta penjelasan melalui Kedutaan Besar AS di Moskow menyangkut komentar Gates.
Di hadapan Kongres pada 7 Februari lalu, Gates menyatakan AS harus mendongkrak kapasitas mesin-mesin militernya guna menghadapi segala ancaman, tidak hanya di Irak. Gates juga menyebut Rusia sebagai salah satu kemungkinan sumber ancaman.
"Kita perlu kapabilitas militer penuh. Kita perlu kemampuan untuk menghadapi konflik kekuatan lawan kekuatan karena kita tidak tahu apa yang akan berkembang di tempat-tempat seperti Rusia, China, Korut, Iran, dan di mana pun,'' kata Gates kala itu.
GNB juga 'ancaman'
Saling balas pernyataan pedas antara Kremlin dan Gedung Putih tersebut meluncur berturut-turut beberapa hari belakangan ini, seolah menghembuskan hawa dimulainya perang dingin babak baru.
Dalam kaitan ini, Ketua Komisi Urusan Luar Negeri Kongres AS Tom Lantos menyatakan Kongres semestinya berusaha mengurangi pengaruh Gerakan Non-Blok (GNB) di PBB. Ia juga mempertanyakan relevansi keberadaan GNB di masa sekarang.
''Perkumpulan bangsa-bangsa itu yang masih dikenal sebagai GNB--dan saya ingin tahu mereka tidak memihak dalam hal apa saat ini--telah terlalu banyak berpengaruh menghalangi reformasi (di PBB), mengganggu mekanisme HAM, dan menyerang negara demokratis Israel,'' ujar Lantos.
Terbentuk pada awal Perang Dingin, 1961, GNB mencakup 118 negara atau hampir dua pertiga dari anggota PBB. Mereka mendeklarasikan diri tidak memihak atau menentang blok kekuatan mana pun. Dalam pertemuan di Havana, September lalu, GNB menegaskan penolakannya terhadap dunia unipolar yang didominasi AS beserta sekutu-sekutunya.