Kalina
Moderator
Sampai kapan pun film drama tidak akan lenyap dalam sejarah perfilman. Karena konon drama merupakan induk segala genre film. Termasuk di Indonesia, sejak awal sejarah perfilman nasional sampai kini film drama tak pernah kehilangan pecintanya. Bahkan, film yang berhasil menghimpun jumlah penonton terbanyak tahun lalu diraih oleh fim jenis drama. Namun sayangnya, seringkali kita hanya menemukan film drama yang dibuat terlalu dramatis dan mengada-ada. Drama dipahami sebagai film yang hanya pintar mengurai keharuan, mengucurkan air mata. Kita seringkali putus asa mendapatkan film drama yang alur logikanya terjaga, konflik-konfliknya mengena, dan akting para pemainnya memuaskan.
Namun di tengah keputus-asaan toh kita akan selalu menemukan segelintir film drama yang bagus dan melegakan. Remake ?Badai Pasti Berlalu? merupakan yang segelintir itu. Dibuka dengan pemandangan pantai Bali yang permai, film ini tidak hanya menyajikan rangkaian cerita yang kuat dan memikat, konfliknya yang wajar dan masuk akal, akting para pemainnya yang menawan, tapi juga tata sinematografinya yang amat mengesankan. Keindahan gambar tidak hanya dibangun oleh sudut pengambilan tapi juga komposisi warna. Lihatlah penataan warna pada setiap properti, bahkan rumah itu sendiri, tampak diatur demikian rupa.
Diceritakan Siska (Raihannun) mengalami patah hati dan harus mengungsi ke sebuah vila di Bali guna menenangkan diri. Di tengah kebekuan hatinya, datanglah Leo (Vino G Bastian) kawan sang kakak, Joni (Agastya Kandau), yang mencoba mencairkan kebekuan hati Siska. Ketika hati Siska mulai mencair, ternyata Leo hanya menjadikan cinta Siska sebagai taruhan. Bekulah lagi hati Siska. Ketika itu muncul pula Helmy (Wingky Wiryawan) yang mengancam akan membongkar perselingkuhan ayah Siska (Slamet Rahardjo) dengan adiknya, Rina (Davina) jika Siska menolak dinikahinya. Demi menyelamatkan ibunya yang mengidap sakit jantung, akhirnya Siska menikah dengan Helmy, yang rupanya seorang bajingan. Penyebab Helmy menjadi bajingan rasanya wajar. Jika seseorang yang pada masa kanak selalu menderita sehingga ia menjadi begitu dendam dan puas menyakiti seseorang yang selalu hidup dalam kemapanan, siapakah yang salah?
Teddy berhasil menggarap setiap konflik, dan alur cerita mengalir dengan wajar. Unsur drama tersaji secara sangat menyentuh tanpa derai air mata maupun pertengkaran yang mengada-ada. Penderitaan yang menimpa Siska tidak perlu ditampilkan dengan rintihan yang menyayat, cukup dengan tatapan mata, nada suara, dan gestur tubuh. Demikian pula Helmy, yang tetap tampak flamboyan dan lembut di balik ketamakannya. Lihatlah adegan pertengkaran Helmy dan Siska, maupun Siska dengan Leo, tidak perlu ada ratapan dan bentakan, tapi kepedihan menelusup dalam benak penonton secara tegas. Kadang unsur dramatis hadir secara lebih nyata melalui gambar-gambar yang berbicara. Misalnya pada adegan bertangisan di lorong rumah sakit menyambut kematian bayi Siska dengan kamera slowmotion terasa sangat dramatis dan menggugah kesadaran betapa perempuan bisa begitu rupa dijajah oleh laki-laki.
Tema besar yang diusung ?Badai Pasti Berlalu? sesungguhnya adalah tentang keterjajahan perempuan oleh laki-laki. Ketidak berdayaan perempuan dan keperkasaan--atau keculasan? laki-laki. Lagu "Sabda Alam" yang dibawakan secara memukau oleh Slamet, tidak saja menyatu dengan keutuhan cerita, tapi juga menegaskan tema yang diusung film ini. Ada tiga perempuan yang terjajah, Siska, Ibu Siska, dan Rina.
Tetapi ketidakberdayaan perempuan di sana tidak memunculkan kesan sendu, cengeng, dan kesedihan yang dihayati secara berlarut-larut. Tema tersebut sampai tanpa melalui khotbah melainkan lewat paparan peristiwa yang bergulir dengan lancar dan imajinatif. Kepedihan adalah sesuatu yang wajar yang harus disikapi secara wajar pula. Hampir seluruh pemain menampilkan akting yang prima. Di atas semua itu, Teddy dengan mulus telah berhasil membawa ?Badai Pasti Berlalu? pada konteks kekinian. Sedikit kelemahan yang rasanya bisa dilupakan adalah, di manakah sesungguhnya kultur budaya keluarga Siska?
Namun di tengah keputus-asaan toh kita akan selalu menemukan segelintir film drama yang bagus dan melegakan. Remake ?Badai Pasti Berlalu? merupakan yang segelintir itu. Dibuka dengan pemandangan pantai Bali yang permai, film ini tidak hanya menyajikan rangkaian cerita yang kuat dan memikat, konfliknya yang wajar dan masuk akal, akting para pemainnya yang menawan, tapi juga tata sinematografinya yang amat mengesankan. Keindahan gambar tidak hanya dibangun oleh sudut pengambilan tapi juga komposisi warna. Lihatlah penataan warna pada setiap properti, bahkan rumah itu sendiri, tampak diatur demikian rupa.
Diceritakan Siska (Raihannun) mengalami patah hati dan harus mengungsi ke sebuah vila di Bali guna menenangkan diri. Di tengah kebekuan hatinya, datanglah Leo (Vino G Bastian) kawan sang kakak, Joni (Agastya Kandau), yang mencoba mencairkan kebekuan hati Siska. Ketika hati Siska mulai mencair, ternyata Leo hanya menjadikan cinta Siska sebagai taruhan. Bekulah lagi hati Siska. Ketika itu muncul pula Helmy (Wingky Wiryawan) yang mengancam akan membongkar perselingkuhan ayah Siska (Slamet Rahardjo) dengan adiknya, Rina (Davina) jika Siska menolak dinikahinya. Demi menyelamatkan ibunya yang mengidap sakit jantung, akhirnya Siska menikah dengan Helmy, yang rupanya seorang bajingan. Penyebab Helmy menjadi bajingan rasanya wajar. Jika seseorang yang pada masa kanak selalu menderita sehingga ia menjadi begitu dendam dan puas menyakiti seseorang yang selalu hidup dalam kemapanan, siapakah yang salah?
Teddy berhasil menggarap setiap konflik, dan alur cerita mengalir dengan wajar. Unsur drama tersaji secara sangat menyentuh tanpa derai air mata maupun pertengkaran yang mengada-ada. Penderitaan yang menimpa Siska tidak perlu ditampilkan dengan rintihan yang menyayat, cukup dengan tatapan mata, nada suara, dan gestur tubuh. Demikian pula Helmy, yang tetap tampak flamboyan dan lembut di balik ketamakannya. Lihatlah adegan pertengkaran Helmy dan Siska, maupun Siska dengan Leo, tidak perlu ada ratapan dan bentakan, tapi kepedihan menelusup dalam benak penonton secara tegas. Kadang unsur dramatis hadir secara lebih nyata melalui gambar-gambar yang berbicara. Misalnya pada adegan bertangisan di lorong rumah sakit menyambut kematian bayi Siska dengan kamera slowmotion terasa sangat dramatis dan menggugah kesadaran betapa perempuan bisa begitu rupa dijajah oleh laki-laki.
Tema besar yang diusung ?Badai Pasti Berlalu? sesungguhnya adalah tentang keterjajahan perempuan oleh laki-laki. Ketidak berdayaan perempuan dan keperkasaan--atau keculasan? laki-laki. Lagu "Sabda Alam" yang dibawakan secara memukau oleh Slamet, tidak saja menyatu dengan keutuhan cerita, tapi juga menegaskan tema yang diusung film ini. Ada tiga perempuan yang terjajah, Siska, Ibu Siska, dan Rina.
Tetapi ketidakberdayaan perempuan di sana tidak memunculkan kesan sendu, cengeng, dan kesedihan yang dihayati secara berlarut-larut. Tema tersebut sampai tanpa melalui khotbah melainkan lewat paparan peristiwa yang bergulir dengan lancar dan imajinatif. Kepedihan adalah sesuatu yang wajar yang harus disikapi secara wajar pula. Hampir seluruh pemain menampilkan akting yang prima. Di atas semua itu, Teddy dengan mulus telah berhasil membawa ?Badai Pasti Berlalu? pada konteks kekinian. Sedikit kelemahan yang rasanya bisa dilupakan adalah, di manakah sesungguhnya kultur budaya keluarga Siska?