Relativitas Waktu

fardepre

New member
RELATIVITAS WAKTU





Ada yang menyatakan bahwa Alam Semesta ini diciptakan Tuhan dalam enam hari, ada pula yang menyatakan dalam enam rangkaian waktu, dan ada pula yang menyatakan dalam waktu sekejab saja. Yang jadi pertanyaan sekarang, apakah Tuhan terikat oleh waktu yang telah diciptakan-Nya sendiri?



Waktu hanyalah merupakan salah satu bagian yang mengikat pada manusia, termasuk pula dengan makhluk-makhluk yang hidup dan mati lainnya. Manusia bisa saja berdebat panjang lebar tentang berapa lama umur Bumi ini, maupun Alam Semesta, dan lain sebagainya; dikarenakan manusia itu sendiri terikat oleh waktu, dan apa-apa yang mampu dilakukan / diciptakan / dipikirkan oleh manusia itu pun terikat oleh proses waktu tersebut; begitu pula dengan apa-apa yang berada di sekitar kehidupan manusia tersebut. Dan semua yang ada di dalam Jagat Raya ini pun terikat dengan segala aturan menurut Sunah-Nya.



?Dia mengatur segala urusan dari Langit ke Bumi, lalu semua urusan Bumi naik kepada-Nya dalam jangka waktu yang sangat lama menurut ukuranmu (manusia)?. [As Sajdah 32:5]



Ketika manusia sedang menciptakan sesuatu, maka sesuatu itu pun tercipta melalui beberapa tahapan proses waktu; sejak dari munculnya sebuah ide, tahap perancangan, tahap uji coba dan penelitian, tahap implementasi dan pengembangan, dan sebagainya hingga lahirlah sebuah hasil akhir (yang mungkin pula diperlukan semacam evaluasi dan revisi lebih lanjut di masa-masa ke depannya). Sekali lagi, semua itu hanya bisa dilakukan oleh manusia melalui tahapan proses yang notabene terikat oleh waktu. Dan hasil ciptaan manusia itu pun tiada yang benar-benar sempurna.



Namun ketika Tuhan menciptakan ?sesuatu?, maka seketika itu pulalah ?sesuatu? itu tercipta, dan sempurna. Dari awal kejadiannya hingga akhir kebinasaannya. Diibaratkan hanya dengan mengucap kata ?Kun?, maka terjadilah itu semua dengan seketika. Tidak ada proses, tidak pula terikat oleh waktu. Justru proses dan waktu itu pula yang menjadi bagian dari Sunah-Nya, yang melekat pada Alam Semesta ini (termasuk Bumi dan segala isinya). Manusia, Bumi, dan Alam Semesta-lah yang ?merasakan? waktu tersebut, dengan berbagai macam seluk-beluk prosesnya.



Ketika Tuhan menceritakan kepada manusia tentang tahap-tahap awal kejadian asal mula Alam Semesta ini; Dia menceritakannya dengan perumpamaan waktu, karena manusia dan ?Alam Semesta manusia? ini pun terikat oleh waktu. Namun Tuhan pun berfirman bahwa jika Dia akan menciptakan sesuatu, maka hanya dengan mengucapkan kata ?Kun?, sesuatu itu pun terjadi dengan seketika. Untuk sebagian orang (yang belum paham), ayat-ayat tersebut terkesan saling kontradiksi. Bagaimana mungkin sesuatu yang memiliki rangkaian proses waktu yang panjang, di lain pihak rangkaian waktu itu pun ditiadakan? Apakah Tuhan tidak konsisten dalam firman-Nya? Apakah Tuhan berbohong? Tidak, tidaklah demikian. Justru dari sisi manusia-lah, tidakpahaman tersebut berasal.



Banyak ayat-ayat lain yang pula melukiskan tentang perumpamaan waktu, dan banyak pula yang menjelaskan tentang segala sesuatu hal lainnya dengan perumpamaan-perumpamaan; agar manusia (yang sangat terbatas ilmunya ini) bisa relatif ?lebih mudah? untuk memahami dan mencerna menurut tingkat dan kadar pengetahuan yang mereka miliki.



Tuhan berfirman kepada manusia dengan bahasa manusia pula. Jikalau seandainya Tuhan berfirman kepada manusia dengan bahasa-Nya sendiri, niscaya takkan ada satu pun dari manusia-manusia tersebut yang akan sanggup mengerti. Dan ketika Tuhan memberikan perumpamaan-perumpamaan kepada manusia, maka hal itu pun berupa perumpamaan-perumpamaan yang relatif lazim terhadap nalar dan ilmu pengetahuan manusia itu sendiri, dengan segala keterbatasan indera-indera mereka.



Dan seringkali pula, perumpamaan-perumpamaan tersebut hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan atas hal itu. Yang demikian ini dapat dijelaskan dengan bentuk ungkapan, ?Bagaimana mungkin orang-orang yang tidak mau tahu, akan mencari tahu??, dan ?Bagaimana mungkin pula orang-orang yang tidak mencari tahu, akan mengetahui??. Tuhan akan mengajarkan kepada manusia, asalkan saja mereka benar-benar mau tahu dan berusaha untuk mencari tahu. Kira-kira sesederhana itulah, namun tidak sesederhana seluk-beluk dalam proses pembelajarannya.



Tuhan mengajarkan manusia melalui perantara ?Qalam?, namun tidak sedikit manusia yang bahkan seumur hidupnya tidak mempunyai waktu luang ?hanya sekedar? untuk menerima pengajaran-Nya. Mereka itulah orang-orang yang merugi, yang hanya bisa ikut-ikutan trend saja, dan sibuk dengan berbagai macam tetek-bengek urusan dunia mereka masing-masing.






?Demi waktu. Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, saling berpesan dengan kebenaran dan saling berpesan dengan kesabaran.? [Al Ashr 103:1-3].
 
Bls: Relativitas Waktu

“Martin Heiddeger berbicara panjang lebar mengenai ada dan waktu dalam kitab rumitnya Sein Und Zeit. Namun Heiddeger tidak menyebut sedikitpun tentang ruang, apalagi mengenai dunia? Inilah Zainurrahman (1983) berbicara mengenai Dunia. Suatu gaya berfilsafat yang bersahaja, namun lebih dari sekedar logis; melainkan juga dapat diterima secara imaniah. Daftarkan diri anda dengan mengirim identitas anda melalui e-mail sastra_kritik@yahoo.com kami pastikan anda selalu mendapatkan pencerahan-pencerahan filosofis, teologis hingga mistis”

Dunia adalah ruang dan waktu yang memfasilitasi kita untuk berada. Dunia itu ada yang berbatas dan juga tidak terbatas. Dunia berbataskan ruang dan waktu, sedangan kesadaran bahwa kita “ada” senantiasa menciptakan perluasan dunia kita, sehingga semakin kita memikirkan “ada” maka kita berada dalam dunia tanpa garis batas.


Kesadaran “ada” membuat kita senantiasa dituntut untuk menampilkan “cara berada” kita dalam dunia yang ‘ber-ruang’ dan ‘ber-waktu’ itu. “cara berada” itu senantiasa mengalami perubahan seiring berubahnya dunia berbatas kita. Namun kita sadar bahwa dunia-dunia yang berbeda itu adalah ‘dunia kita’; yang secara pribadi, kita memilikinya. Orang lain tidak pernah menjadi pribadi kita, tidak merasakan apa yang kita rasakan, tak pernah berpikir apa yang kita pikirkan. Tidak ada dua persona dalam satu diri, dan tidak ada dua diri dalam satu persona. Sehingga orang lain tidak pernah memiliki dunia kita, melainkan orang lain dan benda-benda itu merupakan bagian dari ‘dunia berbatas’ kita. Sehingga dunia yang tidak berbatas itu adalah “ada”nya kita sendiri.


Pikiran dan perasaan kita, turut membangun ‘dunia pribadi’ yang bersifat kontemporer. Lebih tepatnya disebut bahwa pikiran dan perasaan menciptakan dan mewarnai dunia kita. Pemikiran dan perasaan menentukan perilaku dan perbuatan kita, perbuatan kita mengalami persesuaian pada cara berada kita. Cara berada kita dituntut oleh ruang dan waktu yang memfasilitasi kita untuk ‘berada’. Sederhananya, kita bertindak karena kita berpikir untuk bertindak, segala tindakan kita jelas ditentukan oleh dunia kita. Jika kampus atau kemahasiswaan adalah dunia anda, maka bukankah anda akan melakukan tindakan sebagai mahasiswa yaitu belajar, meneliti dan mengabdi pada masyarakat. Jika kampus adalah dunia yang memfasilitasi anda untuk berada, maka cara berada anda adalah sebagai mahasiswa. Dengan kesadaran inilah maka anda akan melakukan tindakan-tindakan yang bersesuaian dengan dunia anda. Seorang perampok, jika ditempatkan pada satu sistem dunia yang positif, maka peluang berubah menjadi baik sangat besar.


Batas dunia kita adalah sejauh mata memandang, semampu telinga mendengar, dan sekuat suara kita terdengar dan sebisa kita terlihat. Yang terlihat oleh kita adalah benda-benda yang turut memenuhi dunia kita. Mereka itu ‘ada’ dalam dirinya. Filsafat barat menyebutnya Und Fur Sich. Dan ada dalam dalam imajinasi kita. Interaksi antara kita dan yang ada dalam dunia kita merupakan bentuk dari ‘cara berada’ kita dan ‘cara mengada’ mereka. Seluruh interaksi itu kemudian tersimpan dalam memori dan memunculkan kesadaran lain bahwa ‘mereka ada’. Inilah yang dimaksud oleh Descartes dengan Cogito Ergo Sum.


Kita selalu teringat apa-apa yang ada dalam dunia kita, meskipun melampaui batas “dunia berbatas” kita; namun “mereka” itu “ada” dalam “dunia tak-berbatas” kita. ‘ada’ itu sendiri adalah hadir, dapat disadari, terindrai dan terpikirkan. Saat kita’ada’, maka terciptalah ruang. Kita ‘ada’ dan’ber-ruang’ di dalam waktu. Kita membutuhkan ruang untuk berada, dan ruang itu sendiri adalah environmen yang terkapling dalam waktu di saat kita hadir, di saat kita ada. Waktu itu sendiri adalah kesadaran kita, perasaan kita, bahwa kita ada. Detik, menit, jam, hari dan seterusnya adalah benda-benda dalam waktu, yang diciptakan dan digunakan untuk mengukur ‘keberadaan’ sesuatu dalam suatu dunia. Keberadaan yang terukur itu adalah keberadaan kita dan keberadaan mereka di dalam dunia kita.


Dapat dikatakan bahwa benda-benda di dalam waktu digunakan untuk mengukur “frekuensi ada”, baik ada kita maupun ada mereka. Ingatlah bahwa waktu adalah kesadaran kita, seandainya kita tidak menciptakan benda-benda di dalam waktu, maka “keberadaan” kita tidak akan terukur. Kita tidak akan mengalami kontemporalitas. Tak ada peralihan dan tak ada pergantian, sederhananya tak ada perencanaan.


Pengukur frekuensi ada yang otentik adalah kesadaran dan perasaan, akan tetapi dua pengukur ini individualistis dan egoistis, sehingga harus ada pengukur frekuensi ada yang inotentik, yang adalah benda-benda di dalam waktu itu sendiri, supaya terbentuk sebuah tolok ukur yang sosialistis.


Adanya pengukur frekuensi ada yang inotentik sama sekali tidak mengubah kesadaran dan perasaan, namun kita sendiri yang dengan terpaksa dan akhirnya terbiasa menjadikan diri inotentik. Kita menggunakan pengukur sosialistis, karena kita memang homo-socius, makhluk sosial. Dunia kita terisi oleh diri-diri yang lain yang juga memiliki dunia. Sehingga asosiasi dunia kita dan dunia mereka membentuk sebuah dunia bersama.

sumber: http://umang-zainurrahmanisme.blogspot.com/

lanjutan:
Dunia bersama

Dunia bersama tercipta sebagai suatu lingkungan atau ruang yang menampung seluruh makhluk dengan segala aktifitasnya. Dunia bersama inilah yang mempertemukan dunia-dunia pribadi masing-masing; pemikiran dan perasaan yang merupakan pembentuk dunia pribadi jika terkumpul akan membentuk suatu pemikiran dan perasaan yang mendunia. Mendunia mempunyai dua arti, yang pertama mengalami perluasan, menjalar atau menyebar keseluruh bagian dunia, yang kedua menjadi suatu dunia dan menghuni dunia tersebut.
Bumi merupakan dunia bersama, yang secara terpisah-pisah terbagi atas beberapa cakupan. Dari yan terkecil adalah dunia bersama keluarga, RT, RW, kemudian kelurahan, desa, kota, propinsi, negara dan dunia. Perhatikanlah gerak cakupan yang meluas itu, yang sebenarnya hanyalah skala-skala, jarak-jarak, radius, dan sebagainya. Padahal jika diteliti, gerk cakupan itu mengklasifikasi kedekatan dan kesatuan manusia. Bumi ini hanyalah suatu dataran dengan lekuk-lekuknya yang berair. Batas-batas itu adalah ciptaan manusia. Batas-batas dunia bersama berskala itu menimbulkan suatu perbedaan kedekatan dan kesatuan antara manusia-manusia. Dunia bersama akhirya terblok-blok, dan blok-blok itu ada dalam dunia bersama mutlak, yakni bumi ini secara keseluruhan.
Manusia-manusia dengan dunia pribadinya segera brgumul dalam dunia bersama berska, dan pergumulan tersebut mengakibatkan adanya integrasi dan sinkronisasi warna dunia, seperti perasaan terhadap sesuatu, gaya berpikir, gaya hidup, kesemuanya ini pada gilirannya akan menjadi searah antara dunia pribadi satu dengan yang lain, penyamaan ini menimbulkan suatu kedekatan dan keakraban, dengan istilah lain terorganisir atu adnya persatuan dan kesatuan.
Inilah dunia bersama berskala dan dunia bersama mutlak yang menampung dunia-dunia pribadi, dan secara paradoksal dunia-duni pribadi tersebut meniptakan dunia bersama berskala dan mutlak.
Terciptanya dunia bersama karena mendunianya manusia-manusia dan pemikirannya, bergumulnya manusia-manusia, namun yang paling inti, dunia bersama mutlak (bumi) atau universe ini menjadi dunia bersama karena memfasilitasi mnusia untuk ber-ada. Dengan segala sarana penunjang kehidupan manusia. Planet-planet lain merupakan dunia bersama, laut merupakan dunia bersama, tetai bukn untuk manusia manusia memiliki kemampuan mengunjungi dunia yang bukan dunianya, namun ada batas-batas yang tidak dapat dilewati oleh manusia. Meskipun air atau laut merupakan bagian dari bumi, angkasa dan planet-planet dalah bagian dari semesta, semuanya bukan dunia untuk dihuni manusia. Karea tida ada penunjang hidup. Meskipu demikian, kesemuanya itu bisa menjadi bagian dari dunia kita yang tak berbatas. Artinya, kita menyadari adanya dunia luas itu terakui, namun dunia-dunia asing tersebut bukan dunia bersama yang dapat dihuni, karena bukan habitatnya manusia.
Sekali-kali kita merasa asing dalam dunia kita sendiri. Perasaan terasing itu difaktori oleh perbedaan-perbedaan yang ada di antara dunia pribadi dan dunia bersama. Kataknlah jika dunia pribadi atau dunia bersama itu beum terjadi singkronisasi. Perbedaan tersebut biasanya disebabkan oleh warn sosial, sikap dan gaya masyarakat yang baru bagi kita, sehingga kita mengalami etersisihan dan kecemasan. Butuh upaya untuk dapat bersinkronisasi dengan keadaan-keadaan tersebut.
Bertemunya arus-arus kebiasaan yang berbeda antara dunia pribadi dan dunia bersama tersebut akan menciptakan suatu medan abstrak yang mempengaruhi psikologi dunia pribadi. Atmosfer psikis dapat merubah dunia pribadi, jika dunia pribadi memasuki atmosfer dunia-dunia pribadi yang lain, pada dasarnya ini manusiawi, akan tetapi dunia pribadi itu senantiasa berubah-ubah menjadikan kita tidak asli. Dan secara langsung dapat dikatakan kita tidak memiliki predikat diri yang tetap, tidak berjati diri. Dapatkah manusia tetap konsisten dan tidak terefeksasi dengan atmosfer-atmosfer sosial? Jawabannya adalah ‘ya’. Tetapi sebelumnya manusia tersebut harus benar-benar telah membeningkan dunia dan kesehariannya, telah mengenal dirinya dan dunianya. Sebelum semua ini erlaksana, maka manusia tidak akan pernah mencapai totalitas konsistensi dunia dirinya yang permanen (selesai)

sumber: http://umangmaster.blogspot.com/

Semoga bermanfaat
 
Bls: Relativitas Waktu

LAIK DIZ




IKUT NUMPANG ..
 
Back
Top