pratama_adi2001
New member
Saksi kerusuhan Dili 1999
buka suara ke Komisi Kebenaran
Dili (Espos)
Florindo de Jesus Brites, Rabu (21/2), memberikan kesaksian saat milisi pro-Indonesia mengepung sebuah rumah yang dipadati pengungsi, melepaskan tembakan hingga menyebabkan 12 orang tewas dalam insiden kerusuhan Dili 1999.
?Sebagian dari kami lolos lewat pintu belakang rumah itu, lalu memanjat pohon. Tapi, mereka menemukan kami dan terus menembak,? kata Brites kepada Komisi Kebenaran dan Persahabatan yang memiliki wewenang untuk memanggil saksi, namun tak berwenang mengajukan tuntutan.
Timor Leste memilih untuk berpisah dari Indonesia melalui sebuah referendum publik, tujuh tahun silam yang kemudian memicu pembunuhan, penjarahan dan pembakaran di sejumlah kota di sana. Hanya ada satu orang yang telah dijatuhi hukuman atas kerusuhan yang mengakibatkan 1.500 orang tewas.
Para pemimpin politik tampaknya enggan untuk menggelar persidangan yang kemungkinan akan mengganggu hubungan diplomatik antara kedua negara bertetangga itu.
Namun, sejumlah kritikus mengatakan komisi kebenaran adalah sebuah alat pembersih dan hanya bisa berbuat sedikit, atau hampir tidak sama sekali untuk mengobati luka-luka para korban. Namun, orang-orang yang memberi kesaksian akan dijanjikan amnesti.
?Ini bukan masalah keadilan. Ini adalah teater atau drama politik. Lantas siapa yang akan berbicara, apakah mereka yang melakukan serangan akan mengatakan yang sebenarnya?? ujar Jose Luis de Oliveira, selaku Direktur HAK, kelompok hak asasi di Timor Leste.
Lima orang Indonesia dan lima warga Timor Leste, termasuk seorang mantan hakim, aktivis HAK, pensiunan jenderal, dan seorang diplomat, Senin (19/2) mulai bekerja dan mendengar pernyataan dari puluhan korban selama enam bulan ke depan.
Manuel Ximenes berkata kepada komisi, Selasa (20/2), dia adalah Kepala Desa Atudara ketika ratusan orang menghadiri pemakaman seorang pemimpin militan pro-Indonesia pada tanggal 2 April 1999. ?Saya melihat para anggota militan menembaki warga di dekat sebuah pos militer,? ujar dia. - tya/AP
buka suara ke Komisi Kebenaran
Dili (Espos)
Florindo de Jesus Brites, Rabu (21/2), memberikan kesaksian saat milisi pro-Indonesia mengepung sebuah rumah yang dipadati pengungsi, melepaskan tembakan hingga menyebabkan 12 orang tewas dalam insiden kerusuhan Dili 1999.
?Sebagian dari kami lolos lewat pintu belakang rumah itu, lalu memanjat pohon. Tapi, mereka menemukan kami dan terus menembak,? kata Brites kepada Komisi Kebenaran dan Persahabatan yang memiliki wewenang untuk memanggil saksi, namun tak berwenang mengajukan tuntutan.
Timor Leste memilih untuk berpisah dari Indonesia melalui sebuah referendum publik, tujuh tahun silam yang kemudian memicu pembunuhan, penjarahan dan pembakaran di sejumlah kota di sana. Hanya ada satu orang yang telah dijatuhi hukuman atas kerusuhan yang mengakibatkan 1.500 orang tewas.
Para pemimpin politik tampaknya enggan untuk menggelar persidangan yang kemungkinan akan mengganggu hubungan diplomatik antara kedua negara bertetangga itu.
Namun, sejumlah kritikus mengatakan komisi kebenaran adalah sebuah alat pembersih dan hanya bisa berbuat sedikit, atau hampir tidak sama sekali untuk mengobati luka-luka para korban. Namun, orang-orang yang memberi kesaksian akan dijanjikan amnesti.
?Ini bukan masalah keadilan. Ini adalah teater atau drama politik. Lantas siapa yang akan berbicara, apakah mereka yang melakukan serangan akan mengatakan yang sebenarnya?? ujar Jose Luis de Oliveira, selaku Direktur HAK, kelompok hak asasi di Timor Leste.
Lima orang Indonesia dan lima warga Timor Leste, termasuk seorang mantan hakim, aktivis HAK, pensiunan jenderal, dan seorang diplomat, Senin (19/2) mulai bekerja dan mendengar pernyataan dari puluhan korban selama enam bulan ke depan.
Manuel Ximenes berkata kepada komisi, Selasa (20/2), dia adalah Kepala Desa Atudara ketika ratusan orang menghadiri pemakaman seorang pemimpin militan pro-Indonesia pada tanggal 2 April 1999. ?Saya melihat para anggota militan menembaki warga di dekat sebuah pos militer,? ujar dia. - tya/AP