RI-Swiss sepakati kerja sama bidang penegakan hukum

andree_erlangga

New member
Pemerintah Indonesia dan Negara Konfederasi Swiss sepakat bekerja sama dalam bidang penegakan hukum, sebagai salah satu upaya mengatasi kejahatan terorganisir antarnegara.
?Kerja sama ini bisa mendorong upaya pemerintah dalam memberantas korupsi, pengembangan tata kelola pemerintahan yang baik, termasuk penelusuran aset warga Indonesia yang ada di Swiss,? kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada konferensi pers saat menerima Presiden Konfederasi Swiss, Micheline Calmy-Rey, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (8/2).
Yudhoyono menjelaskan, kunjungan Presiden Swiss merupakan tonggak kerja sama, bukan saja di bidang hukum melainkan juga di bidang lain seperti kerja sama bilateral ekonomi kedua negara.
Micheline menambahkan, apabila dalam kerja sama ke depan Indonesia perlu melacak aset, maka dengan perjanjian itu akan lebih mudah untuk menjalankannya. ?Jika ada, kami siap bekerja sama dengan Indonesia untuk mengambil alih aset warga Indonesia yang diduga hasil kejahatan,? kata Micheline.
Sementara itu, Menekun dan HAM Hamid Awaludin mengatakan, ?Kami tidak bicara kasus per kasus, karena MLA (mutual legal assistance) pada dasarnya adalah kerja sama terikat dengan sejumlah negara. Kami sudah menandatangani MLA dengan ASEAN sejak 2004, demikian juga dengan Australia.?
Pihak Swiss sendiri, lanjut Hamid, sejak 1981 telah membuka diri memberi bantuan hukum dengan negara lain melalui program Swiss Law on International Mutual Legal Assistance yang memberi kesempatan kerja sama bidang hukum dengan semua negara, termasuk Indonesia.
?Manfaatnya jelas, siapa tahu ada orang yang kami cari yang melakukan pelanggaran hukum di domestik, berada di Swiss. MLA ini akan memudahkan mereka (Swiss) membantu kita,? ujar Hamid.

solopos.net
 
Berbicara masalah penegakan hukum di Indonesia sama halnya berbicara tentang sebuah peribahasa, ibarat menegakkan benang basah (kalau orang jawa mungkin ditambahi lagi menjadi benang basah, ruwet campur aspal sekalian). Bagaimana tidak, Hamid Awaluddin sendiri masih tersandung kasus segel kartu pemilih/surat suara pada saat pemilu pilpres. Kambing hitamnya, Daan Dimara. Jadi bagaimana bisa tegak hukum di negeri ini. BBM, kata news dot com, Baru Bisa Mimpi.

Jadi melakukan kerjasama penegakan hukum dengan negara manapun, bahkan kalau perlu dengan negara komunis sekalipun adalah sah-sah saja karena itu merupakan wewenang Kepala Negara, tetapi yang menjadi tolok ukur adalah penegakan hukum di negeri sendiri. Para koruptor masih bergentayangan, uang negara alias uang rakyat yang jumlahnya trilliun-an rupiah hanya berputar dari itu ke itu saja. Para pembantu presiden, beberapa diantaranya masih berani mengkhianati rakyat, menelikung kebijakan, bersembunyi dibalik wibawa presiden. Jadi hil yang mustahal dengan tetek bengek penegakan hukum, kendati kerjasama dengan negara manapun.

Adalah suatu kebohongan publik apabila dengan kerjasama penegakan hukum ini serta merta mampu menekan angka pemberantasan koruptor. Hal yang kecil saja seperti draft UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) yang mati-matian diperjuangan di forum DPR, hingga saat ini tak ada lagi gaungnya. Bahkan pemerintah malah mengajukan draft UU Tentang Rahasia Negara. Ini kan sama juga mengebiri rakyat, memandulkan keingintahuan rakyat terhadap semua hal yang berkaitan dengan kepentingan publik. Rakyat sudah miskin dibodoh-bodohi sekalian. Inilah yang disebut pembodohan struktural. Saya nggak tahu bagaimana respon kawan-kawan lain..
 
Back
Top