nurcahyo
New member
RUU Pemilu Versi Pemerintah Tak Komit Tegakkan Nilai Pancasila
Kapanlagi.com - Sejumlah kalangan akademisi dan pengamat menilai, RUU Penyelenggara Pemilu versi Pemerintah mencerminkan sikap rezim penguasa yang tidak memiliki komitmen dalam menegakkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Demikian kesimpulan pemikiran mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) periode 2003-2005, Hasanuddin, di Jakarta, Kamis (30/11), yang antara lain merangkum pula pendapat dua pengamat serta akademisi UI, masing-masing Taufiqulhady dan Ade Reza Hariady, panelis utama Seminar tentang RUU Penyelenggara Pemilu yang dilaksanakan Program Pasca Sarjana UI sehari sebelumnya.
Berlandaskan analisisnya atas RUU itu, dikaitkan dengan kajian dua pengamat serta akademisi UI tersebut, Hasanuddin juga menilai, konsep penyelenggaraan Pemilu yang memosisikan secara sejajar antara KPU dengan Bawaslu sebagai penyelenggara, perubahan KPU Provinsi, Kabupaten maupun Kota menjadi bersifat ad hoc, tidak sesuai pasal 22 ayat E UUD 1945.
"Yah, jelas ini bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang mengatakan, KPU adalah penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri," ungkap Hasanuddin yang belakangan sering 'dipakai' sebagai staf khusus Wakil Presiden RI.
Destruksi Proses Demokrasi
Secara utuh, lanjut Hasanuddin, naskah usulan pemerintah itu menunjukkan kuatnya 'keinginan politik' kekuasaan untuk mengintervensi proses pelaksanaan Pemilu.
"Ini bisa disebut sebagai upaya destruksi atas proses demokrasi yang sedang berlangsung," tegasnya.
Karena itu, Hasanuddin menyarankan, agar DPR RI tidak terjebak hanya pada urusan menjadikan alasan biaya, maupun penyederhanaan pelaksanaan Pemilu sebagai alasan untuk mereduksi kedaulatan rakyat.
Kapanlagi.com - Sejumlah kalangan akademisi dan pengamat menilai, RUU Penyelenggara Pemilu versi Pemerintah mencerminkan sikap rezim penguasa yang tidak memiliki komitmen dalam menegakkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Demikian kesimpulan pemikiran mantan Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) periode 2003-2005, Hasanuddin, di Jakarta, Kamis (30/11), yang antara lain merangkum pula pendapat dua pengamat serta akademisi UI, masing-masing Taufiqulhady dan Ade Reza Hariady, panelis utama Seminar tentang RUU Penyelenggara Pemilu yang dilaksanakan Program Pasca Sarjana UI sehari sebelumnya.
Berlandaskan analisisnya atas RUU itu, dikaitkan dengan kajian dua pengamat serta akademisi UI tersebut, Hasanuddin juga menilai, konsep penyelenggaraan Pemilu yang memosisikan secara sejajar antara KPU dengan Bawaslu sebagai penyelenggara, perubahan KPU Provinsi, Kabupaten maupun Kota menjadi bersifat ad hoc, tidak sesuai pasal 22 ayat E UUD 1945.
"Yah, jelas ini bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 hasil amandemen yang mengatakan, KPU adalah penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri," ungkap Hasanuddin yang belakangan sering 'dipakai' sebagai staf khusus Wakil Presiden RI.
Destruksi Proses Demokrasi
Secara utuh, lanjut Hasanuddin, naskah usulan pemerintah itu menunjukkan kuatnya 'keinginan politik' kekuasaan untuk mengintervensi proses pelaksanaan Pemilu.
"Ini bisa disebut sebagai upaya destruksi atas proses demokrasi yang sedang berlangsung," tegasnya.
Karena itu, Hasanuddin menyarankan, agar DPR RI tidak terjebak hanya pada urusan menjadikan alasan biaya, maupun penyederhanaan pelaksanaan Pemilu sebagai alasan untuk mereduksi kedaulatan rakyat.