okatawa
New member
"Yang paling aku takutkan dari apa yang aku takutkan
atas kamu ialah syirik ashghor, ditanya oleh para sa-
habat, apa maksudnya ya Rasulullah ? Beliau bersab-
da: riya' "
( al Hadits)
Mengapa sampai Rasulullah demikian takut riya' atas ummat-
nya, dan itu merupakah hal yang paling beliau takuti akan me-
nimpa kaum Muslimin ?
Allah dan rasulnya saja yang tahu. Namun kita ma'fhum bahwa
rasa kasih-sayang Rasulullah, rasa cinta beliau kepada ummat
ini demikian besar, sedang riya' dapat datang dengan lihainya
kedalam hati dan dengannya akan terhapus pahala amaliah seorang
Muslimin.
Para ulama mengibartakan riya' seperti semut hitam yang me-
rayap di atas batu hitam di malam gelap gulita. Tak terlihat.
Dia menyelusup halus, merayap, perlahan, lalu akhirnya menikam
hati, mencairkan ikhlash dan memusnahkan pahala. Dia datang
seperti waswaasil khannas, syaithan yang datang secara rahasia,
bersembunyi di dasar hati, menyusup, dan menunggu kesempatan
baik serta kelengahan untuk membolak-balik niat, mengelabuinya,
menundukkannya, lalu akhirnya mendorong kejurang kesesatan.
Itulah cara kerja riya'. Sangat lihai, licin dan berbahaya.
Kalau dia telah menikam hati dan mengelabuinya, maka ibadah yang
semestinya hanya diniatkan untuk Allah semata membias, kabur,
bahkan hati meletup-letup, bersemangat, dan berharap-harap agar
amaliah ini secara zhohir dilihat oleh manusia. Maka dari niat
yang ikhlash tersimpangkan menjadi harapan untuk memamerkannya
kepada manusia, agar manusia melihat ibadahnya, demi sebingkai
pujian, demi sepenggal kehormatan, atau sejumput popularitas.
Domain riya' sebatas hati, refleksinya dalam amal, kecuali
Allah orang lain tak dapat tahu. Inilah syirik ashghor, syirik
kecil.
Imam al Ghazali membagi riya' dalam enam macam; riya' dari
badan; dalam tingkah-laku, dalam berpakaian, dalam ucapan, amal
dan dalam menunjukkan banyaknya murid. Riya' dapat muncul dalam
bentuk ingin menunjukkan kepada khalayak bahwa dirinya pintar
dan banyak tahu tentang urusan agama. Bentuk ini adalah riya'
yang jelas dan dekat dengan sombong. Yang lebih tersamar lagi,
dia tidak ingin menunjukkan kepintarannya, serta ibadahnya namun
manakala orang lain tidak mengakui eksistensinya, kurang dihormati,
dia merasa heran mengapa orang lain bersikap seperti itu kepadanya.
Dia heran kenapa orang lain tidak tahu kemampuannya. Dia berupaya
bersembunyi-sembunyi untuk beramal, namun manakala orang lain
memergokinya hatinya gembira, lebih gembira ketimbang kepergok
binatang, bahkan berharap-harap agar ada orang yang memergokinya.
Jadi dari segi bentuk ada riya' yang jelas, riya' yang samar
dan riya' yang tersamar. Riya' yang jelas nampak manakala dalam
ibadah yang diketahui orang lain seseorang memperbagus tata-cara,
memperlama sujud dan ruku, seperti nampaknya khusyu', padahal
manakala sendiri dilakukannya ibadah itu secara cepat, enteng dan
memudahkan. Tanpa adanya riya' ini dia tidak dapat beramal seperti
itu, dan merasakan senang dalam beramal karenanya.
Riya' yang samar tidak mampu mewujudkan amal, namun dengannya
menambah semangat untuk beramal. Bila dia bertahajut dan kebetu-
lan ada tamu, bertambah-tambahlah semangatnya. Yang lebih samar
dari ini, adanya orang lain tak memberi semangat amalannya, namun
manakala ketika beramal terlihat oleh orang lain timbul rasa senang
dan puas.
Tingkat yang terakhir adalah riya' tersamar. Dalam tingkatan
ini tak ada rasa senang bila dipergoki sedang melakukan amaliah.
Namun dia merasa heran kalau orang lain bersikap berbeda dengan
apa yang dia harapkan. Heran kalau orang lain merendahkannya,
dan kurang menghormatinya. Kenapa heran ?
Itulah riya' yang sangat halus kerjanya, yang tak pernah dike-
tahui orang lain, namun sungguh berbahaya, dia mampu memberangus
ikhlash, menggeser pahala sampai zero point, dan menyisakan kesia-
siaan pada kita. Lalu kalau ini terjadi pada kita ?
Mari kita berlindung kepada Rabb manusia, Malik manusia, dan
ilah manusia dari godaan waswaasil khannas, yang datang menyelusup
menikam hati, yang membolak-balikan hati dan niat, yang memunculkan
riya'. Dialah satu-satunya Tempat berlindung dan sebaik-baiknya
Tempat berlindung.
Hasbunallah wani'mal wakil
wassalam,
atas kamu ialah syirik ashghor, ditanya oleh para sa-
habat, apa maksudnya ya Rasulullah ? Beliau bersab-
da: riya' "
( al Hadits)
Mengapa sampai Rasulullah demikian takut riya' atas ummat-
nya, dan itu merupakah hal yang paling beliau takuti akan me-
nimpa kaum Muslimin ?
Allah dan rasulnya saja yang tahu. Namun kita ma'fhum bahwa
rasa kasih-sayang Rasulullah, rasa cinta beliau kepada ummat
ini demikian besar, sedang riya' dapat datang dengan lihainya
kedalam hati dan dengannya akan terhapus pahala amaliah seorang
Muslimin.
Para ulama mengibartakan riya' seperti semut hitam yang me-
rayap di atas batu hitam di malam gelap gulita. Tak terlihat.
Dia menyelusup halus, merayap, perlahan, lalu akhirnya menikam
hati, mencairkan ikhlash dan memusnahkan pahala. Dia datang
seperti waswaasil khannas, syaithan yang datang secara rahasia,
bersembunyi di dasar hati, menyusup, dan menunggu kesempatan
baik serta kelengahan untuk membolak-balik niat, mengelabuinya,
menundukkannya, lalu akhirnya mendorong kejurang kesesatan.
Itulah cara kerja riya'. Sangat lihai, licin dan berbahaya.
Kalau dia telah menikam hati dan mengelabuinya, maka ibadah yang
semestinya hanya diniatkan untuk Allah semata membias, kabur,
bahkan hati meletup-letup, bersemangat, dan berharap-harap agar
amaliah ini secara zhohir dilihat oleh manusia. Maka dari niat
yang ikhlash tersimpangkan menjadi harapan untuk memamerkannya
kepada manusia, agar manusia melihat ibadahnya, demi sebingkai
pujian, demi sepenggal kehormatan, atau sejumput popularitas.
Domain riya' sebatas hati, refleksinya dalam amal, kecuali
Allah orang lain tak dapat tahu. Inilah syirik ashghor, syirik
kecil.
Imam al Ghazali membagi riya' dalam enam macam; riya' dari
badan; dalam tingkah-laku, dalam berpakaian, dalam ucapan, amal
dan dalam menunjukkan banyaknya murid. Riya' dapat muncul dalam
bentuk ingin menunjukkan kepada khalayak bahwa dirinya pintar
dan banyak tahu tentang urusan agama. Bentuk ini adalah riya'
yang jelas dan dekat dengan sombong. Yang lebih tersamar lagi,
dia tidak ingin menunjukkan kepintarannya, serta ibadahnya namun
manakala orang lain tidak mengakui eksistensinya, kurang dihormati,
dia merasa heran mengapa orang lain bersikap seperti itu kepadanya.
Dia heran kenapa orang lain tidak tahu kemampuannya. Dia berupaya
bersembunyi-sembunyi untuk beramal, namun manakala orang lain
memergokinya hatinya gembira, lebih gembira ketimbang kepergok
binatang, bahkan berharap-harap agar ada orang yang memergokinya.
Jadi dari segi bentuk ada riya' yang jelas, riya' yang samar
dan riya' yang tersamar. Riya' yang jelas nampak manakala dalam
ibadah yang diketahui orang lain seseorang memperbagus tata-cara,
memperlama sujud dan ruku, seperti nampaknya khusyu', padahal
manakala sendiri dilakukannya ibadah itu secara cepat, enteng dan
memudahkan. Tanpa adanya riya' ini dia tidak dapat beramal seperti
itu, dan merasakan senang dalam beramal karenanya.
Riya' yang samar tidak mampu mewujudkan amal, namun dengannya
menambah semangat untuk beramal. Bila dia bertahajut dan kebetu-
lan ada tamu, bertambah-tambahlah semangatnya. Yang lebih samar
dari ini, adanya orang lain tak memberi semangat amalannya, namun
manakala ketika beramal terlihat oleh orang lain timbul rasa senang
dan puas.
Tingkat yang terakhir adalah riya' tersamar. Dalam tingkatan
ini tak ada rasa senang bila dipergoki sedang melakukan amaliah.
Namun dia merasa heran kalau orang lain bersikap berbeda dengan
apa yang dia harapkan. Heran kalau orang lain merendahkannya,
dan kurang menghormatinya. Kenapa heran ?
Itulah riya' yang sangat halus kerjanya, yang tak pernah dike-
tahui orang lain, namun sungguh berbahaya, dia mampu memberangus
ikhlash, menggeser pahala sampai zero point, dan menyisakan kesia-
siaan pada kita. Lalu kalau ini terjadi pada kita ?
Mari kita berlindung kepada Rabb manusia, Malik manusia, dan
ilah manusia dari godaan waswaasil khannas, yang datang menyelusup
menikam hati, yang membolak-balikan hati dan niat, yang memunculkan
riya'. Dialah satu-satunya Tempat berlindung dan sebaik-baiknya
Tempat berlindung.
Hasbunallah wani'mal wakil
wassalam,