Kalina
Moderator
AMILLIA Taylor dilahirkan pada 24 Oktober lalu di rumah sakit Baptist Children, Amerika Serikat. Istimewanya, dia hanya memiliki bobot 280 gram serta panjang 24 sentimeter. Kini, bayi yang berada di dalam rahim sang ibu selama 21 minggu dan 6 hari itu sudah melewati masa kritis dengan bobot 1,8 kg (Jawa Pos, 21/2). Meskipun sudah tidak lagi harus berada di rumah sakit, Amillia tetap mendapat bantuan oksigen serta monitor untuk mengawasi pernapasannya.
Kondisi yang dialami Amillia itu dikenal dengan istilah bayi berat lahir rendah atau disingkat BBLR. Istilah lain untuk menyebutnya adalah low birth weight baby. Yaitu, suatu kondisi bayi baru lahir yang beratnya kurang dari 2.500 gram. Hal ini dapat terjadi bila bayi lahir sebelum mencapai 37 minggu. Atau, bisa pula karena beratnya memang kurang dari berat normal bayi pada umumnya.
"Kemampuan bayi untuk bertahan, sangat dipengaruhi perawatan perinatologi. Berarti, bisa dikatakan, perinatologi yang ada di rumah sakit tersebut sudah sempurna," komentar dr Eddy Zarkaty Monasir SpOG. Tiga faktor yang tidak bisa dinafikan adalah skill, alat-alat yang ada, dan kesanggupan dari si jabang bayi dalam bertahan.
Selain itu, menurut spesialis kebidanan dan kandungan RSU Haji Surabaya ini, kondisi sang ibu juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya hal ini. Misalnya, bayi lahir cukup bulan, namun kondisi ketika berada di dalam rahim sang ibu tidak baik. Seperti ibunya kurang gizi, sering sakit, merokok, ataupun bekerja terlalu berat. "Ibu yang penuh tekanan pun bisa berpengaruh terhadap kondisi bayi. Atau, dia sering muntah-muntah semasa hamilnya, yang mengakibatkan asupan gizi untuk bayi berkurang," ujarnya.
Khusus di Surabaya, bayi dengan BBLR yang mampu bertahan adalah yang beratnya satu kilogram ke atas. Di bawah itu, dikatakan Eddy, masih riskan.
Beberapa masalah bisa dialami bayi yang lahir dengan berat badan rendah. Utamanya yang lahir secara prematur. Sebab, organ tubuh bayi prematur belum bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk itu, dia mengalami lebih banyak permasalahan dalam pertumbuhannya.
Hal ini diakui dr Sasongko SpA. Kondisi bayi yang lahir dengan berat badan kurang, cukup rentan terhadap beberapa hal. Di antaranya, rentan terhadap perubahan suhu, mudah tersedak, lemah menghisap susu, rentan gangguan pernapasan, dan mudah meninggal bila terkena penyakit. "Mereka memerlukan pemeriksaan dan perawatan ekstra, supaya bisa beradaptasi dengan lingkungan," tambah Sasongko.
Cara yang dilakukan, misalnya meletakkan bayi tersebut di dalam inkubator atau dirawat di intensive care unit (ICU). Secara bertahap, suhu dalam inkubator disesuaikan hingga si mungil bisa beradaptasi dengan suhu ruangan. Lamanya, bergantung pada kondisi bayi. Bisa dua atau tiga hari, atau bahkan hingga puluhan hari.
"Saya pernah merawat pasien yang lahir dengan berat 1.200 gram. Ketika itu dia menjalani perawatan selama 60 hari, dan ketika keluar berat badannya mencapai 2 kilogram," ungkap spesialis anak lulusan FK Unair itu.
Pada bayi-bayi mungil yang ketika dilahirkan tidak mengalami asfiksi atau kesulitan bernapas spontan dan teratur setelah lahir, relatif bisa beradaptasi lebih cepat.
Sebaliknya, pada mereka yang mengalami asfiksi, perlu perawatan lebih spesifik. Bahkan, bisa pula dirawat di ICU. Biasanya, mereka mempunyai reflek hisap yang kurang, malah tidak jarang yang harus minum melalui kateter. Tidak jarang, pada bayi-bayi ini perkembangan sistem sarafnya terganggu. Ada pula yang mengalami cacat bawaan seperti jantung bocor atau cacat mental.
"Sebab, semua jaringan yang ada di tubuh memerlukan oksigen. Sementara pada bayi yang mengalami asfiksi, aliran oksigen kurang," tambahnya.
Kondisi yang dialami Amillia itu dikenal dengan istilah bayi berat lahir rendah atau disingkat BBLR. Istilah lain untuk menyebutnya adalah low birth weight baby. Yaitu, suatu kondisi bayi baru lahir yang beratnya kurang dari 2.500 gram. Hal ini dapat terjadi bila bayi lahir sebelum mencapai 37 minggu. Atau, bisa pula karena beratnya memang kurang dari berat normal bayi pada umumnya.
"Kemampuan bayi untuk bertahan, sangat dipengaruhi perawatan perinatologi. Berarti, bisa dikatakan, perinatologi yang ada di rumah sakit tersebut sudah sempurna," komentar dr Eddy Zarkaty Monasir SpOG. Tiga faktor yang tidak bisa dinafikan adalah skill, alat-alat yang ada, dan kesanggupan dari si jabang bayi dalam bertahan.
Selain itu, menurut spesialis kebidanan dan kandungan RSU Haji Surabaya ini, kondisi sang ibu juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya hal ini. Misalnya, bayi lahir cukup bulan, namun kondisi ketika berada di dalam rahim sang ibu tidak baik. Seperti ibunya kurang gizi, sering sakit, merokok, ataupun bekerja terlalu berat. "Ibu yang penuh tekanan pun bisa berpengaruh terhadap kondisi bayi. Atau, dia sering muntah-muntah semasa hamilnya, yang mengakibatkan asupan gizi untuk bayi berkurang," ujarnya.
Khusus di Surabaya, bayi dengan BBLR yang mampu bertahan adalah yang beratnya satu kilogram ke atas. Di bawah itu, dikatakan Eddy, masih riskan.
Beberapa masalah bisa dialami bayi yang lahir dengan berat badan rendah. Utamanya yang lahir secara prematur. Sebab, organ tubuh bayi prematur belum bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk itu, dia mengalami lebih banyak permasalahan dalam pertumbuhannya.
Hal ini diakui dr Sasongko SpA. Kondisi bayi yang lahir dengan berat badan kurang, cukup rentan terhadap beberapa hal. Di antaranya, rentan terhadap perubahan suhu, mudah tersedak, lemah menghisap susu, rentan gangguan pernapasan, dan mudah meninggal bila terkena penyakit. "Mereka memerlukan pemeriksaan dan perawatan ekstra, supaya bisa beradaptasi dengan lingkungan," tambah Sasongko.
Cara yang dilakukan, misalnya meletakkan bayi tersebut di dalam inkubator atau dirawat di intensive care unit (ICU). Secara bertahap, suhu dalam inkubator disesuaikan hingga si mungil bisa beradaptasi dengan suhu ruangan. Lamanya, bergantung pada kondisi bayi. Bisa dua atau tiga hari, atau bahkan hingga puluhan hari.
"Saya pernah merawat pasien yang lahir dengan berat 1.200 gram. Ketika itu dia menjalani perawatan selama 60 hari, dan ketika keluar berat badannya mencapai 2 kilogram," ungkap spesialis anak lulusan FK Unair itu.
Pada bayi-bayi mungil yang ketika dilahirkan tidak mengalami asfiksi atau kesulitan bernapas spontan dan teratur setelah lahir, relatif bisa beradaptasi lebih cepat.
Sebaliknya, pada mereka yang mengalami asfiksi, perlu perawatan lebih spesifik. Bahkan, bisa pula dirawat di ICU. Biasanya, mereka mempunyai reflek hisap yang kurang, malah tidak jarang yang harus minum melalui kateter. Tidak jarang, pada bayi-bayi ini perkembangan sistem sarafnya terganggu. Ada pula yang mengalami cacat bawaan seperti jantung bocor atau cacat mental.
"Sebab, semua jaringan yang ada di tubuh memerlukan oksigen. Sementara pada bayi yang mengalami asfiksi, aliran oksigen kurang," tambahnya.